iklan banner

Kamis, 16 November 2017

PENGUJIAN KADAR AIR BENIH



LAPORAN PRAKTIKUM
TEKNOLOGI DAN PRODUKSI BENIH
ACARA II
PENGUJIAN KADAR AIR BENIH


I.                   PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pengadaan benih dalam jumlah yang memadai dan tepat pada waktunya sering menjadi kendala karena daya simpan yang rendah. Sementara itu, pengadaan benih bermutu tinggi merupakan unsur penting dalam upaya peningkatan produksi tanaman. Kadar air benih selalu berubah tergantung kadar air lingkungannya, karena benih memiliki sifat selalu berusaha mencapai kondisi yang equilibrium dengan keadaan sekitarnya. Untuk mengatasi masalah perubahan kadar air benih, setelah benih diproses dengan kadar air tertentu maka benih tersebut harus dikemas dengan bahan pengemas yang dapat mempertahankan kadar airnya untuk jangka waktu tertentu.
Pengujian benih dilakukan dilaboratorium untuk menentukan baik mutu fisik maupu mutu fisiologik suatu jenis atau kelompok benih. Pengujian terhadap mutu fisik benih diantaranya adalah uji kadar air benih. Penentuan kadar air benih dari suatu kelompok benih sangat penting untuk dilaksanakan karena laju kemunduran suatu benih dipengaruhi pula oleh kadar airnya. Selain itu kadar air benih sangat berpengaruh terhadap daya simpan benih. Makin rendah kadar air benih, makin lama daya simpan benih tersebut. Selama perkembangan, pemasakan dan pematangan, kadar air benih menurun perlahan – lahan hingga benih yang dipanen akhirnya mengering sampai batas yang tidak ada lagi penurunan kelembaban, karena kadar airnya telah mencapai keseimbangan dengan kelembaban nisbi lingkungan sekitarnya.
Kadar air benih adalah berat air yang "dikandung" dan yang kemudian hilang karena pemanasan sesuai dengan aturan yang ditetapkan, yang dinyatakan dalam persentase terhadap berat awal contoh benih. Kadar air benih perlu diketahui untuk memperkirakan lamanya benih dapat disimpan atau daya simpan benih tersebut.

B.     Tujuan
Menguji kadar air benih dengan memanfaatkan berbagai cara dan alat pengukur


II.                TINJAUAN PUSTAKA
Benih merupakan material yang higroskopis, memiliki susunan yang kompleks dan heterogen. Air merupakan bagian yang fundamental terdapat demikian rupa dalam benih, artinya terdapat di setiap bagian dalam benih. Kadar air benih karena keadaan yang higroskopis itu tergantung pada lembab relatif dan temperatur. Lembab relatif dan temperatur demikian menentukan dalam adanya tekanan uap dalam benih dan dalam udara di sekitarnya. Apabila tekanan uap dalam benih ternyata lebih besar daripada tekanan udara di sekitarnya, maka uap air akan menerobos dan keluar dari dalam benih. Sebaliknya jika tekanan uap air di luar benih lebih tinggi, maka uap akan menerobos masuk ke dalam benih. Dan apabila tekanan uap di dalam benih sama kuatnya dengan tekanan uap di luar benih, maka dalam keadaan demikian tidak akan terjadi pergerakan uap serta dalam keadaan demikian inilah terjadinya kadar air yang seimbang. (Katrasapoetra, 1986)
Faktor-faktor yang mempengaruhi viabilitas benih selama penyimpanan dibagi menjadi factor internal dan eksternal. Faktor internal mencakup sifat genetik , daya tumbuh dan vigor , kondisi kulit dan kadar air benih awal. Faktor eksternal antara lain kemasan benih, komposisi gas, suhu dan kelembaban ruang simpan (Copeland dan Donald, l985).
Menurut Harrington (1972), masalah yang dihadapi dalam penyimpanan benih makin kompleks sejalan dengan meningkatnya kadar air benih. Penyimpanan benih yang berkadar air tinggi dapat menimbulkan resiko terserang cendawan. Benih adalah bersifat higroskopis, sehingga benih akan mengalami kemundurannya tergantung dari tingginya faktor-faktor kelembaban relatif udara dan suhu lingkungan dimana benih disimpan.
Kadar air optimum dalam penyimpanan bagi sebagian besar benih adalah antara 6%-8%. Kadar air yang terlalu tinggi dapat menyebabkan benih berkecambah sebelum ditanam. Sedang dalam penyimpanan menyebabkan naiknya aktifitas pernafasan yang dapat berakibat terkuras habisnya bahan cadangan makanan dalam benih. Selain itu merangsang perkembangan cendawan patogen di dalam tempat penyimpanan. Tetapi perlu diingat bahwa kadar air yang telalu rendah akan menyebabkan kerusakan pada embrio. (Mugnisjah, 1990)
Makin tinggi kandungan air benih makin tidak tahan benih tersebut untuk disimpan lama. Untuk setiap kenaikan 1 % dari kandungan air benih maka umur benih akan menjadi setengahnya. Hukum ini berlaku untuk kandungan air benih antara 5 dan 14 %. Karena dibawah 5 % kecepatan menuanya umur benih dapat meningkat disebabkan oleh autoksidasilipid di dalam benih. Sedangkan diatas 14 % akan terdapat cendawan gudang yang merusak kapasitas perkecambahan benih (Hong dan Ellis 2005).
III.             METODE PRAKTIKUM
A.    Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan pada praktikum kali ini yaitu oven, timbangan, moisture tester, alat tulis dan amplop kertas. Bahan yang digunakan yaitu benih padi.
B.     Prosedur Kerja
1.      Metode Dasar
a.       Ditimbang berat awal benih kedelai
b.      Benih kedelai yang telah ditimbang dimasukkan ke dalam amplop kemudian dioven selama 2 x 24 jam
c.       Setelah 2 x 24 jam benih ditimbang kembali sebagai berat akhir
d.      Dihitung besar KA dengan rumus
KA = Berat Awal – Berat Akhir
e.       Dihitung persentase KA
2.      Metode Praktek dengan Moisture Tester
a.       Disiapkan dan dicek alat moisture tester serta contoh benih padi yang akan diukur kadar airnya.
b.      Moisture tester dipastikan dalam keadaan hidup.
c.       Setelah alat siap, diambil 8 bulir padi sebagai sampel yang akan diukur kadar airnya, kemudian sampel tersebut dimasukkan ke dalam tempat penghancuran benih (lubang pengujian pada alat tersebut)
d.      Selanjutnya diputas panel penghancur benih sehingga benihnya hancur
e.       Kemudian pada moisture tester ditekan tombol “paddy” kemudian tekan tombol “meas”
f.       Dilihat angka pada monitor yang menunjukkan kadar air benih tersebut
g.      Dilakukan tiga kali ulangan kemudian masing – masing kadar air dicatat besarnya
h.      Kemudian diperoleh rata – rata kadar air untuk sampel benih padi yang dilakukan

IV.             HASIL DAN PEMBAHASAN
A.    Hasil Pengamatan
1.      KA Moisture Tester (3x ulangan)
%KA =
           =
= 13,33%
2.      KA (oven) = Berat awal – Berat akhir
= 20 gram – 18,8 gram
= 1,2 gram
            %KA   =  x 100%
=  x 100%
= 6%
Kesimpulan :
%KA menurut literature = 14%
Jadi pengukuran kadar air dengan alat moisture tester lebih baik dari pada yang dioven, karena persentase kadar air moisture tester hasilnya mendekati hasil menurut literature yaitu 13,33% sedangkan menurut literature 14%. Untuk yang dioven yaitu 6%lebih kecil dibandingkan hasil menurut literature.



B.     Pembahasan
Kadar air biji ini penting artinya untuk menetapkan waktu panen, karena waktu pemanenan harus dilakukan pada tingkat kadar air biji tertentu pada masing-masing spesies atau varietas. Umumnya tanaman padi-padian (serealia) dan biji-bijian dipanen pada kadar air biji sekitar 20 persen. Umumnya kadar air biji 30 persen merupakan batas tertinggi untuk panen (Kamil, 1979). Menurut Sutopo (2002) bahwa penentuan kadar air benih dari suatu kelompok benih sangat penting untuk dilakukan, karena laju kemunduran suatu benih dipengaruhi pula oleh kadar airnya. Kadar air benih merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi daya simpan benih.Jika kadar air benih terlalu tinggi dapat memacu respirasi dan berbagai cendawan dapat tumbuh (Nelson, 2001).
Faktor-faktor yang mempengaruhi kadar air benih:
a)      Tipe benih, menurut Sutarno (1997), secara teknologi dikenal benih yang bersifat ortodoks dan rekalsitran. Benih ortodoks tidak mati walaupun dikeringkan sampai kadar air yang relatif sangat rendah dengan cara pengeringan cepat dan juga tidak mati kalau benih itu disimpan dalam keadaan suhu yang relatif rendah. contoh benih yang bersifat ortodoks antara lain adalah benih Acacia mangium W. (Akasia), Dalbergia latifolia R. (Sonobrit), Eucalyptus urophylla S. T. (Ampupu), Eucalyptus deglupta B. (Leda), Gmelina arborea L. (Gmelina), Paraserianthes falcataria F. (Sengon), Pinus mercusii Jung et de Vriese (Tusam), dan Santalum album (Cendana). Benih yang bersifat rekalsitran, akan mati kalau kadar airnya diturunkan sebelum mencapai kering dan tidak tahan di tempat yang bersuhu rendah. Contoh benih ini adalah Agathis lorantifolia S. (Damar), Diosypros celebica B . (Eboni), Hevea brasiliensis A.(Karet), Macadamia hildenbrandii S. (makadame), Shore compressa, Shorea seminis V. SI.
b)      Ukuran benih, menurut hasil penelitian Priestley (1986) menunjukkan bahwa ukuran biji berpengaruh terhadap keseragaman pertumbuhan tanaman dan daya simpan benih. Pada beberapa spesies, biji-biji yang lebih kecil dalam suatu lot benih dari varietas yang sama mempunyai masa hidup yang lebih pendek.
c)      Penyimpanan, menurut Harrington (1972), masalah yang dihadapi dalam penyimpanan benih semakin kompleks sejalan dengan meningkatnya kadar air benih. Penyimpanan benih yang berkadar air tinggi dapat menimbulkan resiko terserang cendawan.

Pada praktikum kali ini menggunakan 2 metode pengukuran kadar air benih, yaitu dengan dioven (metode dasar) dan dengan menggunakan alat moisture tester  (metode praktek). Pada pengukuran dengan metode dasar sesuai dengan yang dilakukan pada saat pelaksanaan praktikum yaitu yang pertama benih ditimbang dengan berat 20 gram. Kemudian dimasukan kedalam amplop kertas dan dioven selama 4x12 jam. Setelah dioven sampai kering, benih kemudian ditimbang lagi dan dihitung kadar air benihnya dengan menggunakan rumus penghitungan % KA yang sama seperti menurut Kamil (1979)  yaitu :
Sedangkan untuk pengukuran kadar air benih dengan metode praktek menggunakan moisture tester yaitu benih diambil beberapa dan dimasukan pada alat moisture tester kemudian sekrup diputar. Lalu tekan tombol yang ada pada moisture tester sesuai dengan jenis benih yang akan diuji. Karena pada praktikum ini menggunakan gabah sehingga tombol yang ditekan adalah paddy. Selanjutnya tekan tombol meas untuk mengetahui persentase kadar air benih yang diuji.  Pengukuran kadar air benih untuk mengetahui besarnya kandungan air pada benih yang diuji. Pengujian ini sama seperti yang dikemukakan oleh Kuswanto (1997) bahwa cara penentuan kadar air benih pada garis besarnya dapat digolongkan atas metode dasar dan metode praktek. Pada metode dasar, benih itu dikeringkan atau dipanaskan pada temperatur tertentu sehingga mencapai berat yang tetap, kehilangan berat sebagai akibat pemanasan atau pengeringan itu selanjutnya ditentukan dan  dianggap kadar air benih asal. Pada metode praktek, penentuan kadar air benih berdasarkan atas sifat konduktifitas dan dielektrik benih, yang kedua sifat ini tergantung dari kadar air dan temperatur benih. Pada metode dasar antara lain termasuk metode tungku  (oven method). Pada metode praktek antara lain elektrik moisture tester (Kuswanto, 1997).
Metode pengukuran kadar air benih secara langsung, kadar air benih dihitung secara langsung dari berkurangnya berat benih akibat hilangnya air dalam benih dan ini yang sering disebut dengan metode oven, sedangkan pengukuran kadar air secara tidak langsung kadar air di ukur tanpa mengeluarkan air dari benih, tetapi dengan menggunakan hambatan listrik dalam benih yang kemudian dikorelasikan dengan kadar air biaanya dengan menggunakan alat yang bernama Steinlete Moisture Tester (Hasanah 2006).
  Kelebihan dari metode pengukuran secara langsung yakni dengan menggunakan oven atau pengusangan yakni kevalidannya lebih tinggi (metode praktis dan tingkat ketelitiannya cukup tinggi). Selain itu keunggulan lainnya adalah metode oven dapat digunakan untuk menguji kadar air semua jenis benih dan pengujian dengan beberapa ulangan dengan jenis benih yang sama hasilnya relatif sama atau seragam. Kelemahan dari pengukuran kadar air dengan metode oven yakni membutuhkan beberapa langkah untuk dapat memperoleh kadar air sehingga waktu yang dibutuhka lebih lama. Selain itu jika kadar air benih terlalu tinggi > 17% harus dilakukan pengeringan pendahuluan supaya kadar air dapat diturunkan. Ketentuan 17% tidak berlaku secara umum melainkan berlaku untuk jenis benih tertentu saja, terutama benih orthodox. Hasil pengukuran kadar air benih rawan terjadi penyimpangan jika tidak dilakukan pengeringan dengan waktu yang tepat, misalnya jika terlalu lama proses pengeringan berlangsung kadar air benih akan sangat rendah yang berakibat terjadinya kerusakan pada benih. Sebaliknya jika waktu pengeringan kurang lama kadar air benih terlalu tinggi sehingga membutuhkan pengeringan lebih lanjut. Kekurangan lain dari metode oven yakni banyak membutuhkan peralatan yang dibutuhkan, harus sering menimbang bahan yang diuji, serta pengujiannya membutuhkan waktu yang lebih lama. Sedangkan keunggulan dari metode tidak langsung dengan mengunakan moisture tester yakni hasil dapat diperoleh secara cepat setelah benih dilakukan pengujian. Pengukuran kadar air hanya dilakukan satu tahap saja, tidak perlu mengulang seperti pada pengukuran secara langsung dengan oven. Sedangkan kelemahannnya adalah hasil pengukuran kadar air jenis benih tertentu hasilnya tidak sama (tidak seragam), dan moisture tester tidak bisa digunakan untuk digunakan dalam pengukuran kadar air untuk semua jenis benih. Selain itu pada moisture tester perlu dilakukan kalibrasi setiap kali pengukuran, setiap benih harus dilakukan kalibrasi yang berbeda karena mempunyai kode tertentu yang berbeda. Moisture tester cenderung kurang teliti jika digunakan untuk mengukur kadar air yang terlalu rendah. Perlu diketahui bahwa moisture tester bekerja berdasarkan pengukuran daya hantar listrik (DHL) benih, sehingga kemampuan pengukurannya berbeda – beda pada kadar air benih yang berbeda. Metode pengukuran kadar air baik secara langsung maupun tidak langsung mempunyai beberapa kelebihan maupun kekurangan, oleh karena itu perlu dilakukan validasi alat uji. Validasi adalah suatu tindakan pembuktian, artinya validasi merupakan suatu pekerjaan dokumentasi. Validasi metode analisis bertujuan untuk memastikan dan mengkonfirmasi bahwa metode analisis tersebut sudah sesuai untuk peruntukannya (Sudrajat , dkk., 2008). 
Berdasarkan praktikum yang dilakukan didapatkan hasil untuk pengukuran kadar air dengan menggunakan moisture tester yaitu 13,33%. Sedangkan untuk pengukuran kadar air dengan cara dioven terlebih dahulu didapatkan hasil sebesar 6%. Terdapat perbedaan hasil pengukuran kadar air benih dengan metode praktek dan metode dasar. Hal ini mungkin disebabkan karena tingkat validasi masing-masing metode berbeda, diimana masing-masing metode memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Untuk mendapatkan hasil yang tidak berbeda nyata maka perlu dilakukan validasi alat uji seperti yang dikemukakan oleh Sudrajat , dkk (2008) bahwa metode pengukuran kadar air baik secara langsung maupun tidak langsung mempunyai beberapa kelebihan maupun kekurangan, oleh karena itu perlu dilakukan validasi alat uji. Validasi metode analisis bertujuan untuk memastikan dan mengkonfirmasi bahwa metode analisis tersebut sudah sesuai untuk peruntukannya. Berikut gambar hasil pengukuran dengan metode dasar (dioven)
Gambar 3. Hasil pengukuran dengan metode dasar (dioven)


V.          KESIMPULAN DAN SARAN
A.    Kesimpulan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa pengukuran kadar air benih dapat menggunakan dua metode yaitu dengan metode dasar (dengan dioven) dan dengan metode praktek menggunakan moisture tester. Dengan metode praktek didapatkan kadar air benih sebesar 13,3% dan dengan metode dasar didapatkan hasil kadar air benih 6%.

B.     Saran
Sebaiknya praktikanlebih teliti dan cermat dalam melakukan seluruh kegiatan praktikum agar pelaksanaan praktikum lebih cepat.

DAFTAR PUSTAKA
Copeland. L.O. dan M.B. Mc. Donald. 1985. Principles of Seed Science and Technology.Burgess Publishing Company. New York. 369 p.
Ferdian 2010. Ilmu Pertanian. Jurnal Kultura. Vol. 11 (No.1). halaman : 22-31.
Harrington, J. F. 1972. Seed storage and longevity. p. 145-246., T. T. Kozlowski Ed. Seed Biology. Vol. 111. Academic Press. New York.
Hasanah, M  dan D Rusmin 2006. Teknologi Pengelolaan Benih Beberapa Tanaman Obat Di Indonesia. Balai Penelitian Pangan dan Obat. Jurnal Litbang Pertanian. Volume 25 (2) : 68 – 73. Bogor.
Hong T D and R H Ellis 2005. A protocol to determine seed storage behaviour IPGRI Technical  Bulletin No1. Dept. of Agric. The University of Reading, UK.
Kamil, Jurnalis. 1979. Teknologi Benih I. Angkasa Raya. Padang.
Kartasapoetra, A. G.  2003.  Teknologi Benih, Pengolahan Benih dan Tuntunan Praktikum.  Jakarta: PT Rineka Cipta.
Kuswanto, H. 1997. Analisis Benih. Penerbit ANDI, Yogyakarta.
Mugnisjah, W. Q. Dan Asep Setiawan. 1990. Pengantar Produksi Benih. Rajawali Press, Jakarta.
Priestley, D.A. 1986. Seed aging. Comstcok publishing associates. A division of cornell Univ. Press 
Purwanti, Setyastuti. 2004. Kajian Suhu Ruang Simpan Terhadap Kualitas Benih Kedelai Hitam dan Kedelai Kuning. Ilmu Pertanian Vol. 11 No. 1. 2004:22-31.
Sudrajat ., Dede J., Nurhasybi. 2008. Pengembangan Standar Pengujian Kadar Air dan Perkecambahan Benih Beberapa Jenis Tanaman Hutan Untuk Menunjang Program Penanaman Hutan. Balai Penelitian Teknologi Perbenihan. Bogor.
Sutarno dkk,1997. Pengenalan Pemberdayaan Pohon Hutan. Prosea Indonesia -Prosea  Network Office. Pusat Diklat Pegawai & SDM Kehutanan. Bogor.
Sutopo, Lita. 2002. Teknologi Benih. Rajawali pers. Jakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

HANTARAN HIDROLIK