TUGAS
TERSTRUKTUR
PERTANAMAN
DAN HORTIKULTURA LANDSKAP

Oleh:
Qonita
A1L113059
KEMENTERIAN
RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS
JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS
PERTANIAN
PURWOKERTO
2016
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Kabupaten Wonosobo merupakan salah satu dari 35
Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah, terletak antara 7°.11'.20" sampai
7°.36'.24" garis lintang selatan (LS), serta 109°.44'.08" sampai
110°.04'.32" garis bujur timur (BT), Kabupaten Wonosobo berjarak 120 Km
dari Ibu Kota Jawa Tengah (Semarang) dan 520 Km dari Ibu Kota Negara (Jakarta)
berada pada rentang 250 dpl - 2.250 dpl dengan dominasi pada rentang 500 dpl -
1.000 dpl sebesar 50% (persen) dari seluruh areal, menjadikan ciri dataran
tinggi sebagai wilayah Kabupaten Wonosobo dengan posisi spasial berada di
tengah-tengah Pulau Jawa dan berada di antara jalupantai utara dan jalur pantai
Selatan. Jaringan Jalan Nasional ruas jalan Buntu - Pringsurat memberi akses
dari dan menuju dua jalur strategis nasional.
Luas Wilayah Kabupaten Wonosobo adalah 98.468 hektar
atau 984,68 km2 ,atau 3.03 % (Persen) dari luas jawa tengah, dengan komposisi
tata guna lahan atatanah sawah mencakup 18.909,72 ha (18,99 %), tankering
seluas 55.140,80 ha (55,99 %), hutan negara 18.909,72 ha (19,18 %), perkebunan
negara/swasta seluas 2.764,51 ha (2,80 %) dan lainnya seluas 2.968,07 ha (3,01
%). Secara administratif terbagi dalam 15 Kecamatan, 236 Desa dan 29 Kelurahan.
Adapun ke 15 kecamatan tersebut yaitu (1). Kecamatan Wonosobo (2) Kecamatan
Kalikajar (3) Kecamatan Sapuran (4) Kecamatan Kepil (5) Kecamatan Kertek (6)
Kecamatan Kaliwiro (7) Kecamatan Wadaslintang (8) Kecamatan Leksono (9)
Kecamatan Kalibawang (10) Kecamatan Selomerto (11) Kecamatan Garung (12)
Kecamatan Kejajar (13) Kecamatan Watumalang (14) Kecamatan Mojotengah (15)
Kecamatan Sukoharjo. Kabupaten Wonosobo merupakan daerah pegunungan dengan
ketinggian lokasi antara 250 m hingga 2.250 m diatas permukaan laut termasuk
dalam jenis pegunungan muda dengan lembah yang curam.
Secara geografis Kabupaten Wonosobo memiliki luas
w98.448 ha (984,68 Km2) terletak dibebatuan prakwaker. Keadaan demikian sering
menyebabkan timbul bencana alam terutama dimusim penghujan seperti tanah
longsor (land slide), gerakan tanah runtuh dan gerakan merayap. Kondisi
Wonosobo yang subur sangat mendukung untuk pengembangan pertanian sebagai mata
pencaharian utama masyarakat Wonosobo.
Sektor pertanian di daerah ini memiliki komoditas
antara lain Padi, Teh, Tembakau, kopi dan berbagai jenis sayuran serta tanaman
hortikultura lainnya. Wonosobo yang memiliki suhu udara antara 14,3 - 26,5 °C
sangat cocok untuk pengembangan budidaya jamur, carica pepaya, asparagus dan
beberapa jenis kayu sebagai komoditi ekspor non migas serta beberapa jenis
tanaman khas Wonosobo seperti seperti Purwaceng, Gondorukem dan Kayu putih.
B. Tujuan
Pembuatan
makalah ini bertujuan untuk mengetahui kesesuaian lahan pertanian dengan
tanaman yang akan dibudidayakan di daerah Dataran Tinggi Dieng, Kabupaten
Wonosobo.
II.
PEMBAHASAN
A. Pemasukan
Wilayah
1.
Pertanian
Pada
tahun 2014 kontribusi sektor pertanian terhadap PDRB Kabupaten Wonosobo sebesar
44,50% yang merupakan sumbangan terbesar dibandingkan sektor-sektor lain.
Capaian kinerja Urusan Pertanian Tahun 2014 berdasarkan Indikator Kinerja Kunci
(IKK) penyelenggaraan pemerintahan daerah (Sumber : Dinas Pertanian Tanaman
Pangan dan BPS 2014)
a.
Produktivitas padi atau
bahan pangan utama (Produksi tanaman padi (ton) / luas areal tanaman padi (ha)
= 154.870/30.343 = 5,10
b.
Kontribusi sektor
pertanian terhadap PDRB (jumlah kontribusi PDRB dari sektor pertanian / jumlah
total PDRB) x 100% = 1.016.568,17/2.284.642,37 x 100% = 44,50%
Produktivitas
padi di tahun 2014 adalah 5,10 di bawah target capaian tahun 2014 menurut RPJMD
yaitu 6. Demikian pula, produksi tanaman padi di tahun 2014 yaitu 154.870 ton
di bawah target capaian Dinas Pertanian Tanaman Pangan tahun 2014 yaitu 164.212
ton. Walaupun produktivitas pertanian sebagian menurun, namun masih dapat
memenuhi kebutuhan pangan masyarakat Kabupaten Wonosobo.Produksi tanaman hias
di tahun 2014 sebanyak 1.707.880 tangkai sedangkan tanaman biofarmaka sebanyak
2.523.071 kg.
-
Ketersediaan Bahan Pangan Utama = 118,31
-
Produktivitas Padi atau bahan pangan utama lainnya per hektar = 4,83
-
Jumlah desa mandiri pangan = 21
-
% ketersediaan bahan pangan utama = 91,01
- Jumlah lumbung pangan = 11 - Tingkat
skor PPH (Pola Pangan Harapan) = 91,01
-
Tingkat konsumsi protein hewani (gr/kap/th) = 4,4
-
Tingkat konsumsi protein nabati (gr/kap/th) = 4.400,2
2.
Kehutanan
Indikator
Kinerja Urusan Kehutanan Berdasarkan IKK Evaluasi Kinerja Penyelenggaraan
Pemerintah Daerah (EKPPD) berdasakan data dari Dinas Kehutanan dan Perkebunan
Kabupaten Wonosobo dan BP DAS SOP Yogyakarta, (analisis 2015).:
- Rehabilitasi Hutan dan Lahan Kritis
: 12,20%
- Kerusakan Kawasan Hutan (Akibat
Kebakaran Hutan pada musim kemarau): 0%
Berdasarkan
data dari Dinas Kehutanan dan Perkebunan 2015, kerusakan kawasan hutan pada
tahun 2014 adalah 0%, berarti berhasil dalam mengelola kerusakan hutan dari
ancaman kebakaran. Dalam rangka meningkatkan kualitas lahan telah dilaksanakan
Rehabilitasi hutan dan lahan kritis pada tahun 2014. yaitu 24,48% dalam kondisi
tetap dibandingkan dengan tahun 2014. Perhitungan ini didasarkan pada Luas
hutan dan lahan kritis yang direhabilitasi hektar dibagi dengan luas total
hutan dan lahan kritis hektar x 100%.
3.
Perikanan
Produksi
perikanan = 130,24% - Konsumsi ikan = 101,92% - Jumlah produksi perikanan
budidaya (ton) = 7.106 ton - Ikan Konsumsi (Kg) = 7.833.918 - Benih Ikan (ekor)
= 53.579.963. Produksi perikanan pada tahun 2014 melebihi target daerah, yaitu
sebanyak 30,24%. Produksi perikanan yang melebihi target produksi adalah pada
budidaya kolam air tenang, karamba dasar, KJA Aqua Farm Nusantara dan KJA
Petani, sedangkan yang tidak memenuhi target produksi adalah pada budidaya
kolam air deras dan minapadi. Jenis ikan yang dibudidaya dan ditangkap
berturutturut adalah Ikan Nila sebanyak 87,20 %, Lele 6,91% serta jenis ikan
lainnya (Mas, Tawes, Nilem, Grasscarp, Gurami, Udang) sebanyak 5,89%
4.
Pariwisata
Capaian
kinerja urusan kepariwisataan di Kabupaten Wonosobo dapat dilihat dari
kunjungan wisatawan, yang pada tahun 2014 sebesar 495.322 orang jika
dibandingkan tahun 2013 meningkat 2,46%. Apabila dilihat dari kontribusi sektor
pariwisata terhadap PDRB pada tahun 2014 rata-rata menyumbang 1,261%.
Kontribusi ini hanya meningkat 0,32 dibandingkan tahun 2013. Peningkatan ini
berasal dari sub sektor hotel, restoran dan jasa hiburan/rekreasi. dari capaian
kinerja berdasarkan RPJMD 2010-2015, ada dua indikator sudah melampaui target
yang ditetapkan dalam RPJMD yaitu jumlah penerimaan obyek-obyek wisata dan
jumlah tenaga kerja yang diserap di industri pariwisata. Jumlah penerimaan
obyek-obyek wisata di tahun 2014 sebesar Rp. 2.092.970.000,- atau meningkat
18,26% dibandingkan tahun 2013. Nilai ini sudah melebihi target RPJMD yang
ditargetkan sebesar Rp. 300.000.000,-.
Sementara
jumlah tenaga kerja yang diserap di industri pariwisata berdasarkan target
RPJMD adalah 183 orang sedangkan realisasi di tahun 2014 sejumlah 528
orang.Untuk mendukung pencapaian target kinerja urusan kepariwisataan di
Kabupaten Wonosobo telah dikembangkan pariwisata secara terpadu melalui
pendekatan klaster yang lebih efektif dan efisien, dalam bentuk klaster
pariwisata berbasis desa wisata. Melalui pengembangan klaster pariwisata
berbasis desa wisata (community-based tourism development), diharapkan akan
mampu meningkatkan pendapatan masyarakat setempat dan sekitarnya sekaligus
memelihara budaya, kesenian dan cara hidup masyarakat.
5.
Perindustrian
Sebagian
besar anggaran digunakan untuk pengembangan industri kecil dan menengah serta
pengembangan sentra-sentra industri potensial. Capaian Kinerja Urusan
Perindustrian Tahun 2014 berdasarkan Indikator Kinerja Kunci (IKK)
penyelenggaraan pemerintahan daerah :
-
Kontribusi sektor industri terhadap PDRB : 10,71%
-
Pertumbuhan industry : 4,99%
Pada
tahun 2014 telah berkembang 16.300 unit usaha industry (meningkat 4,99% dari
tahun 2013) yang meliputi industry pangan, sandang dan kulit, kerajinan, kimia
dan logam dengan nilai produksi Rp. 748.259.550.000,- (meningkat 6,71% dari
tahun 2013) dan 28.910 tenaga kerja yang tertampung (meningkat 1,58% dari tahun
2013). Sebagian unit usaha tersebut sudah dalam bentuk sentra di mana sentra
yang membentuk asosiasi ada dua yaitu sentra carica telah membentuk asosiasi
pengusaha carica (APC) dan sebagian sentra makanan olahan telah membentuk
asosiasi pengrajin makanan olahan yang dinamakan Cipta Selaras.
6.
Perdagangan
Capaian
kinerja urusan perdagangan di Kabupaten Wonosobo dapat dilihat dari kontribusi
sektor perdagangan terhadap PDRB, yang pada tahun 2014 rata-rata menyumbang
12,08%. Jika dibandingkan tahun 2013 mengalami kenaikan 3,78%. Kenaikan tersebut
disebabkan meningkatnya volume perdagangan besar dan eceran serta perdagangan
ekspor. Sedangkan nilai ekspor bersih pada tahun 2014 sebesar $ 56.063.146,47.
Nilai ini meningkat 33,81% dari tahun 2013. Peningkatan ini berasal dari ekspor
non migas yang berasal dari empat komoditas dengan dua belas negara tujuan di
mana volume ekspor terbesar didominasi oleh ekspor kayu olahan dengan negara
tujuan Jepang, USA, Malaysia, Korea, China, Taiwan, Turki. Sementara apabila
dilihat dari capaian berdasarkan RPJMD, dari dua belas indikator baru ada tiga
indikator yang sudah memenuhi target yaitu % volume komoditas untuk keperluan
ekspor dengan realisasi 5%, nilai ekspor dengan nilai $56.376.946,47 di mana
nilai ekspor ini sudah melebihi target RPJMD yang hanya sebesar $380.960,53 dan
jumlah UDKM yang dibina dan berkembang yang sudah mencapai 100 dimana target
RPJMD adalah 95 dan apabila dibandingkan dengan tahun 2013 ada kenaikan 17,65%.
Untuk pengembangan infrastruktur perdagangan yang terkait dengan pembangunan dan
rehabilitasi pasar sampai tahun 2014 jumlah pasar daerah ada 9 buah dengan daya
tampung (kios, los, PKL) sebesar 10.078 buah, sedangkan jumlah pasar desa
sampai 2014 ada 40 buahdengan daya tampung (kios, los, PKL) sejumlah 3.357
buah. Aktivitas perdagangan di Kabupaten Wonosobo sebagian besar didukung oleh
keberadaan pasar di tingkat kecamatan dengan sistem perputaran penuh setiap
hari.
B. Potensi
Pasar dan Kebutuhan
Mayoritas
penduduk di Kabupaten Wonosobo merupakan Petani (95%) yang terdiri dari 596
keluarga petani dan 73 KK adalah buruh tani. Besarnya tekanan penduduk terhadap
lahan dapat dilihat langsung di lapangan bahwa hamper seluruh daerahnya menjadi
pertanian kentang, bahkan di lahan-lahan dengan kemiringan > 40 %. Pertanian
di Dieng tidak lagi memperhatikan kaidah-kaidah konservasi (Sudibyakto dkk,
2002).
Perhitungan
nilai basis (dinamic LQ dan static LQ) pada Tabel 2 menunjukkan bahwa sektor
yang menjadi sektor basis di kabupaten Wonosobo adalah sektor Pertanian,
pengangkutan dan komunikasi, keuangan, sewa dan jasa perusahaan, serta
jasa-jasa. Sektor Pertanian merupakan sektor basis dengan predikat Unggul untuk
tiga tahun terakhir tahun 2006 hingga 2008. Untuk sektor pengangkutan dan
komunikasi juga merupakan sektor basis dengan predikat prospektif. Kemudian
Pada sektor lain di Kabupaten Wonosobo yang merupakan sektor basis adalah
sektor keuangan, sewa dan jasa perusahaan serta sektor jasa-jasa adalah sektor
unggulan.
Selanjutnya
untuk sektor diluar sektor basis adalah sektor non-basis yang meliputi sektor
pertambangan dan penggalian, industri pengolahan, listrik dan air bersih,
bangunan, serta sektor perdagangan, hotel dan restoran. Sektor-sektor tersebut
merupakan sektor yang tidak spesialisasi di wilayah kabupaten Wonosobo terhadap
sektor tertentu dibanding dengan wilayah yang lain atau kabupaten-kabupaten di
daerah Propinsi Jawa Tengah. Sektor pertanian merupakan unggulan di Kabupaten
Wonosobo, karena memang daerah ini memiliki lahan pertanian yang luas dan subur
dengan kadar air yang cukup melimpah. Selain itu sebagian daerahnya adalah
daerah pegunungan yang cocok untuk pengembangan pertanian diluar padi seperti
buah-buahan, sayur-sayuran, hortikultura, maupaun subsektor lain seperti
peternakan.

Berdasarkan
perhitungan LQ yang ada ternyata tanaman Padi kurang berperan dalam
perekonomian di Wonosobo karena cenderung masih belum merupakan komoditas
basis. Kemudian untuk komoditas Jagung merupakan komoditas basis yang
prospektif dengan nilai SLQ lebih besar dari satu. Kemudian untuk komoditas Ubi
Kayu dan Ubi Jalar berkecenderungan menjadi sub-sektor basis yang prospektif
juga. Dari olah data tersebut jika dikomperasi pada lahan pertanian dan
perkebunan memang struktur tanahnya kebanyakan lebih cocok untuk lahan
pertanian palawija dengan daerah pegunungan dan berpasir. Secara umum dari
semua komoditas tersebut Jagung, ubi jalar dan Ubi kayu adalah komoditas yang
mempunyai kestabilan produksinya dan merupakan produk yang prospektif untuk
dikembangkan, dan kebutuhan akan bahan baku jagung untuk kepentingan industri
pengolahan makanan ringan diperkirakan meningkat sejalan dengan majunya
industrialisasi di Jawa Tengah

Berdasarkan
hasil perhitungan (Tabel 3) pada nilai LQ pada komoditas buah-buahan, ternyata
terdapat 7 (tujuh) komoditas basis di kabupaten Wonosobo, yaitu duku, pepaya,
juruk siam, manggis, durian dan salak. hanya saja dari ke tujuh buah-buahan
tersebut merupakan buah yang basis dan prospektif, dan tidak ada satupun yang
betul-betul unggulan. Kemudian dari produk basis tersebut ternyata memeng
produk yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat sekitar, sehingga dari segi
pemasaran memang relatif mudah. Untuk mengembangan dimasa depan produk durian
dan salak adalah produk yang relatif prospektif mengingat dari sisi iklim
daerah Wonosobo mempunyai iklim yang relatif sejuk dan juga kedua produk
tersebut mempunyai nilai ekonomis yang tinggi.

Pada
Tabel 4, sub-sektor sayur-sayuran mengindikasikan bahwa produksi kubis, bawang
daun dan sawi adalah produksi basis dan unggulan di daerah kabupaten Wonosobo.
Produk ini mamang cocok dikembangkan di daerah yang mempunyai iklim sejuk dan
cenderung tidak panas seperti Wonosobo. Dan produk ini adalah produk yang
kebanyakan dikelola oleh petani pedesaan dimasyarakat sana sehingga dalam hal
pemberdayaan ekonomi masyarakat maka pemerintah daerah perlu tetap
mempertahankan produk unggulan tersebut dan sekaligus juga meningkatkan produk
basis yang prospektif lainnya, seperti bawang putih, kentang, tomat, boncis,
kacang merah, dan labu siam.

C. Penentuan
Komoditas dan Varietas Hortikultura
Sayuran merupakan bagian dari tumbuhan yang dapat
dimakan mentah maupun masak. Bagian tumbuhan yang dimaksud adalah yang selain
buah dan biji-bijian matang. Pengertian sayur adalah bagian tanaman yang
dimakan bukan sebagai pencuci mulut, pada umumnya dimasak dahulu ( kecuali
dimakan untuk lalap ) dan dimakan bersama makanan pokok dan lauk pauk lainnya.
Definisi sayuran sebagian besar merupakan definisi
secara kuliner dan budaya, sehingga akan ada sayuran yang dikategorikan lain
berdasarkan botani.
Misal mentimun disebut
sayuran secara kuliner, namun disebut buah secara botani. Jamur yang
secara biologi bukan merupakan tumbuhan, secara budaya disebut
sayuran. Sayuran seringkali diolah menjadi salad dan dimasak sebagai
makanan dengan rasa gurih atau asin.
Berbeda dengan buah-buahan yang selalu disajikan dalam wujud rasa yang manis,
namun hal ini bukanlah sebuah aturan yang berlaku secara universal. Umbi-umbian
seperti kentang dan singkong di
berbagai negara disebut dengan sayuran namun ada juga yang mengklasifikasikannya
ke dalam makanan
pokok bersama serealia.
Bawang
daun yang banyak dibudidayakan di Indonesia ada tiga macam, yaitu: 1. Bawang
prei atau leek (Allium porum L.), tidak berumbi dan mempunyai daun yang lebih
lebar dibandingkan dengan bawang merah maupun bawang putih, pelepahnya panjang
dan liat serta bagian dalam daun berbentuk pipih. 2. Kucai (Allium schoercoprasum),
mempunyai daun kecil, panjang, rongga di dalam daun kecil dan berwarna hijau,
serta berumbi kecil. 3. Bawang bakung atau bawang semprong (Allium fistulosum),
berdaun bulat panjang dengan rongga dalam daun seperti pipa, kadangkadang
berumbi. Bawang daun yang termasuk dalam famili Liliaceae ini mempunyai aroma
dan rasa yang khas, sehingga banyak digunakan untuk campuran masakan seperti
soto, sop dan lainnya, dan juga banyak dibutuhkan oleh perusahan produsen mie
instan.
Bawang daun cocok tumbuh, di dataran rendah maupun
dataran tinggi dengan ketinggian 250-1500 m dpl, meskipun di dataran rendah
anakan bawang daun tidak terlalu banyak. Daerah dengan curah hujan 150-200
mm/tahun dan suhu harian 18-25 0 C cocok untuk pertumbuhan bawang daun. Tanaman
ini menghendaki pH netral (6,5-7,5) dengan jenis tanah Andosol (bekas lahan
gunung berapi) atau tanah lempung berpasir.
BUDIDAYA TANAMAN
1.
Benih
Benih
bawang daun dapat berasal dari biji atau dari tunas anakan (stek tunas). Tunas
anakan diperoleh dengan cara memisahkan anakan yang sehat dan bagus
pertumbuhannya dari induknya. Benih bawang yang berasal dari biji mempunyai
kelemahan yaitu waktu panen yang lebih lama dibandingkan dengan benih yang
berasal dari tunas anakan.
2.
Persemaian
Bibit
dari stek tunas dapat langsung ditanam di lapangan dengan terlebih dahulu
mengurangi perakarannya untuk mengurangi penguapan. Benih dari biji harus
disemai dahulu sebelum ditanam di lapangan. Media semai berupa campuran pupuk
kandang dan tanah (1:1) yang telah digemburkan. Biji disebar secara merata
kemudian ditutup dengan lapisan tanah tipis (dengan ketebalan 0,5-1 cm) dan
disiram secukupnya. Bibit siap dipindahkan ke lapangan bila telah mempunyai 2-3
helai daun.
3.
Penyiapan
Lahan
dan Penanaman Lahan dicangkul dengan kedalamam 30-40 cm kemudian ditambahkan
pupuk kandang. Hal ini dilakukan karena bawang daun menghendaki tanah yang
gembur untuk pertumbuhannya. Kemudian siapkan bedengan dengan lebar 1-1,2 m
dengan panjang sesuai dengan kondisi lahan. Parit antar bedengan dibuat dengan
kedalaman 30 cm dan lebar 30 cm. Pembuatan parit sangat diperlukan agar
drainase lancar karena bawang daun tidak menyukai adanya genangan air. Jarak
tanam yang digunakan 20 cm x 25 cm, 25 cm x 25 cm atau 20 cm x 30 cm. Penanaman
dilakukan dengan cara membuat lubang tanam kecil dan bibit atau tunas anakan
ditanam dengan posisi tegak lurus dan ditimbun dengan tanah kembali dan
disiram.
4.
Pemeliharaan
Penyiangan
terhadap gulma dapat dilakukan bersamaan dengan pendangiran untuk menggemburkan
tanah yang mungkin mengalami pemadatan. Selain itu diperlukan penimbunan pada
pangkal batang. Langkah ini diperlukan untuk mendapatkan warna putih pada
batang semu bawang daun. Bawang daun berkualitas mempunyai batang semu yang
berwarna putih dengan panjang kurang lebih 1/3 keseluruhan tanaman. Batang semu
yang berwarna putih rasanya lebih enak sedangkan yang berwarna hijau lebih liat
sehingga kurang disukai. Penimbunan batang sebaiknya dilakukan secara bertahap
untuk menghindari pembusukan batang dan daun terutama saat tanaman masih muda.
Penyiraman harus dilakukan terutama bila bawang daun ditanam pada musim
kemarau, sedangkan apabila ditanam dimusim penghujan drainase harus
diperhatikan dengan baik agar tidak terjadi genangan air di lahan. Pemupukan
terdiri dari pupuk kandang yang diberikan pada saat pengolahan tanah dengan
dosis 10-15 ton/ ha. Pupuk lain yang diperlukan adalah pupuk Urea 200 kg/ha
yang diberikan 2 kali yaitu pada saat tanaman berumur 21 hari (setengah dosis)
dan sisanya pada saat tanaman berumur 42 hari. Pupuk SP 36 dan KCl juga
diberikan dua kali seperti pupuk Urea, dengan dosis pemupukan pertama SP 36 50
kg dan KCl 50 kg, dan pemupukan kedua SP 36 50 kg dan KCl 25 kg. Pemupukan
dilakukan dengan membuat larikan kurang lebih 5 cm di kiri dan kanan batang,
dan menaburkan pupuk pada larikan tersebut dan menimbunnya kembali dengan
tanah.
5.
Pengendalian
Organisme
Pengganggu Tumbuhan (OPT) Hama yang banyak ditemukan di pertanaman bawang daun
antara lain adalah Agrotis sp. (menyebabkan batang terpotong dan putus sehingga
tanaman mati), Spodoptera exigua (ulat bawang yang memakan daun bawang daun),
dan Thrips tabaci (menghisap cairan daun). Pengendalian ulat bawang secara
mekanis dapat dilakukan dengan mengumpulkan kelompok telur dan memusnahkannya.
Pengendalian dengan pestisida harus dilakukan dengan benar baik pemilihan
jenis, dosis, volume semprot, cara aplikasi, interval maupun waktu aplikasinya.
Penyakit yang menyerang tanaman bawang daun adalah Erwinia carotovora dengan
gejala berupa busuk lunak, basah dan mengeluarkan bau yang tidak enak, selain
itu juga serangan Alternaria porri (bercak ungu) yang menyerang daun.
Pengendalian penyakit ini dapat dilakukan dengan pergiliran tanaman untuk
memutus siklus hidup penyakit dan sanitasi kebun agar tidak lembab. Kondisi
kebun yang kotor dan lembab menyebabkan penyakit dapat berkembang dengan cepat.
6.
Panen dan Pascapanen
Tanaman
bawang daun mulai dapat dipanen pada umur 2 bulan setelah tanam. Potensi
hasilnya berkisar antara 7-15 ton/ha. Pemanenan dilakukan dengan mencabut
seluruh bagian tanaman termasuk akar, buang akar dan daun yang busuk atau layu.
Apabila bawang daun akan ditanam kembali pada pertanaman berikutnya, maka
dilakukan pemilihan.
III.
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan di atas dapat di simpulkan
bahwa selain komoditas unggulan (Padi, Kentang, dan Carica) yang sudah dibudidayakan
di daerah Dataran Tinggi Dieng Kabupaten Wonosobo, juga terdapat beberapa
komoditas bebuahan dan sayuran yang memiliki prospek pengembangan yang cocok
untuk daerah di sana. Salah satu jenis tanaman yang prospektif adalah bawang
daun (lonchang).
B. Saran
Perlu di lakukannya
survey lokasi secara langsung sehingga dapat diketahui spesifik lokasinya untuk
menentukan cocok tidaknya bawang daun di kembangkan.
DAFTAR
PUSTAKA
Cahyono,
B. 2005. Teknik Budidaya dan Analisis Usaha Tani Bawang Daun. Kanisius.
Yogyakarta.
Data
Geografis Wilayah Dieng. DPRD Kabupaten Wonosobo.
Laporan
Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Kabupaten Wonosobo. 2014.
Prawoto,
Nano. 2012. Model Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat Berbasis Kemandirian
untuk Mewujudkan Ketahanan Ekonomi dan Ketahanan Pangan. Jurnal Organisasi dan Manajemen. Vol. 8 No. 2: 135-154.
Rismunandar.
1984. Membudidayakan 5 jenis bawang.
Penerbit Sinar Baru Bandung. 116 hal.
Setiawati,W.,
Rini M., Gina A.S., dan Tri H. 2007. Petunjuk
Teknis Budidaya Tanaman Sayuran. Balai Penelitian Tanaman Sayur. Bandung.