LAPORAN
PRAKTIKUM
TEKNOLOGI DAN PRODUKSI BENIH
ACARA III
STRATIFIKASI DAN SCARIFIKASI BENIH
I.
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Benih dikatakan dorman apabila benih tersebut
sebenarnya hidup tetapi tidak berkecambah walaupun diletakkan pada keadaan yang
secara umum dianggap telah memenuhi persyaratan bagi suatu perkecambahan.
Dormansi benih berhubungan dengan usaha benih untuk menunda perkecambahannya,
hingga waktu dan kondisi lingkungan memungkinkan untuk melangsungkan proses
tersebut. Dormansi dapat terjadi pada kulit biji maupun pada embryo. Pada
kenyataannya, pada organ yang secara visual disebut dorman, sesungguhnya masih
berlangsung perubahan-perubahan biokimia dan struktur mikroskopiknya.
Pertumbuhan yang terhenti pada organ-organ yang tidak memiliki jaringan
meristem tidak disebut dalam keadaan dorman, karena organ-organ tersebut memang
tidak lagi memiliki potensi untuk tumbuh. Jadi suatu organ dikatakan dalam
keadaan dorman jika organ tersebut terhenti pertumbuhannya padahal organ
tersebut mempunyai potensi untuk tumbuh. Organ yang dalam keadaan dorman,
pertumbuhannya hanya terhenti seacara sementara. Jadi organ ini akan tumbuh
kembali setelah masa dormannya habis.
Biji-biji yang sudah masak umumnya melalui masa
istirahat sebelum ia dapat tumbuh atau berkecambah. Untuk tiap-tiap varietas
mempunyai masa istirahat yang berbeda-beda, bahkan ada yang tidak mengalami
masa tersebut. . Dormansi biji juga merupakan problem bagi pemulia dimana
membutuhkan pengurangan interval waktu antara pertanaman dan alanisis biji. Namun disisi lain dormansi dapat dipandang sebagai salah satu
keuntungan biologis dari benih dalam mengadaptasikan siklus pertumbuhan tanaman
terhadap keadaan lingkungannya, baik musim maupun variasi – variasi yang
kebetulan terjadi. Sehingga secara tidak langsung benih dapat menghindarkan
dirinya dari kemusnahan alam.
B.
Tujuan
1. Menunjukan
kekerasan biji-biji legumes yang ada pada daerah tropika dan bagaimana cara
stratifikasi dijalankan
2. Mempercepat
perkecambahan biji dengsn metode skarifikasi benih
II.
TINJAUAN
PUSTAKA
Biji dapat memiliki
fungsi ganda, sebagai bahan konsumsi dan sebagai bahan tanaman. Secara
fungsional dalam memenuhi kepentingan budidaya. Tanaman biji itu tidak sama
dengan benih.Biji tumbuhan kalau dipelihara dan ditangani untuk tujuan
budidaya, maka biji berfungsi sebagai benih dalam batasan. Dalam batasan
struktural, benih sama dengan buah tetapi dalam batasan fungsional tidak sama
dengan biji (Sadjad, 1994).
Perkecambahan merupakan suatu proses dimana radikula
(akar embrionik) memanjang ke luar menembus kulit biji. Di balik gejala
morfologi dengan pemunculan radikula tersebut, terjadi proses
fisiologi-biokemis yang kompleks, dikenal sebagai proses perkecmbahan
fisiologis (Suyitno, 2010). Perkecambahan
benih merupakan salah satu kriteria yang berkaitan dengan kualitas benih.
Perkecambahan benih juga merupakan salah satu tanda dari benih yang telah
mengalami proses penuaan. Pengertian dari berkecambah itu sendiri adalah jika
dari benih tersebut telah muncul plumula dan radikula di embrio. Plumula dan
radikula yang tumbuh diharapkan dapat menghasilkan kecambah yang normal, jika
faktor lingkungan mendukung. (Kuswanto, 1997). Ahli fisiologi
benih biasanya menetapkan perkecambahan sebagai kejadian yang dimulai dengan
imbibisi dan diakhiri ketika radikula ( akar, lembaga pada beberapa biji,
kotiledon/hipokotil ) memanjang atau muncul melewati kulit biji (Bewley dan
Black, 1985, Mayer 1982 )..
Vigor benih merupakan kemampuan benih untuk tumbuh normal
pada keadaan lingkungan yang sub optimal. (Sutopo, 1998). Vigor dipisahkan
antara vigor genetik dan vigor fisiologi. Vigor genetik adalah vigor benih dari
galur genetik yang berbeda-beda sedang vigor fisiologi adalah vigor yang dapat
dibedakan dalam galur genetik yang sama. Vigor fisiologi dapat dilihat antara
lain dari indikasi tumbuh akar dari plumula atau koleptilnya, ketahanan
terhadap serangan penyakit dan warna kotiledon dalam efeknya terhadap
Tetrazolium Test. (Kartasapoetra,2003)
Benih
dorman adalah benih yang mengalami istirahat total, benih tidak menunjukkan
gejala atau fenomena tumbuh walaupun dalam keadaan media tumbuh optimum (Sadjad
1994). Timbulnya dormansi pada benih padi disebabkan oleh adanya hambatan benih
untuk berkecambah, baik hambatan mekanis maupun fisiologis (Saenong et al., 1989). Dormansi pada benih padi
menguntungkan produsen benih karena dapat menekan laju deteriorasi pada masa
prapanen maupun pascapanen (pengeringan, prosesing dan penyimpanan) (Nugraha
& Soejadi 1991).
III. METODE PRAKTIKUM
A.
Alat
dan Bahan
Alat-alat yang digunakan pada praktikum kali ini yaitu
cawan petri, polibag, dan amplas. Bahan-bahan yang digunakan yaitu benih
albasia, pasir, air panas, dan benih melinjo.
B.
Prosedur
Kerja
1.
Stratifikasi
a. Alat
dan bahan yang akan digunakan disiapkan
b. Dilakukan
stratifikasi dengan air panas selama 10 menit kemudian dicuci pada air yang
mengalir
c. 10
biji dari perlakuan untuk dikecambahkan pada media polibag dan 10 biji tanpa
perlakuan sebagai control
d. Penyiraman
dilakukan setiap hari pada semua cawan petri
e. Setiap
2 hari sekali dicatat benih yang
berkecambah
f. Persentase
benih yang berkecambah dicatat
2.
Skarifikasi
a. Dipersiapkan
bahan dan alat yang akan digunakan
b. Dua
buah benih melinjo dibersihkan kemudian diambil satu buah melinjo dan dikikir
atau digosok dengan amplas pada bagian samping, atas, bawah dan yang tidak
dikikir sebagai control
c. Benih
melinjo yang telah dikikir dan tidak dikikir tersebut kemudian ditanam dalam
polibag dan diamati pertumbuhannya
d. Persentase
benih yang berkecambah dicatat
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A.
Hasil
Pengamatan
1. Stratifikasi
Stratifikasi benih control (albasia)
% perkecambahan =
100%
=
100%
=
20%
Skarifikasi benih perlakuan (albasia)
% perkecambahan =
100%
=
100%
=
70%
2. Skarifikasi
Benih Melinjo
Kesimpulan
:
Pada
uji stratifikasi benih albasia dengan perlakuan (direndam) dan control (tidak
direndam) diperoleh hasil benih dengan perlakuan memiliki persentase
perkecambahan lebih tinggi (70%) disbanding benih control (20%)
Pada
uji skarifikasi benih melinjo persentase perkecambahan 0% hal ini karena baik
benih yang diberi perlakuan (amplas) tau control keduanya belum tumbuh.
B.
Pembahasan
Menurut
Baskin dan Baskin (2005), klasifikasi dormansi dapat dikelompokkan menjadi 5
kelas, yaitu dormansi fisologi, morfologi, morfofisiologi, fisik, dan kombinasi
(fisik-fisiologi). Dormansi embrio sama
dengan dormansi fisiologi pada Schmidt (2000) seperti yang terjadi pada benih
pinus, kemenyan , dan kepuh (Sudrajat et
al., 2010). Benih tersebut mempunyai sifat after ripening (pemasakan
lanjutan) sehingga perlu pemeraman selama beberapa hari atau minggu seperti pada
benih kemenyan yang mengalami peningkatan perkecambahan selama penyimpanan 4-6
minggu. Dormansi morfologi disebabkan oleh kondisi embrio yang kecil dan tidak
berkembang normal sebelum radikel muncul. Umumnya, embrio benih masak secara
fisiologis mulai tumbuh dalam periode beberapa hari hingga 1-2 minggu, dan
benih berkecambah setelah 1 hingga 4
minggu setelah tabur. Benih dengan dormansi
morfofisiologis mempunyai embrio yang tidak berkembang normal yang
secara fisiologis mengalami dormansi. Perkecambahan tidak terjadi hingga
dormansi fisilogis hilang dan embrio
berkembang normal. Dormansi fisik mempunyai pengertian yang sama dengan istilah pada Schmidt (2000), begitu pula
dengan dormansi kombinasi (fisik-fisiologis) yang merupakan gabungan dormansi fisik (kulit
benih yang kedap air) dan fisiologis (embrio yang belum berkembang sempurna).
Dormansi pada beberapa jenis tanaman benih, disebabkan
oleh (Justice dan Louis, 1990) :
1. Struktur
benih, misalnya kulit benih, braktea, gulma, perikarp dan membran yang
mempersulit keluar masuknya air dan udara.
2. Kelainan
fisiologis pada embrio.
3. Penghambat
(inhibitor) perkecambahan/penghalang lainnya.
4. Gabungan
dari faktor-faktor diatas
Penyebab dormansi antara lain embrio yang tidak
sempurna, embrio belum masak, kulit benih tebal, kulit benih impermeabel, dan
terdapat senyawa-senyawa yang menghambat perkecambahan (Copeland &
Mc.Donald 2001). Hambatan perkecambahan dapat disebabkan oleh kulit benih dan
bahan kimia. Bahan kimia dapat menciptakan suatu tekanan osmotik yang tidak
menguntungkan pada proses pertumbuhan, ada juga yang membentuk senyawa-senyawa
penghambat pertumbuhan, membatasi pertumbuhan. Dormansi
dapat disebabkan oleh berbagai faktor antara lain impermeabilitas kulit biji
baik terhadap air/gas ataupun karena resistensi kulit biji terhadap pengaruh
mekanis, embrio yang rudimenter, after ripening, dormansi sekunder dan
bahan-bahan penghambat perkecambahan. Tetapi dengan perlakuan khusus, maka
benih yang dorman dapat dirangsang untuk berkecambah, misalnya perlakuan
stratifikasi, direndam dalam larutan asam sulfat atau asam nitrat, direndam
dalam air panas dan lain-lain (Sutopo, 1998).
Cara-cara untuk memecahkan dormansi benih adalah
(Sutopo, 1998) :
1. Perlakuan
mekanis
Dipergunakan untuk memecahkan dormansi benih yang
disebabkan oleh impermeabilitas kulit biji baik terhadap air/gas, resistensi
mekanis kulit perkecambahan yang terdapat pada kulit biji
a. Skarifikasi;
mencakup cara-cara seperti mengikir /menggosok kulit biji dengan ampelas,
melubangi kulit biji dengan pisau, perlakuan impaction untuk benih-benih yang
memiliki gabus. Dimana semuanya bertujuan untuk melemahkan kulit biji yang
keras sehingga lebih permeable terhadap air/gas.
b. Tekanan
benih dari sweet clover (Melilotus alba) dan alfalfa (Medicago sativa) setelah
diberi perlakuan dengan tekanan hidraulik 2000 atm pada 180C selama
5-20 menit ternyata perkecambahannya meningkat sebesar 50-200%.
2. Perlakuan
kimia
Tujuannya adalah agar kulit biji lebih mudah dimasuki
oleh air pada waktu proses imbibisi.
3. Perlakuan
perendaman dengan air
Tujuannya adalah untuk memudahkan penyerapan air oleh
benih. Prosedur yang umum digunakan adalah air dipanaskan sampai 1800
– 2000F, benih dimasukkan ke dalam air panas tersebut dan biarkan
sampai menjadi dingin selama beberapa waktu setelah itu baru diangkat keluar,
untuk dikecambahkan.
4. Perlakuan
pembaerian temperature tertentu
Cara yang sering dipakai dengan memberikan temperature
rendah pada keadaan lembab disebut stratifikasi. Selama stratifikasi terjadi
sejumlah perubahan dalam benih yang berakibat menghilangnya bahn-bahan
penghambat pertumbuhan / terjadi pembentukan bahan-bahan yang merangsang
pertumbuhan benih. Perlakuan temperature rendah /chilling sering dipergunakan
untuk menghilangkan dormansi benih yang disebabkan oleh after ripening.
5. Perlakuan
dengan cahaya
Cahaya tidak hanya mempengaruhi persentase
perkecambahan benih, tetapi juga laju perkecambahan. Pengaruh cahaya pada benih
bukan saja dalam jumlah cahaya yang diterima tetapi juga intensitas cahaya dan
panjang hari.
Keuntungan proses skarifikasi adalah memberikan
kondisibenih yang impermeable menjadi permeable melalui penusukan, pembakaran,
pemecahan, pengikiran, dan penggoresan dengan bantuan pisau, jarum, pemotong
kuku, kertas, amplas, dan alat lainnya. Kulit benih yang permeable memungkinkan
air dan gas dapat masuk kedalam benih sehingga proses imbibisi dapat terjadi.
Keuntungan lainnya yaitu benih yang diskarifikasi akan menghasilkan proses
imbibisi yang semakin baik dimana air dan gas akan lebih cepat masuk kedalam
benih karena kulit benih yang permeable. Air yang masuk kedalam benih
menyebabkan proses metabolism dalam benih berjalan lebih cepat akibatnya
perkecambahan yang dihasilkan akan semakin baik (Juhanda, dkk, 2013). Kerugian
skarifikasi yaitu terutama pada skarifikasi
manual yang efektif pada seluruh permukaan kulit biji, tetapi daerah micropylar dimana
terdapat radicle, harus dihindari. Kerusakan pada daerah ini dapat merusak
benih, sedangkan kerusakan pada kotiledon tidak akan mempengaruhi perkecambahan
(Schmidt, 2002).
Keuntungan perlakuan dengan air panas
yaitu dapat melunakkan kulit benih sehingga air, udara mudah masuk. Keuntungan
tambahan dengan perlakuan air panas ialah mematikan hama dan penyakit yang seed
borne. Adapun kerugian stratifikasi dengan air panas yaitu pada suhu tinggi
dapat merusak benih dengan kulit tipis, jadi kepekaan terhadap suhu berfariasi
tiap jenis. Umumnya benih kering yang masak atau kulit bijinya relatif tebal
toleran terhadap perendaman sesaat dalam air mendidih (Schmidt, 2002).
Pada
praktikum kali ini menggunakan stratifikasi dengan perendaman air panas. Benih
albasia sebanyak 10 benih direndam pada air panas selama 10 menit, sementara 10
benih lainnya tidak direndam sebagai control. Setelah direndam benih kemudian
dicuci pada air mengalir untuk kemudian ditanam pada polibag. Benih yang tidak
mendapat perlakuan juga ditanam pada polibag yang berbeda. Untuk mengetahui
pengaruh benih yang diberi perlakuan dan yang tidak diberi perlakuan, maka
diamati perkecambahan benih setiap 2 kali sehari. Sementara untuk metode
skarifikasi benih menggunakan benih melinjo sebanyak 2 buah. Salah satu benih
melinjo kemudian dikikir atau digosok dengan menggunakan amplas pada bagian
atas, bawah dan samping sampai benih berwarna kecokelatan dan agak lunak.
Sedangkan benih yang satunya tidak dikikir atau diamplas sebagai control.
Kemudian kedua benih ditanam pada polibag berisi tanah. Pengamatan dilakukan
setiap dua hari sekali terhadap persentase perkecambahan benih. Pada perlakuan
stratifikasi dengan air panas lebih mudah dilakukan hal ini sesuai dengan yang
dikemukakan oleh Raharjo (2002) bahwa Metode stratifikasi dapat
dikatakan metode yang paling praktis karena hanya merendam benih dengan air
bersuhu tinggi pada waktu tertentu. Sementara untuk perlakuan dengan cara
skarifikasi pada praktikum kali ini dengan diamplas,menurut Juhanda dkk (2013)
skarifikasi juga dapat dilakukan dengan cara lain selain diamplas yaitu melalui
penusukan; pembakaran, pemecahan, pengikiran, dan penggoresan dengan bantuan pisau,
jarum, pemotong kuku, kertas , dan alat lainnya.
Berdasarkan
praktikum yang telah dilakukan, didapatkan hasil pada perlakuan stratifikasi
dengan perendaman air panas yaitu besar persentase perkecambahan untuk benih
control sebanyak 20% sedangkan untuk benih albasia yang mengalami perlakuan
sebesar 70%. Persentase perkecambahan benih dengan perlakuan stratifikasi
terbukti lebih tinggi dibandingkan dengan benih yang tidak diberi perlakuan
erendaman air panas. Hal ini karena stratifikasi dengan air panas dapat
mempercepat perkecambahan benih, sesuai dengan pendapat Raharjo (2002) bahwa
perendaman menggunakan air bersuhu tinggi teruji efektif menghilangkan
bahan-bahan penghambat perkecambahan dan memicu pembentukan hormon pertumbuhan
sehingga biji dapat berkecambah (Raharjo, 2002). Sedangkan hasil praktikum
perlakuan skarifikasi benih dengan mengikir benih menggunakan amplas,
persentase perkecambahannya 0%. Hal ini karena baik benih yang diberi perlakuan
maupun yang tidak diberi erlakuan keduanya belum tumbuh sehingga belum dapat
diketahui perlakuan mana yang lebih efektif. Perlakuan skarifikasi benih
seharusnya memberikan persentase perkecambahan yang lebih tinggi hal ini karena
menurut Schmidt, L. (2002) bahwa Skarifikasi
merupakan salah satu upaya pretreatment atau perlakuan awal pada benih
yang ditujukan untuk mematahkan dormansi dan mempercepat terjadinya
perkecambahan benih yang seragam. Berikut ini gambar dari penanaman, pengamatan
ke-1 sampai pengamatan ke-4 skarifikasi dan stratifikasi:
Gambar
4. Pengamatan Stratifikasi dan skarifikasi
Penanaman
Stratifikasi Perlakuan Stratifikasi
Kontrol Skarifikasi
Pengamatan 1
Stratifikasi Perlakuan Stratifikasi
Kontrol Skarifikasi
Pengamatan 2
Stratifikasi Perlakuan Stratifikasi
Kontrol Skarifikasi
Pengamatan 3
Stratifikasi Perlakuan Stratifikasi
Kontrol Skarifikasi
Pengamatan 4 (Hasil)
Stratifikasi Perlakuan Stratifikasi
Kontrol Skarifikasi
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilakukan maka
dapat disimpulkan bahwa
1. Stratifikasi
dilakukan dengan cara perendaman terhadap 10 biji albasia selama 10 menit.
Kemuadian benih dicuci dengan air mengalir dan ditanam pada polibag untuk
mengetahui persentase perkecambahannya.
2. Skarifikasi
benih dilakukan dengan cara mengikir benih melinjo dengan amplas sampai kulit
benih berwarna kecokelatan dan agak lunak. Skarifikasi dilakukan untuk
mematahkan dormansi dan mempercepat terjadinya perkecambahan benih yang seragam
B.
Saran
Sebaiknya praktikan lebih teliti dan cermat dalam
melakukan kegiatan praktikum agar berjalan dengan lancar.
DAFTAR
PUSTAKA
Baskin, C.C. and
J.M. Baskin. 2005. Seed Dormancy in Trees of Climax Tropical Vegetation Types. Tropical Ecology. Vol. 46(1): 17-28
Bewley, J.D. and
M. Black. 1985. Seeds: Physiology of
Development and Germination. Plenum Press. New York.
Copeland, L.O. and
M.B. McDonald. 2001. Principle of Seed
Science and Technology. Burgess Publishing Company. Minneapolis, Minnesota
Juhanda,
dkk. 2013. Pengaruh Skarifikasi pada Pola Imbibisi dan Perkecambahan Benih Saga
Manis. Jurnal Agrotek Tropika. Vol 1.
No1:45-49. ISSN : 2337-4993
Justice,
Oren L. dan Louis N. Bass. 1990. Prinsip
dan Praktek Penyimpanan Benih. Rajawali Pers. Jakarta.
Kartasapoetra,
A. G. 2003. Teknologi Benih, Pengolahan Benih dan Tuntunan Praktikum. CV
Bina Aksara.
Jakarta.
Kuswanto, Hendarto. 1997. Analisis Benih. Yogyakarta: Penerbit Andi..
Mayer, A.M. and P.
Mayber. 1982. The Germination of Seed.
Pergamon Press Ltd. Oxford.
New York. Toronto. Syney. Paris. Frankfurt.
Nugraha,
U.S. dan Soejadi. 1991. Predrying and soaking of IR64 rice seed as an effective method of overcoming dormancy. Seed Sci Technol 19:207-312.
Rahardjo
P.,2002, Beberapa Cara yang Perlu Dalam
Perkecambahan Kopi, Sub Penelitian Budidaya Perkebunan Kopi, Bogor. 13-15p.
Sadjad,
S. 1994. Kuantifikasi Metabolisme Benih.
Grasindo. Jakarta.
Saenong,
S, Murniati E, Bahar FA. 1989. Dormansi benih padi (Oryza sativa L.) Dalam: Ismunadji M, Syam M, Yuswandi
(Eds.), Padi Buku 2. Puslitbang
Tanaman Pangan, Badan Litbang Pertanian. Bogor Suyitno. 2010. Petunjuk Praktikum Fisiologi Tumbuhan Dasar.
Yogyakarta : FMIPA UNY
Schmidt, L. 2002. Pedoman Penanganan Benih Tanaman Hutan
Tropis dan Sub Tropis. Terjemahan. Kerjasama Direktorat Jenderal Rehabiltasi
Lahan dan Perhutanan Sosial
dengan Indonesia Forest Seed Project. Jakarta.
Sudrajat, D.J. dan
Megawati. 2010. Keragaman Morfologi dan
Respon Pra Perkecambahan Benih 5 Populasi Sawo Kecik (Manilkara kauki). Balai Penelitian
Teknologi
Perbenihan Bogor. Bogor
Sutopo, L. 1998. Teknologi Benih. cetakan ke empat. PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar