LAPORAN PRAKTIKUM
BUDIDAYA
TANAMAN PADA LAHAN MARGINAL
ACARA 4 PEMBERIAN ARANG PADA TANAH PASIR PANTAI
I.
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Lahan Marginal adalah suatu lahan yang mempunyai karakteristik keterbatasan dalam
sesuatu hal, baik keterbatasan satu unsur/ komponen maupun lebih dari satu
unsur/komponen. Lahan marjinal adalah lahan yang kehilangan kemampuannya dalam
berproduktivitas, contohnya adalah lahan salin pasir pantai. Dimana pada tanah
salin tersebut kandungan garam terlarut akibat adanya pasang surut air laut,
menjadikan tanah kehilangan kemampuannya dalam mengikat hara, serta daya serap
air yang tinggi mengakibatkan tanah menjadi kehilangan banyak air. Hal tersebut
hanya salah satu dari factor pembatan lahan salin pasir pantai. Faktor pembatas
tersebut akan dapat diketahui dengan manalisis teknologi dalam budidaya tanaman
yang diterapkan.
Sistem tanah lahan kawasan pesisir yang mempunyai sifat
marginal, sistem atmosfernya, juga mempunyai ciri kecepatan angin yang cukup
tinggi sehingga dapat dimanfaatkan tenaganya untuk menaikkan air sumur melalui kincir
angin. Usaha budidaya pertanian harus selalu memperhitungkan kesesuaian lahan
agar proses produksi dapat berjalan dengan baik.
Pentingnya pemanfataan lahan marginal, terutama pasir
pantai dalam mendukung program ekstensifikasi untuk meningkatkan produksi
pertanian, mengingat kebutuhan akan pangan terus melonjak naik. Hal tersebut
memang bukanlah pekerjaan mudah, akan tetapi jika semua pihak yang terlibat
ikut bekerjasama dalam membangun pertanian yang lebih baik, tentu saja bukan
tidak mungkin Indonesia yang memiliki garis pantai yang besar menjadi salah
satu penyumbang devisa Negara dan dapat memenuhi kebutuhan pangan serta
meningkatkan pendapatan masyarakat pesisir pantai nantinya. Selain itu,petani
serta nelayan dapat bekerja sama dalam mengelola Sumber Daya Alam Indonesia.
B.
Tujuan
Praktikum
pemberian arang pada tanah pasir pantai bertujuan:
1. Mempelajari
cara pemberian arang pada tanah pasir pantai.
2. Mengetahui
pengaruh pemberian arang pada pasir pantai.
II.
TINJAUAN
PUSTAKA
Salah
satu usaha mengatasi keterbatasan lahan pertanian adalah dengan menggunakan
lahan alternatif seperti lahan pasir pantai. Lahan pasir pantai merupakan tanah
yang didominasi oleh fraksi pasir dengan kelas tekstur pasiran. Tanah pasir
memiliki kandungan bahan organik dan kalsium yang sangat rendah, aerasi baik,
mudah diolah, dan daya memegang air rendah. Tanah pasir pantai memiliki KPK sangat rendah, C-organik sangat
rendah, N dan K rendah, P tersedia sedang, dan P total sangat tinggi (Rajiman et al., 2008) serta daya hantar listrik
yang sangat rendah (Kartonegoro, 2011). Lahan pasir pantai merupakan salah satu
aset yang diharapkan dapat dikembangkan menjadi lahan pertanian yang produktif.
Lahan pasir pantai memiliki keunggulan, yaitu luas, permukaan datar, bebas
banjir, sinar matahari melimpah, air tanah dangkal, pH tanah dan air m=netral,
dan pengolahan lahan mudah.
Salinitas di kawasan Pantai berasal dari air laut
yang masuk ke daratan (intrusi air laut) yang melewati badan-badan air maupun
batuan, bahan induk dan tanah yang porus dan memiliki tekanan hidrostatika yang
rendah sehingga tidak mampu menahan air laut. Tekanan hidrostatika sangat
berhubungan dengan kondisi air tanah. Pengambilan air tanah yang dilakukan
untuk mencukupi kebutuhan manusia dan rusaknya daerah aliran sungai (DAS)
menyebabkan pengurasan air tanah sehingga tekanan hidrostatika tanah juga
berkurang. Permasalahan
salinitas daerah Pantai
adalah air
mampu melarutkan molekul garam dan mengangkutnya sebagai aliran permukaan (runoff)
maupun pencucian (leaching) sehingga kadar garam, yang menyebabkan tanah
menjadi salin, dapat berkurang (Marwanto,2009).
Sektor pertanian di Pulau Jawa dihadapkan
pada masalah konversi lahan untuk
industri atau pemukiman dan masalah pasar bagi produk pertanian. Pembangunan
pertanian dapat dilakukan di lahan pasir pantai pada daerah selatan harus
dipikirkan seiring menyempitnya lahan pertanian. Lahan pasir pantai tidak bisa
dimanfaatkan secara optimal oleh masyarakat di sekitar pantai untuk kegiatan
pertanian, karena selamaini lahan pasir pantai dinilai tidak layak sebagai
media tanam serta memiliki keterbatasan dan pengelolaannya lebih sulit
dibandingkan lahan tegalan maupunlahan sawah. Lahan pasir pantai selatan
merupakan tanah yang mengandung lempung, debu, dan zat hara yang sangat minim.
Akibatnya, tanah pasir mudah mengalirkan air, sekitar 150 cm per jam.
Sebaliknya, kemampuan tanah pasir menyimpan air sangat rendah, 1,6-3%
dari total air yang tersedia (Yuniarti, 2014).
Salinitas merupakan tingkat kadar garam yang
terlarut pada air. Tanah dikatakan salin apabila mengandung garam-garam yang
dapat larut dalam jumlah banyak sehingga mengganggu pertumbuhan tanaman.
Penyebab lahan salin terbagi atas dua bagian yaitu penyebab primer dan penyebab
sekunder. Lahan salin primer terjadi secara alami dan sekitar 7 % dari
permukaan bumi. Lahan salin sekunder terjadi akibat aktifitas manusia.
Salinitas sekunder saat ini diperkirakan terjadi pada sekitar 80 juta ha yang
awalnya cocok untuk pertanian (Samuel, 2003).
Kendala
utama yang dimiliki lahan pasir pantai apabila akan dikembangkan untuk tanaman
pangan dan hortikultura adalah sifst-sifat fisika, kimia, dan biologi tanah
yang kurang mendukung bagi pertumbuhan tanaman (Tim FP-UGM, 2002). Lahan pasir
pantai merupakan lahan marginal yang antara laindicirikan oleh tekstur pasiran
dengan kandungan hara rendah (Kartonegoro, 2003). Tindakan pemupukan yang tepat
diperlukan agar lahan pasir dapat digunakan untuk pengembanagan produksi
pertanian.
Lahan pasir pantai merupakan lahan bermasalah kedua setelah tanah
masam, dimana lahan marginal pasiran pantai sangat potensial untuk dimanfaatkan
menjadi lahan budidaya yang produktif terutama untuk budidaya tanaman
hortikultura. Mengingat Indonesia adalah negara kepulauan yang 60% luas
wilayahnya berupa perairan, sehingga di seluruh Indonesia terdapat kesediaan
lahan pasir pantai yang sangat luas yang bisa dimanfaatkan untuk sector salah
satu lahan alternatif pertaniaan seperti. Padi, Cabei, Melon, Buah Naga, Bawang
Merah, Kubis (Saputro, T. E., 2015).
Lahan pasir pantai merupakan tanah yang mengandung lempung, debu,
dan zat hara yang sangat minim. Akibatnya, tanah pasir mudah mengalirkan air,
sekitar 150 cm per jam. Sebaliknya, kemampuan tanah pasir menyimpan air sangat
rendah, 1,6-3% dari total air yang tersedia. Angin di kawasan pantai selatan
itu sangat tinggi, sekitar 50 km per jam. Angin dengan kecepatan itu mudah
mencerabut akar dan merobohkan tanaman. Angin yang kencang di pantai bisa
membawa partikel-partikel garam yang dapat mengganggu pertumbuhan tanaman. Suhu
di kawasan pantai siang hari sangat panas. Ini menyebabkan proses kehilangan
air tanah akibat proses penguapan sangat tinggi (Prapto dkk., 2000). mengatasi
lahan marginal agar dapat dikondisikan sebagai lahan pertanian yang subur
memerlukan motivasi, permodalan dan teknologi spesifik. Penerapan teknologi
pengelolaan lahan pasir pantai ameliorasi dengan bahan ameliorant pupuk
kandang, zeolit, lempung dan pupuk organik bertujuan untuk mencapai
pengkodisian tanah sebagai syarat tumbuhnya tanaman untuk berproduksi secara
optimal (Lestari, 2004 dan Sudiarjo, 2004).
Penyebab
tanah salin antara lain: (1) tanah tersebut mempunyai bahan induk yang
mengandung deposit garam; (2) intrusi air laut, akumulasi garam dari irigasi
yang digunakan atau gerakan air tanah yang direklamasi dari dasar laut; (3)
Tanah salin dapat disebabkan juga oleh
iklim mikro dimana tingkat penguapan melebihi tingkat curah hujan secara
tahunan (Utama, 2009). Tanah salin mempunyai kadar garam (NaCl) netral yang
larut dalam air sehingga dapat mengganggu pertumbuhan kebanyakan tanaman.
Kurang dari 15% dari Kapasitas Tukar Kation (KTK) tanah ditempati oleh natrium
dan biasanya nilai pH kurang dari 8.5. Hal ini disebabkan garam yang terdapat
dalam tanah adalah netral dan juga karena hanya sedikit natrium yang dijumpai
(Soepardi, 2003).
Spesies tanaman yang
hanya mentoleransi konsentrasi garam rendah termasuk dalam kelompok tanaman
glikofita, dan spesies-spesies tanaman yang mentoleransi konsentrasi garam
tinggi termasuk kelompok tanaman halofita.Pengenalan pengaruh tingkat salinitas
merupakan bahan yang sangat berguna sehubungan dengan berbagai akibat kerusakan
atau gangguan yang ditimbulkannya terhadap pertumbuhan tanaman. Pengenalan
gejala yang timbul pada tanaman akibat tingkat salinitas yang cukup tinggi,
perbaikan struktur tanah akan dapat diupayakan seperlunya, ataupun pemilihan
jenis tanaman yang cocok untuk lokasi pertanian yang bermasalah (Utama, 2009).
Salah
satu bahan pembenah tanah untu perbaikan lahan pasir pantai adalah dengan
pemberian arang. Arang adalah sisa abu-abu gelap yang terdiri dari karbon, dan sisa
abu, yang diperoleh dengan menghapus air dan konstituen yang mudah menguap lainnya
dari hewan dan vegetasi zat. Arang ini biasanya dihasilkan oleh lambat
pirolisis, pemanasan kayu
atau bahan lainnya tanpa adanya
oksigen (lihat pirolisis, arang dan biochar). Biasanya bentuk tidak murni dari
karbon karena mengandung abu, namun gula arang adalah salah satu bentuk paling murni dari karbon tersedia,
terutama jika tidak dibuat dengan pemanasan tetapi dengan reaksi dehidrasi
dengan asam sulfat untuk meminimalkan memperkenalkan kotoran baru, kotoran
dapat dihilangkan dari gula di muka. Lunak yang dihasilkan, rapuh, ringan, hitam,
bahan berpori menyerupai batu bara (Paiman,2009).
Arang
mempunyai pori yang efektif untuk mengikat dan menyimpan air dan unsur hara
tanah. Keuntungan pemberian arang pada tanah sebagai pembangun kesuburan tanah
karena arang mempunyai kemampuan dalam memperbaiki sirkulasi air dan udara di
dalam tanah, meningkatkan pH tanah sehingga pada akhirnya dapat merangsang dan
memudahkan pertumbuhan dan perkembangan akar tanaman (Gusmailina 2009).
Penggunaan arang ini diharapkan dapat sebagai penyimpan air dan unsur hara tanah.
Kondisi tanah bekas tambang pasir miskin hara dapat diperbaiki dengan cara
penambahan unsur hara.
Pemanfaatan
arang telah meluas, tidak hanya sebagai sumber energi bahan bakar tetapi arang
juga dapat dijadikan sebagai bahan pembenah tanah (perbaikan-sifat-sifat tanah)
dalam upaya rehabilitasi lahan dan memperbaikipertumbuhan tanaman. Arang juga
dapat meningkatkan hara tanah walaupun dalam jumlah sedikit. Oleh karena itu,
pemanfaatan arang menjadi sangat penting dengan banyaknya tanah terbuka atau lahan
marginal akibat degradasi lahan yang hanya benyisakan sub soil (Komaryati, et al.,
2003). Arang (giochar) merupakan salah satu bahan hasil proses pirolisis
(pembakaran minim udara) yang dapat digunakan sebagai amelioran yang mampu
menyimpan karbon dalam waktu lama hingga ratusan sampai ribuan tahun
dibandingkan dengan teknik pengomposan bahan organik (Firmansa, 2010).
III.
METODE
PAKTIKUM
A.
Bahan
dan Alat
Bahan yang
digunakan pada praktikum ini adalah tanah pasir pantai, arang kayu, arang
sekam, pupuk NPK mutiara dan benih tanaman kangkung. Alat yang digunakan adalah
screen house, polybag, timbangan, ember, penggaris, timbangan elektrik, dan
alat tulis.
B.
Prosedur
Kerja
1. Tanah
pasir pantai disiapkan dengan menimbangnya 5 kg/polybag sebanyak 20 polybag.
2. Arang
sekam (AS) dan arang kayu (AK) diberikan sesuai dengan perlakuan dosis (K = 0
g, AS1 = 32 g, AS2 = 64 g, AS1 = 32 g, AS2
= 64 g), kemudian dicampur hingga merata dengan tanah pasir pantai yang sudah
disiapkan.
3. Setiap
polybag disiram sampai kapasitas lapang, kemudian benih tanaman kangkung
ditanam sebanyak 6 biji pada masing-masing polybag.
4. Perlakuan
dirancang secara RAKL dengan 4 ulangan.
5. Setiap
polybag dipupuk dengan NPK mutiara 10 hari setelah tanam dengan dosis 25
g/polybag.
6. Pemeliharaan
dilakukan dengan menyiram setiap polybag dan penjarangan dengan menyisakan 3
tanaman/polybag.
7. Pengendalian
OPT dilakukan secara insidentil saja.
8. Pengamatan
tinggi tanaman dilakukan setiap 2 hari sekali.
IV.
HASIL
DAN PEMBAHASAN
A.
Hasil
(Terlampir)
B.
Pembahasan
Tanah
marginal merupakan tanah yang memiliki mutu rendah karena mempunyai beberapa
faktor pembatas, diantaranya: a) ketersediaan hara rendah, b) keasaman tanah
tinggi, c) kandungan bahan organik rendah, d) tingkat erosivitas tinggi dan e)
jika keasaman terlalu rendah mempunyai tingkat keracunan tinggi. Keadaan tanah
yang demikian akan menyebabkan pertumbuhan tanaman tidak optimal, sehingga
diperlukan perlakuan-perlakuan khusus agar tanaman dapat tumbuh dengan baik dan
adaptif terhadap kondisi lapangan (Yuwono 2009).
Arang sekam merupakan limbah tanaman
padi berupa sekam yang telah melewati proses pembakaran. Arang sekam memiliki
peranan penting sebagai media tanam pengganti tanah. Arang sekam bersifat
poros, tidak kotor dan cukup untuk menahan air. Fungsi arang sekam antara lain
untuk membuat media tanah menjadi kompak (tetap utuh/menyatu meskipun media
dikeluarkan dari polybag, menetralkan pH tanah (kadar keasaman tanah),
menggemburkan tanah, sehinga melancarkan
Arang kayu ialah kayu dari tanaman
yang telah hangus terbakar dalam pengertian lain adalah residu yang terjadi
dari hasil penguraian atau pemecahan kayu karena panas yang sebagian besar
komponen kimianya adalah karbon. Untuk membantu proses media tanam arang kayu
dianggap mampu mengikat air dalam jumlah banyak. Keunikan dari media jenis
arang adalah siatnya yang bufer (penyangga). Dengan demikian, jika terjadi
kekeliruan dalam pemberian unsur hara yang terkandung di dalam pupuk bisa
segera dinetralisir dan di adaptasikan (Mia, 2011). Media arang kayu tidak
mudah lapuk sehingga sulit ditumbuhi jamur atau cendawan yang dapat merugikan
tanaman. Sebelum dipergunakan sebagai media tanam, idelanya arang di pecah
menjadi potongan-potongan kecil terlebih dahulu sehngga memudahkan dalam
penempatan di dalam pot (Sitompul, 1995).
Sirkulasi udara dan air dalam tanah,
menyerap racun dan mengisolasi penyakit (mensterilkan media), menyimpan air dan
akan melepas kembali pada saat tanah kering, arang mempunyai pori yang efektif
untuk mengikat dan menyimpan unsur hara dalam tanah untuk disajikan kepada
bibit kapanpun diperlukan, hara tidak mudah tercuci sehingga kapanpun akan
selalu ada dalam kondisi ibarat makanan siap saji bagi tanaman (Sutiyoso,
2004).
Menurut
Septiani (2012), cara pembuatan arang kayu menggunakan tungku drum terdapat
beberapa tahapan cara yang perlu diperhatikan, meliputi:
1.
Pembuatan
tungku drum
Perlu
diperhatikan pada saat pemotongan bagian atas drum agar tidak terdapat celah
yang terlalu besar, jumlah lubang udara
yang harus dibuat pada bagian bawah
tungku, pembuatan penutup drum, dan cerobong asap. Cara pembuatan cerobong asap
dan penutup memakai sisa potongan bagian
atas drum atau pelat besi dengan kombinasi bahan seng. Lubang udara pada bagian
bawah drum harus diperhatikan jumlahnya
serta dibuat secukupnya
2.
Perlakuan kayu
untuk bahan baku
Bahan baku kayu
yang berasal dari limbah pembukaan ladang, berupa kayu sisa potongan cabang
yang sudah tidak bisa dimanfaatkan sebagai bahan bangunan, serta berukuran
diameter 5-10 cm dengan panjang 10-20 cm. Selain itu, potongan“dolog” berukuran
besar juga dapat digunakan, namun perlu dipotong dan dibelah sesuai dengan
ukuran yang dikehendaki serta sesuai dengan kapasitas tungku drum. Selain itu
dapat digunakan bahan baku berupa tempurung kelapa, sekam padi, ranting daun,
dsb. Limbah kayu dari pembukaan ladang yang masih dapat digunakan sebagai bahan
baku pembuatan arang. Kayu dipotong dan dibelah, disesuaikan dengan ukuran dan
kapasitas drum.
3.
Cara pengisian
kayu ke dalam tungku
Bahan baku
dimasukkan ke dalam tungku setelah pada bagian dasar tungku diberi potongan
kayu bakar atau sisa- sisa serutan kayu kering, dengan posisi mendatar dan
serapat mungkin - agar dapat menampung kayu lebih banyak, serta diisi penuh
hingga ke permukaan tungku. Pemberian potongan kayu kecil atau serutan kayu
kering pada bagian dasar drum. Skema penyusunan kayu di dalam tungku drum -
apabila kayu berukuran sangat kecil, perlu diberi lubang udara tambahan pada
bagian tengah pada saat penyusunan. Penggunaan potongan dahan kecil atau batang
bambu pada saat penyusunan kayu, untuk menyediakan rongga udara tambahan dalam
drum. Contoh susunan kayu dalam drum yang siap untuk memulai proses pembakaran
4.
Cara pembakaran
Pada bagian
dasar tungku drum diberi ganjal dengan bata merah atau batu setinggi ± 5-10 cm,
pada 3 lokasi titik. Selanjutnya, di bawah tungku kemudian di beri potongan
kayu bakar atau serutan kayu yang kering sebagai umpan yang telah diberi
sedikit minyak tanah. Setelah api dinyalakan, tunggu sampai nyala bara api
merembet ke dalam tungku melalui lubang udara sehingga bahan baku kayu yang
terdapat di dalam tungku dapat terbakar dengan sempurna. Contoh pemberian ganjal bata atau kayu keras pada bagian dasar drum -
kemudian diberi potongan atau serutan kayu kering yang telah diberi minyak
tanah. Pemasangan tutup drum dan cerobong asap - untuk lebih mengarahkan asap
hasil pembakaran yang keluar setelah pembakaran bahan baku berjalan. Proses
dari pembakaran umpan sampai bahan baku terbakar dengan benar ±30 menit. Asap
dari pembakaran potongan atau kayu serpih umpan terlihat tipis. Dengan
berjalannya proses pembakaran, asap hasil pembakaran akan terlihat semakin
berwarna putih tebal
5.
Penutupan
lubang udara
Setelah proses
pembakaran berjalan lancar, di bagian bawah tungku dan sekelilingnya ditutup
dengan pasir atau tanah untuk memperkecil lubang udara - hanya diberi 3 lubang
dengan diameter ± 3 cm. Bata atau batu pengganjal tungku diambil dan diganti
dengan batu yang lebih pendek, setinggi ±3 cm. Hal ini dimaksudkan untuk
mengurangi suplai udara ke dalam tungku drum Pembakaran kayu setelah tutup
tungku drum dan cerobong asap dipasang. Setelah lubang udara
di bawah drum ditutup dengan
tanah atau pasir, asap pembakaran terlihat putih dan tebal
6.
Penambahan
bahan baku
Setelah proses
pembakaran di dalam tungku drum sudah berjalan antara 3 sampai 4 jam, bahan
kayu di dalam tungku biasanya sudah menyusut dan turun hingga kurang lebih
tinggal setengahnya.Untuk menambahkan kayu, penutup tungku dibuka dan bahan
kayu yang akan ditambahkan dimasukkan, kemudian diisi sampai penuh. Pasang
kembali penutup tungku dan tunggu antara 3 sampai 4 jam.
7.
Pendinginan
arang
Proses
pengarangan biasa memerlukan waktu selama ± 7 sampai 9 jam bila kayu relatif
basah. Apabila asap yang keluar sudah terlihat menipis putih atau bening
kebiru-biruan, lubang udara di bagian bawah tungku ditutup serapat mungkin
dengan diberi pasir atau tanah.Untuk memulai proses pendinginan, di bagian atas
penutup tungku diberi tanah atau pasir serta cerobong asap ditutup dengan kain
basah atau rumput yang rapat dan kemudian dilapisi tanah, sehingga tidak ada
udara yang masuk ataupun keluar. Proses pendinginan arang pada tungku drum,
memerlukan waktu rata-rata antara 4 - 5 jam dari awal penutupan
Salah satu
bahan pembenah tanah yang sering digunakan adalah arang dan abu sekam. Arang
sekam sering dimanfaatkan petani untuk memperbaiki tanah pertanian. Selain itu,
telah banyak penelitian yang menggunakan arang ataupun abu sekam untuk campuran
media tanam dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan tanaman. Penggunaan arang dan
abu sekam dapat memperbaiki sifat fisik maupun kimia tanah. Abu sekam padi
memiliki fungsi mengikat logam. Selain itu, abu sekam padi berfungsi untuk
menggemburkan tanah, sehingga bisa mempermudah akar tanaman menyerap unsur
hara. Salah satu cara memperbaiki media tanam yang mempunyai drainase buruk
adalah dengan menambahkan arang sekam pada media tersebut. Hal tersebut akan
meningkatkan berat volume tanah (bulk density), sehingga tanah banyak memilki
pori-pori dan tidak padat. Kondisi tersebut akan meningkatkan ruang pori total
dan mempercepat drainase air tanah (Andriana, 2013).
Arang
merupakan bahan yang penting dalam menciptakan kesuburan tanah terutama dapat
memperbaiki sifat fisiko-kimia tanah (Gunawan 1987). Bahan ini mempunyai sifat
absorpsi yang sangat kuat terhadap senyawa-senyawa terlarut udara dan air tanah
serta endapan. Kemampuan arang dalam menyerap air dapat meningkatkan kapasitas
tanah untuk untuk menyimpan air, sekaligus membatasi perkolasi air keluar dari
tubuh tanah yang berarti pula membatasi perlindian hara terlarutkan. Kemampuan
arang dalam menyimpan senyawa-senyawa terlarut terutama bahan organik yang
larut pada air tanah dapat menjadi habitat baru bagi mikroba tanah yang dapat
memiliki kemampuan memanfaatkan senyawa-senyawa serapan sebagai sumber
energinya (Gunawan 1987). Dari sifatsifat arang tersebut dapat diketahui arang
dapat membantu perkembangan dan pertumbuhan tanaman.
Arang
mempunyai banyak fungsi dalam pertumbuhan tanaman. Pembebasan unsur-unsur hara
dari arang yang terjadi selama perombakan bahan organik tanah mempunyai
pengaruh positif bagi pertumbuhan tanaman yang tidak dapat dijelaskan hanya
dengan penambahan nutrisi biasa. Humifikasi bahan tersebut dari biomassa
tanaman atau sumber yang lain tidak hanya menyediakan hara N, P, K dan nutrisi
lainnya tetapi juga mempunyai pengaruh fisik dan fisiologi terhadap tanaman.
Arang adalah suatu bahan padat berpori yang merupakan hasil pembakaran bahan
yang mengandung karbon dimana sebagian porinya tertutup oleh hidrokarbon dan
senyawa organik lainnya. Arang tersusun dari atom-atom yang secara kovalen
membentuk struktur heksagonal datar dengan satu atom C pada setiap sudutnya
(Djatmiko et al. 1985).
Menurut Mia (2011), cara pembuatan
arang sekam yaitu dengan cara disangrai, pembuatan arang sekam dengan cara
dibakar dalam tong perlahan-lahan, dan pembuatan arang sekam dengan cara
dibakar bersamaan dalam drum.
1.
Pembuatan
arang sekam dengan cara disangrai
Pada
prinsipnya pembuatan arang sekam dengan cara ini adalah dengan cara disangrai.
Peralatan yang diperlukan adalah tungku dan seng. Caranya, sekam padi
diletakkan di atas seng yang telah ditempatkan di atas tungku. Selanjutnya
sekam disangrai sambil diaduk. Dengan cara ini akan diperoleh arang sekam
sebanyak 40-50 kg dari 100 kg sekam segar.
2.
Pembuatan
arang sekam dengan cara dibaar dalam tong perlahan-lahan
Caranya,
masukkan sekam ke dalam tong sampai tinggi sekitar 20 cm. Tuang oli ke dalam
tong dan bakar. Jika asap dari pembakaran berkurang maka sekam ditambah sedikit
demi sedikit hingga tong penuh. Kemudian tong ditutup karung basah dan di
atasnya diberi tutup hingga rapat. Biarkan sekam menjadi dingin. Setelah itu
pisahkan arang sekam dengan abunya melalui penyaringan. Jumlah arang sekam yang
diperoleh juga sekitar 40-50 kg dari 100 kg sekam segar. Cara ini kurang
efisien karena memerluan waktu yang lebih lama dibandingkan cara disangrai.
3.
Pembuatan
arang sekam dengan cara dibakar bersamaan dalam drum
Letakkan
pralon atau bambu ditengah drum. Tuangkan sekam disekeliing bambu tadi sambil
dipadatkan hingga drum terisi penuh dengan sekam. Cabut bambu/ pralon tani.
Buatlah sumber api dilubang tadi menggunakan kayu bakar atau yang lain. Biarkan
asap mengepul hingga sekam menjadi arang semua.
Perlakuan penggunaan arang sekam dan arang kayu memiliki pengaruh yang
berbeda terhadap media tanam. Media arang sekam
mempunyai kelebihan dan kekurangan. Kelebihannya antara lain harganya
relatif murah, bahannya mudah didapat, ringan, sudah steril, dan mempunyai
porositas yang baik. Kekurangannya yaitu jarang tersedia di pasaran, yang
umum tersedia hanya bahannya (sekam/kulit gabah) saja, dan hanya dapat
digunakan dua kali (Samuel,2003),
Menurut Septiani (2012), Arang sekam
sendiri memiliki peranan penting sebagai media tanam pengganti tanah. Arang
sekam bersifat porous, ringan, tidak kotor dan cukup dapat menahan air. Arang
sekam mengandung SiO2 (52%), C (31%), K (0.3%), N (0,18%), F (0,08%), dan
kalsium (0,14%). Selain itu juga mengandung unsur lain seperti Fe2O3, K2O, MgO,
CaO, MnO dan Cu dalam jumlah yang kecil serta beberapa jenis bahan organik.
Kandungan silikat yang tinggi dapat menguntungkan bagi tanaman karena menjadi
lebih tahan terhadap hama dan penyakit akibat adanya pengerasan jaringan. Sekam
bakar juga digunakan untuk menambah kadar Kalium dalam tanah. pH arang sekam
antara 8.5 - 9. pH yang tinggi ini dapat digunakan untuk meningkatkan pH tanah
asam. PH tersebut memiliki keuntungan karena dibenci gulma dan bakteri.
Peletakan sekam bakar pada bagian bawah dan atas media tanam dapat mencegah
populasi bakteri dan gulma yang merugikan.
Arang dari kayu sanggup mengikat
air dalam jumlah
sedikit. Keunikan dari media tipe arang kayu adalah sifatnya yang bufer (penyangga). Apabila terjadi kekeliruan dalam
pemberian unsur hara yang terkandung di dalam pupuk bisa segera dinetralisir
dan diadaptasikan. Selain itu, bahan media ini juga tak mudah lapuk jadi susah
ditumbuhi jamur alias eendawan yang bisa memenyesalkan tanaman. Tetapi, media
arang kayu cenderung
miskin bakal unsur hara. Oleh sebabnya, ke dalam media tanam ini butuh disuplai
unsur hara berupa software pemupukan. Sebelum dipakai sebagai media tanam,
idealnya arang dipeceah
menjadi potongan-potongan keeil terlebih dahulu jadi memudahkan dalam
penempatan di dalam pot. Ukuran peeahan arang ini sangat bergantung pada wadah
yang dipakai untuk menanam dan tipe tanaman yang bakal ditanam (Paiman, 2009).
Berdasarkan
praktikum pelakuan pemberian arang
sekam dana rang kayu untuk tanaman
kangkung pada media pasir pantai menunjukkan bahwa dosis pemberian arang yang
berbeda hasilnya tidak berbeda nyata terhadap peningkatan bobot tanaman. Sedangkan hasil penelitian Supriyanto (2010), menunjukan bahwa penambahan arang sekam pada media tumbuh akan menguntungkan karena dapat
memperbaiki sifat tanah di antaranya adalah mengefektifkan pemupukan karena
selain memperbaiki sifat fisik tanah (porositas, aerasi), arang sekam juga
berfungsi sebagai pengikat hara (ketika kelebihan hara) yang dapat digunakan
tanaman ketika kekurangan hara, hara dilepas secara perlahan sesuai kebutuhan
tanaman/slow release sehingga tanaman terhindar dari keracunan dan kekurangan
hara. Hasil pengamatan menunjukkan pertumbuhan tanaman di media yang ditambahkan
arang sekam memiliki pertumbuhan yang lebih baik. Penambahan arang sekam pada
media tumbuh memberikan pengaruh nyata terhadap pertumbuhan tinggi semai jabon.
Penambahan arang sekam dapat meningkatkan pertumbuhan tinggi semai jabon
sebesar 18,31% - 28,36%. Dalam penelitiannya Yulfianti (2011), menjelaskan bahwa penambahan arang sekam dapat meningkatkan panjang
akar, hal ini dikarenakan pada media yang Penambahan arang kayu menyebabkan
adanya ruang yang dapat ditembus akar, sehingga akar dapat menyerap hara dalam
jumlah banyak. Abu sekam mengandung SiO2, P dan K yang berasal dari
proses pengabuan melalui pembakaran pada suhu tinggi, sehingga penambahan abu
sekam dapat meningkatkan P dan K tanah liat. Penggunaan
arang mempunyai keuntungan ganda yaitu selain dapat menyediakan unsur hara juga
dapat sebagai pembenah tanah (soil amandement), yang pengaruhnya sangat
diperlukan untuk memperbaki sifat fisik tanah yang berfungsi sebagai media
untuk mengikat karbon dalam tanah (Herdiana et al. 2008).
V.
KESIMPULAN
DAN SARAN
A.
Kesimpulan
Berdasarkan
praktikum dan hasil pengamatan yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa:
1.
Pemberian arang pada
praktikum ini dilakukan dengan mencampurkan arang dengan dosis yang berbeda
pada tiap polybag yang berisi pasir pantai
2.
Pemberian arang pada
tanah pasir pantai dengan dosis yang berbeda tidak menunjukkan hasil yang
berbeda nyata atau tidak memberikan pengaruh nyata terhadap peningkatan tinggi
tanaman kangkung.
B.
Saran
Praktikum
harus dikerjakan dengan teliti dalam pengamatan dan perhitungan agar didapatkan
hasil yang valid. Memperhatikan pemberian arang dilakukan secara tepat,
sehingga dapat diketahui sejauh mana pengaruh pemberian arang tersebut.
DAFTAR
PUSTAKA
Andriana H.K.,
M.Izzati, E.Saptiningsih. 2013. “Pengaruh Penambahan Arang dan Abu
Sekam”. Buletin Anatomi dan Fisiologi. Vol. 21, No. 1 : 1-17.
Djatmiko
B, Ketaren S dan Setyahartini S. 1985. Pengolahan Arang dan Kegunaannya. Bogor
(ID): Agroindutri Press, Jurusan Teknologi Industri Pertanian, FATETA-IPB.
Firmansa,
M. A. Sinar Tani No. 33353. United
National Development Program. Kalimantan Tengah.
Gunawan
LW. 1987. Teknik Kultur Jaringan. Bogor (ID): PAU Bioteknologi IPB.
Gusmailina.
2009. Arang kompos bioaktif : inovasi teknologi untuk menunjang pembangunan
kehutanan. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan Badan Litbang
Kehutanan.
Kertonegoro,
B.D., 2003. Pengembangan Budidaya Tanaman Sayuran dan Hortikultura pada Lahan
Pasir Pantai: Sebuah Model Spesifik dari D.I. Yogyakarta. Agr.UMY XI (2):
67-75.
Komarayati,
S. Pari G., dan Gusmailina. 2003. Pengembangan Penggunaan Arang untuk
Rehabilitasi Lahan. Buletin Penelitian
dan Pengembangan Kehutanan. Jakarta.
Marwanto, S. A.Rachman,
D.Erfandi. 2009. Tingkat salinitas Tanah
Padi Lahan Sawah Intensif di Kabupaten Indramayu, Jawa Barat. Balai
Penelitian Tanah. Bogor.
Mia, J.
2011. “Karakteristik Fisik Dan Kimia Kompos Bokashi, Arang Sekam, Dan Arang
Kayu Terhadap Penyerapan Gas Amoniak (NH3)”. Ilmu Pertanian. Vol.
12, No.2 : 140 – 15.
Paiman, A.
2009. “Efek Pemberian
Berbagai Amelioran dan Abu terhadap Pertumbuhan dan produksi Kedelai pada Lahan
Gambut”. Jurnal Agronomi. Vol. 10, No. 2 : 85-92.
Prapto, Y., dkk. 2000. Menyulap Tanah Pasir Menjadi Lahan Subur.
Harian Suara Merdeka.
Rajiman,
Y.P., Sulistyaningsih, E., dan Hanudin, E. 2008. Pengaruh Pembenah Tanah
terhadap Sifat Fisika dan Hasil Bawang Merah pada Lahan Pasir PantaiBugel. Jurnal Agrin 12(1):67-77.
Samuel, S.
2003. Penelitian Proses Karburisasi Padat
dengan Media Arang Batok dan Energizer Barium Karbonat ,Institut Teknologi
Bandung Press. Bandung.
Saputro, T. E., 2015. AGRICULTURE RESEARCH CENTER DI LAHAN
PASIR PANTAI BARU YOGYAKARTA (dengan Pendekatan Green Architecture). Artikel
Publikasi.Program Studi Arsitektur Fakultas Teknik. Universitas
Muhammadiyah Surakarta. Surakarta.
Septiani, D.
2012. Pengaruh Pemberian Arang Sekam Padi Terhadap Pertumbuhan Dan Hasil
Tanaman Cabai Rawit (Capsicum frutescens).
Seminar program stadi hortikultur.
politeknik negeri Lampung.
Sitompul,
S.M., dan Guritno, B., 1995. Analisis
Pertumbuhan Tanaman. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Soepardi, G. 2003. Sifat dan Ciri Tanah. Jurusan Tanah. Fakultas Pertanian. Institut
Pertanian Bogor. Bogor.
Supriyanto dan
Fidryaningsih Fiona. 2010. “Pemanfaatan Arang Sekam untuk
Memperbaiki Pertumbuhan Semai Jabon (Anthocephalus
cadamba(Roxb.) Miq) pada Media Subsoil”. Jurnal Silvikultur Tropika. Vol. 1 No. 1: 24-28.
Sutiyoso,
Y. 2004. Hidroponik ala Yos. Penebar
Swadaya, Jakarta.
Tim FP-UGM, 2002. Aplikasi Unit Percontohan
Agribisnis Terpadu di Lahan Pantai. Propinsi DIY Kerjasama FP-UGM dengan Dinas
Pertanian Tanaman Pangan Prop. DIY, Tim FP-UGM, Yogyakarta. 118p.
Utama, dkk. 2009. “Mekanisme Fisiologi Toleransi
Terhadap Cekaman Salinitas dan Al pada Spesies Legum Penutup Tanah”. Jurnal Stigma. Vol.
12, No.
2 :186-191.
Yulfianti, C.E.
2011. “Efek
pemanfaatan Abu Kayu Sebagai Sumber Silika (Si) untuk Memperbaiki Kesuburan
Tanah Sawah”. Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas
Andalas. Padang.
Yuniarti,
R. 2014. Penapisan Galur Kedelai Glycine
max (L) Metil Toleran terhadap NaCl untuk Penanaman di Lahan Salin. Jurnal
UI. Makara, Sains, Vol 8, No.1 , April 2004 : 21.
Yuwono
NW. 2009. Membangun kesuburan tanah di lahan marginal. Jurnal Ilmu Tanah dan
Lingkungan: 9 (2): 137-141.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar