LAPORAN PRAKTIKUM
TEKNOLOGI DAN PRODUKSI BENIH
ACARA II
PENGUJIAN KADAR AIR BENIH
I.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pengadaan benih
dalam jumlah yang memadai dan tepat pada waktunya sering menjadi kendala karena
daya simpan yang rendah. Sementara itu, pengadaan benih bermutu tinggi
merupakan unsur penting dalam upaya peningkatan produksi tanaman. Kadar air
benih selalu berubah tergantung kadar air lingkungannya, karena benih memiliki
sifat selalu berusaha mencapai kondisi yang equilibrium dengan keadaan
sekitarnya. Untuk mengatasi masalah perubahan kadar air benih, setelah benih
diproses dengan kadar air tertentu maka benih tersebut harus dikemas dengan
bahan pengemas yang dapat mempertahankan kadar airnya untuk jangka waktu
tertentu.
Pengujian benih
dilakukan dilaboratorium untuk menentukan baik mutu fisik maupu mutu fisiologik
suatu jenis atau kelompok benih. Pengujian terhadap mutu fisik benih
diantaranya adalah uji kadar air benih. Penentuan kadar air benih dari suatu
kelompok benih sangat penting untuk dilaksanakan karena laju kemunduran suatu
benih dipengaruhi pula oleh kadar airnya. Selain itu kadar air benih sangat
berpengaruh terhadap daya simpan benih. Makin rendah kadar air benih, makin
lama daya simpan benih tersebut. Selama
perkembangan, pemasakan dan pematangan, kadar air benih menurun perlahan
– lahan hingga benih yang dipanen akhirnya mengering sampai batas yang
tidak ada
lagi penurunan kelembaban, karena kadar airnya telah
mencapai keseimbangan dengan kelembaban nisbi lingkungan sekitarnya.
Kadar
air benih adalah berat air yang "dikandung" dan yang kemudian hilang
karena pemanasan sesuai dengan aturan yang ditetapkan, yang dinyatakan dalam
persentase terhadap berat awal contoh benih. Kadar air benih perlu diketahui
untuk memperkirakan lamanya benih dapat disimpan atau daya simpan benih
tersebut.
B.
Tujuan
Menguji
kadar air benih dengan memanfaatkan berbagai cara dan alat pengukur
II.
TINJAUAN
PUSTAKA
Benih merupakan material yang higroskopis, memiliki
susunan yang kompleks dan heterogen. Air merupakan bagian yang fundamental
terdapat demikian rupa dalam benih, artinya terdapat di setiap bagian dalam
benih. Kadar air benih karena keadaan yang higroskopis itu tergantung pada
lembab relatif dan temperatur. Lembab relatif dan temperatur demikian
menentukan dalam adanya tekanan uap dalam benih dan dalam udara di sekitarnya. Apabila
tekanan uap dalam benih ternyata lebih besar daripada tekanan udara di
sekitarnya, maka uap air akan menerobos dan keluar dari dalam benih. Sebaliknya
jika tekanan uap air di luar benih lebih tinggi, maka uap akan menerobos masuk
ke dalam benih. Dan apabila tekanan uap di dalam benih sama kuatnya dengan
tekanan uap di luar benih, maka dalam keadaan demikian tidak akan terjadi
pergerakan uap serta dalam keadaan demikian inilah terjadinya kadar air yang
seimbang. (Katrasapoetra, 1986)
Faktor-faktor yang mempengaruhi viabilitas benih
selama penyimpanan dibagi menjadi factor internal dan eksternal. Faktor
internal mencakup sifat genetik , daya tumbuh dan vigor , kondisi kulit dan
kadar air benih awal. Faktor eksternal antara lain kemasan benih, komposisi
gas, suhu dan kelembaban ruang simpan (Copeland dan Donald, l985).
Menurut Harrington (1972), masalah yang dihadapi dalam
penyimpanan benih makin kompleks sejalan dengan meningkatnya kadar air benih.
Penyimpanan benih yang berkadar air tinggi dapat menimbulkan resiko terserang
cendawan. Benih adalah bersifat higroskopis, sehingga benih akan mengalami
kemundurannya tergantung dari tingginya faktor-faktor kelembaban relatif udara
dan suhu lingkungan dimana benih disimpan.
Kadar air
optimum dalam penyimpanan bagi sebagian besar benih adalah antara 6%-8%. Kadar
air yang terlalu tinggi dapat menyebabkan benih berkecambah sebelum ditanam.
Sedang dalam penyimpanan menyebabkan naiknya aktifitas pernafasan yang dapat
berakibat terkuras habisnya bahan cadangan makanan dalam benih. Selain itu
merangsang perkembangan cendawan patogen di dalam tempat penyimpanan. Tetapi
perlu diingat bahwa kadar air yang telalu rendah akan menyebabkan kerusakan
pada embrio. (Mugnisjah, 1990)
Makin tinggi kandungan air benih makin
tidak tahan benih tersebut untuk disimpan lama. Untuk setiap kenaikan 1 % dari
kandungan air benih maka umur benih akan menjadi setengahnya. Hukum ini berlaku
untuk kandungan air benih antara 5 dan 14 %. Karena dibawah 5 % kecepatan
menuanya umur benih dapat meningkat disebabkan oleh autoksidasilipid di dalam
benih. Sedangkan diatas 14 % akan terdapat cendawan gudang yang merusak
kapasitas perkecambahan benih (Hong dan Ellis 2005).
III.
METODE
PRAKTIKUM
A.
Alat
dan Bahan
Alat-alat yang digunakan pada praktikum
kali ini yaitu oven, timbangan, moisture tester, alat tulis dan amplop kertas.
Bahan yang digunakan yaitu benih padi.
B.
Prosedur
Kerja
1.
Metode Dasar
a. Ditimbang
berat awal benih kedelai
b. Benih
kedelai yang telah ditimbang dimasukkan ke dalam amplop kemudian dioven selama
2 x 24 jam
c. Setelah
2 x 24 jam benih ditimbang kembali sebagai berat akhir
d. Dihitung
besar KA dengan rumus
KA = Berat Awal – Berat
Akhir
e. Dihitung
persentase KA
2. Metode
Praktek dengan Moisture Tester
a. Disiapkan
dan dicek alat moisture tester serta contoh benih padi yang akan diukur kadar
airnya.
b. Moisture
tester dipastikan dalam keadaan hidup.
c. Setelah
alat siap, diambil 8 bulir padi sebagai sampel yang akan diukur kadar airnya,
kemudian sampel tersebut dimasukkan ke dalam tempat penghancuran benih (lubang
pengujian pada alat tersebut)
d. Selanjutnya
diputas panel penghancur benih sehingga benihnya hancur
e. Kemudian
pada moisture tester ditekan tombol “paddy” kemudian tekan tombol “meas”
f. Dilihat
angka pada monitor yang menunjukkan kadar air benih tersebut
g. Dilakukan
tiga kali ulangan kemudian masing – masing kadar air dicatat besarnya
h. Kemudian
diperoleh rata – rata kadar air untuk sampel benih padi yang dilakukan
IV.
HASIL
DAN PEMBAHASAN
A.
Hasil
Pengamatan
1. KA
Moisture Tester (3x ulangan)
%KA =
=
= 13,33%
2. KA
(oven) = Berat awal – Berat akhir
= 20 gram – 18,8 gram
= 1,2 gram
%KA =
x
100%
=
x
100%
=
6%
Kesimpulan
:
%KA
menurut literature = 14%
Jadi pengukuran kadar air dengan alat
moisture tester lebih baik dari pada yang dioven, karena persentase kadar air
moisture tester hasilnya mendekati hasil menurut literature yaitu 13,33%
sedangkan menurut literature 14%. Untuk yang dioven yaitu 6%lebih kecil dibandingkan
hasil menurut literature.
B.
Pembahasan
Kadar air biji ini
penting artinya untuk menetapkan waktu panen, karena waktu pemanenan harus
dilakukan pada tingkat kadar air biji tertentu pada masing-masing spesies atau
varietas. Umumnya tanaman padi-padian (serealia) dan biji-bijian dipanen pada
kadar air biji sekitar 20 persen. Umumnya
kadar air biji 30 persen merupakan batas tertinggi untuk panen (Kamil, 1979).
Menurut Sutopo (2002) bahwa penentuan kadar air benih dari
suatu kelompok benih sangat penting untuk dilakukan, karena laju kemunduran
suatu benih dipengaruhi pula oleh kadar airnya. Kadar air benih merupakan salah
satu faktor penting yang mempengaruhi daya simpan benih.Jika kadar air benih
terlalu tinggi dapat memacu respirasi dan berbagai cendawan dapat tumbuh
(Nelson, 2001).
Faktor-faktor yang mempengaruhi kadar air benih:
a) Tipe
benih, menurut Sutarno (1997), secara teknologi dikenal benih yang
bersifat ortodoks dan rekalsitran. Benih ortodoks tidak mati walaupun
dikeringkan sampai kadar air yang relatif sangat rendah dengan cara pengeringan
cepat dan juga tidak mati kalau benih itu disimpan dalam keadaan suhu yang
relatif rendah. contoh benih yang bersifat ortodoks antara lain
adalah benih Acacia mangium W. (Akasia), Dalbergia
latifolia R. (Sonobrit), Eucalyptus
urophylla S. T. (Ampupu), Eucalyptus deglupta B.
(Leda), Gmelina arborea L. (Gmelina), Paraserianthes
falcataria F. (Sengon), Pinus mercusii Jung et de Vriese
(Tusam), dan Santalum album (Cendana). Benih yang bersifat
rekalsitran, akan mati kalau kadar airnya diturunkan sebelum mencapai kering
dan tidak tahan di tempat yang bersuhu rendah. Contoh benih ini
adalah Agathis lorantifolia S. (Damar), Diosypros
celebica B . (Eboni), Hevea
brasiliensis A.(Karet), Macadamia hildenbrandii S. (makadame), Shore
compressa, Shorea seminis V. SI.
b)
Ukuran benih, menurut hasil penelitian
Priestley (1986) menunjukkan bahwa ukuran biji berpengaruh terhadap keseragaman
pertumbuhan tanaman dan daya simpan benih. Pada beberapa spesies, biji-biji
yang lebih kecil dalam suatu lot benih dari varietas yang sama mempunyai masa
hidup yang lebih pendek.
c) Penyimpanan,
menurut Harrington (1972), masalah yang dihadapi dalam penyimpanan benih
semakin kompleks sejalan dengan meningkatnya kadar air benih. Penyimpanan benih
yang berkadar air tinggi dapat menimbulkan resiko terserang cendawan.
Pada praktikum kali ini menggunakan 2 metode
pengukuran kadar air benih, yaitu dengan dioven (metode dasar) dan dengan
menggunakan alat moisture tester (metode
praktek). Pada pengukuran dengan metode dasar sesuai dengan yang dilakukan pada
saat pelaksanaan praktikum yaitu yang pertama benih ditimbang dengan berat 20
gram. Kemudian dimasukan kedalam amplop kertas dan dioven selama 4x12 jam.
Setelah dioven sampai kering, benih kemudian ditimbang lagi dan dihitung kadar
air benihnya dengan menggunakan rumus penghitungan % KA yang sama seperti
menurut Kamil (1979) yaitu :
Sedangkan untuk pengukuran kadar air
benih dengan metode praktek menggunakan moisture tester yaitu benih diambil
beberapa dan dimasukan pada alat moisture tester kemudian sekrup diputar. Lalu
tekan tombol yang ada pada moisture tester sesuai dengan jenis benih yang akan
diuji. Karena pada praktikum ini menggunakan gabah sehingga tombol yang ditekan
adalah paddy. Selanjutnya tekan tombol meas untuk mengetahui persentase kadar
air benih yang diuji. Pengukuran kadar
air benih untuk mengetahui besarnya kandungan air pada benih yang diuji.
Pengujian ini sama seperti yang dikemukakan oleh Kuswanto (1997) bahwa cara
penentuan kadar air benih pada garis besarnya dapat digolongkan atas metode
dasar dan metode praktek. Pada metode dasar, benih itu dikeringkan atau
dipanaskan pada temperatur tertentu sehingga mencapai berat yang tetap,
kehilangan berat sebagai akibat pemanasan atau pengeringan itu selanjutnya
ditentukan dan dianggap kadar air benih asal. Pada metode praktek,
penentuan kadar air benih berdasarkan atas sifat konduktifitas dan dielektrik
benih, yang kedua sifat ini tergantung dari kadar air dan temperatur benih.
Pada metode dasar antara lain termasuk metode tungku (oven method). Pada
metode praktek antara lain elektrik moisture tester (Kuswanto, 1997).
Metode pengukuran kadar air benih secara langsung,
kadar air benih dihitung secara langsung dari berkurangnya berat benih akibat
hilangnya air dalam benih dan ini yang sering disebut dengan metode oven,
sedangkan pengukuran kadar air secara tidak langsung kadar air di ukur tanpa
mengeluarkan air dari benih, tetapi dengan menggunakan hambatan listrik dalam
benih yang kemudian dikorelasikan dengan kadar air biaanya dengan menggunakan
alat yang bernama Steinlete Moisture Tester (Hasanah 2006).
Kelebihan dari metode
pengukuran secara langsung yakni dengan menggunakan oven atau pengusangan yakni
kevalidannya lebih tinggi (metode praktis dan tingkat ketelitiannya cukup
tinggi). Selain itu keunggulan lainnya adalah metode oven dapat digunakan untuk
menguji kadar air semua jenis benih dan pengujian dengan beberapa ulangan
dengan jenis benih yang sama hasilnya relatif sama atau seragam. Kelemahan
dari pengukuran kadar air dengan metode oven yakni membutuhkan beberapa langkah
untuk dapat memperoleh kadar air sehingga waktu yang dibutuhka lebih lama.
Selain itu jika kadar air benih terlalu tinggi > 17% harus dilakukan
pengeringan pendahuluan supaya kadar air dapat diturunkan. Ketentuan 17% tidak
berlaku secara umum melainkan berlaku untuk jenis benih tertentu saja, terutama
benih orthodox. Hasil pengukuran kadar air benih rawan terjadi penyimpangan
jika tidak dilakukan pengeringan dengan waktu yang tepat, misalnya jika terlalu
lama proses pengeringan berlangsung kadar air benih akan sangat rendah yang
berakibat terjadinya kerusakan pada benih. Sebaliknya jika waktu pengeringan
kurang lama kadar air benih terlalu tinggi sehingga membutuhkan pengeringan
lebih lanjut. Kekurangan lain dari metode oven yakni banyak membutuhkan
peralatan yang dibutuhkan, harus sering menimbang bahan yang diuji, serta
pengujiannya membutuhkan waktu yang lebih lama. Sedangkan keunggulan dari
metode tidak langsung dengan mengunakan moisture tester yakni hasil dapat
diperoleh secara cepat setelah benih dilakukan pengujian. Pengukuran kadar air
hanya dilakukan satu tahap saja, tidak perlu mengulang seperti pada pengukuran
secara langsung dengan oven. Sedangkan kelemahannnya adalah hasil pengukuran
kadar air jenis benih tertentu hasilnya tidak sama (tidak seragam), dan
moisture tester tidak bisa digunakan untuk digunakan dalam pengukuran kadar air
untuk semua jenis benih. Selain itu pada moisture tester perlu dilakukan
kalibrasi setiap kali pengukuran, setiap benih harus dilakukan kalibrasi yang
berbeda karena mempunyai kode tertentu yang berbeda. Moisture tester cenderung
kurang teliti jika digunakan untuk mengukur kadar air yang terlalu rendah.
Perlu diketahui bahwa moisture tester bekerja berdasarkan pengukuran daya
hantar listrik (DHL) benih, sehingga kemampuan pengukurannya berbeda – beda
pada kadar air benih yang berbeda. Metode pengukuran kadar air baik secara
langsung maupun tidak langsung mempunyai beberapa kelebihan maupun kekurangan,
oleh karena itu perlu dilakukan validasi alat uji. Validasi adalah suatu
tindakan pembuktian, artinya validasi merupakan suatu pekerjaan dokumentasi.
Validasi metode analisis bertujuan untuk memastikan dan mengkonfirmasi bahwa
metode analisis tersebut sudah sesuai untuk peruntukannya (Sudrajat , dkk.,
2008).
Berdasarkan praktikum yang dilakukan
didapatkan hasil untuk pengukuran kadar air dengan menggunakan moisture tester
yaitu 13,33%. Sedangkan untuk pengukuran kadar air dengan cara dioven terlebih
dahulu didapatkan hasil sebesar 6%. Terdapat perbedaan hasil pengukuran kadar
air benih dengan metode praktek dan metode dasar. Hal ini mungkin disebabkan
karena tingkat validasi masing-masing metode berbeda, diimana masing-masing
metode memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Untuk mendapatkan hasil
yang tidak berbeda nyata maka perlu dilakukan validasi alat uji seperti yang
dikemukakan oleh Sudrajat , dkk (2008) bahwa metode pengukuran kadar air baik
secara langsung maupun tidak langsung mempunyai beberapa kelebihan maupun
kekurangan, oleh karena itu perlu dilakukan validasi alat uji. Validasi metode
analisis bertujuan untuk memastikan dan mengkonfirmasi bahwa metode analisis
tersebut sudah sesuai untuk peruntukannya. Berikut gambar hasil pengukuran
dengan metode dasar (dioven)
Gambar 3. Hasil pengukuran dengan metode dasar (dioven)
V.
KESIMPULAN
DAN SARAN
A.
Kesimpulan
Berdasarkan
praktikum yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa pengukuran kadar
air benih dapat menggunakan dua metode yaitu dengan metode dasar (dengan
dioven) dan dengan metode praktek menggunakan moisture tester. Dengan metode
praktek didapatkan kadar air benih sebesar 13,3% dan dengan metode dasar
didapatkan hasil kadar air benih 6%.
B.
Saran
Sebaiknya
praktikanlebih teliti dan cermat dalam melakukan seluruh kegiatan praktikum
agar pelaksanaan praktikum lebih cepat.
DAFTAR
PUSTAKA
Copeland. L.O. dan
M.B. Mc. Donald. 1985. Principles of Seed Science and Technology.Burgess
Publishing Company. New York. 369 p.
Ferdian
2010. Ilmu Pertanian. Jurnal
Kultura. Vol. 11 (No.1). halaman : 22-31.
Harrington,
J. F. 1972. Seed storage and
longevity. p. 145-246., T. T. Kozlowski Ed. Seed Biology. Vol. 111. Academic Press. New York.
Hasanah,
M dan D Rusmin 2006. Teknologi Pengelolaan Benih Beberapa Tanaman
Obat Di Indonesia. Balai Penelitian Pangan dan Obat. Jurnal Litbang Pertanian. Volume 25 (2) : 68 – 73. Bogor.
Hong
T D and R H Ellis 2005. A protocol to determine seed storage
behaviour IPGRI Technical Bulletin
No1. Dept. of Agric. The University of Reading, UK.
Kamil,
Jurnalis. 1979. Teknologi Benih I. Angkasa Raya. Padang.
Kartasapoetra, A. G.
2003. Teknologi Benih, Pengolahan Benih dan Tuntunan Praktikum. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Kuswanto, H. 1997. Analisis
Benih. Penerbit ANDI, Yogyakarta.
Mugnisjah,
W. Q. Dan Asep Setiawan. 1990. Pengantar
Produksi Benih. Rajawali Press, Jakarta.
Priestley,
D.A. 1986. Seed aging. Comstcok
publishing associates. A division of cornell Univ. Press
Purwanti,
Setyastuti. 2004. Kajian Suhu Ruang Simpan Terhadap Kualitas Benih Kedelai
Hitam dan Kedelai Kuning. Ilmu Pertanian
Vol. 11 No. 1. 2004:22-31.
Sudrajat ., Dede J., Nurhasybi. 2008. Pengembangan Standar Pengujian Kadar Air dan Perkecambahan Benih
Beberapa Jenis Tanaman Hutan Untuk Menunjang Program Penanaman Hutan. Balai
Penelitian Teknologi Perbenihan. Bogor.
Sutarno
dkk,1997. Pengenalan Pemberdayaan Pohon Hutan. Prosea
Indonesia -Prosea Network
Office. Pusat Diklat Pegawai & SDM Kehutanan. Bogor.
Sutopo,
Lita. 2002. Teknologi Benih. Rajawali pers. Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar