iklan banner

Kamis, 16 November 2017

PERKECAMBAHAN PADA LINGKUNGAN SUBOPTIMAL



LAPORAN PRAKTIKUM
TEKNOLOGI DAN PRODUKSI BENIH
ACARA IV
PERKECAMBAHAN PADA LINGKUNGAN SUBOPTIMAL

I.       PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Benih merupakan salah satu komponen penting dalam teknologi kimiawi – biologis yang pada setiap musim tanam masih menjadi masalah khususnya untuk komoditas tanaman pangan karena produksi benih bermutu masih belum dapat mencukupi permintaan petani. Benih dari segi teknologi diartikan sebgai organisme hidup yang dalam keadaan istirahat atau dorman yang tersimpan dalam wahana tertentu yang digunakan sebagai penerus generasi.
Salah satu ciri benih berkualitas tinggi adalah mempunyai viabilitas dan vigor yang tinggi. Secara ideal semua benih harus memiliki kekuatan tumbuh yang tinggi sehingga bila ditanam pada kondisi lapangan yang beraneka ragam akan tetap tumbuh sehat dan kuat serta berproduksi tinggi dengan kaulitas baik. Vigor benih dicerminkan oleh dua informasi tentang viabilitas masing-masing yaitu kekuatan tumbuh dan daya simpan benih. Secara umum vigor diartikan sebagai kemampuan benih untuk tumbuh normal pada keadaan lingkungan yang sub optimal.
Idealnya suatu benih yang akan diproduksi sebagai bibit suatu tanaman harus memiliki kekuatan tubuh (vigor) yang tinggi, sehingga bila ditanam pada kondisi lapangan yang beraneka ragam akan tumbuh sehat dan kuat serta berproduksi tinggi dengan kualitas baik. Informasi tentang daya kecambah benih yang ditentukan di laboratorium adalah pada kondisi yang optimum, padahal kondisi lapangan yang sebenarnya jarang didapati berada pada keadaan yang optimum. Keadaan suboptimum yang tidak menguntungkan dilapangan dapat menambah segi kelemahan benih dan mengakibatkan turunnya persentase perkecambahan serta lemahnya pertumbuhan selanjutnya.

B.  Tujuan
Mempelajari pengaruh garam pada medium terhadap perkecambahan dan serapan air oleh benih

II.          TINJAUAN PUSTAKA
Kondisi dormansi dapat dibawa sejak benih masak secara fisiologis ketika masih berada pada tanaman induknya atau mungkin setelah benih tersebut terlepas dari tanaman induknya. Dormansi pada benih dapat disebabkan oleh keadaan fisik dari kulit biji dan keadaan fisiologis dari embrio atau bahkan kombinasi dari kedua keadaan tersebut. Benih dapat mengalami dormansi yang ditandai oleh beberapa hal, seperti rendahnya / tidak adanya proses imbibisi air, proses respirasi tertekan / terhambat, rendahnya proses mobilisasi cadangan makanan, dan rendahnya proses metabolisme cadangan makanan (Sutopo, 2010).
Perkecambahan akan terjadi dengan baik jika ditunjang dengan kondisi lingkungan yang baik seperti ketersediaan air, suhu yang cukup, kelembaban yang baik, udara dan cahaya yang baik pula sehingga ini mendukung terjadinya suatu perkecambahan. Beberapa hal yang terjadi adalah terdapat zat-zat penghambat dalam proses perkecambahan benih, seperti:
1.         Larutan dengan tingkat osmotic tinggi, missal larutan mannitol, larutan NaCl.
2.         Bahan-bahan yang mengganggu lintasan metabolism, umumnya menghambat respirasi, seperti: sianida, dinitrofenol, azide, fluoride, hydroxylamine.
3.         Herbisida
4.         Coumarin
5.         Auxin
6.         Bahan-bahan yang terkandung dalam buah, musal: cairan yang melapisi biji tomat dan mentimun (Sutopo, 2010).
Vigor benih merupakan kemampuan benih untuk mampu tumbuh normal pada kondisi suboptimum. Sadjad (1999) mengkategorikan vigor benih menjadi dua yaitu vigor kekuatan tumbuh dan vigor daya simpan. Keduanya merupakan parameter viabilitas yang dapat mencerminkan kondisi vigor benih. Menurut Copeland dan Mc Donald (2001) faktor-faktor yang mempengaruhi vigor benih adalah kondisi lingkungan selama perkembangan benih, kondisi genetik benih, dan lingkungan penyimpanan. Faktor genetik meliputi tingkat kekerasan benih, vigor tanaman induk, daya tahan terhadap kerusakan mekanik, dan komposisi kimia benih. Faktor lingkungan perkembangan benih meliputi kelembaban, kesuburan tanah, dan pemanenan benih. Faktor penyimpanan benih meliputi waktu penyimpanan, dan lingkungan penyimpanan (suhu, kelembaban, dan persediaan oksigen).
Fungsi air pada perkecambahan biji adalah sebagai berikut (Kamil, 1979):
1.      Air yang diserap oleh benih berguna untuk melunakkan kulit biji dan menyebabkan pengembangan embrio dan endosperm. Hal ini mengakibatkan pecah atau robeknya kulit biji.
2.      Air memberikan fasilitas bagi masuknya oksigen ke dalam biji. Apabila dinding sel kulit biji dan embrio menyerap air, maka suplai oksigen meningkat sehingga memungkinkan lebih aktifnya pernafasan. Sebaliknya, CO2 yang dihasilkan oleh pernafasan lebih mudah keluar.
3.      Air berguna untuk mengencerkan protoplasma, sehingga dapat mengaktifkan bermacam-macam fungsinya.
4.      Air berguna sebagai alat transport larutan makanan dari endosperm atau kotiledon kepada titik tumbuh pada embryonic axis.
Biji yang dikecambahkan dalam kondisi kekurangan air dan kelembaban yang tidak sesuai menyebabkan munculnya kecambah jelek dan tidak serempak, yang akan berpengaruh terhadap keseragaman densitas tanaman dan berdampak negatif pada hasil tanaman ( Mavi, K., and I. Demir. 2005)

III.       METODE PRAKTIKUM
A.    Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan pada praktikum kali ini yaitu kertas merang, cawan petri dan pinset. Bahan-bahan yang digunakan adalah benih padi, aquades, dan garam NaCl. 
B.     Prosedur Kerja
1.      Disiapkan larutan garam dengan konsentrasi 0 ppm, 2500 ppm dan 5000 ppm.
2.      Disiapkan petridish dengan diberi alas kertas merang.
3.      Dikecambahkan benih padi sesuai dengan perlakuan yang telah ditentukan.
4.      Dilakukan pengamatan 2 hari sekali selama 8 hari..
5.      Selama pengamatan dilakukan penyemprotan secara merata pada benih sesuai dengan perlakuan yang telah ditentukan (jangan sampai tergenang).
6.      Dihitung persentase perkecambahan dan indeks vigor benih

IV.       HASIL DAN PEMBAHASAN
A.    Hasil Pengamatan
Persen perkecambahan
1.      0 ppm
% Perkecambahan    =  x 100%
=  x 100%
= 0%
2.      2500 ppm
    % Perkecambahan =   x 100%
=  x 100%
= 0%
3.      5000 ppm
    % Perkecambahan =   x 100%
=   x 100%
=  0%
Kesimpulan : % perkecambahan yang paling tinggi ialah pada konsentrasi 0 ppm yaitu 80%, selanjutnya pada konsentrasi 2500 ppm yaitu 30% dan persen perkecambahan paling kecil pada konsentrasi 5000 ppm


Indeks vigor
1.       0 ppm
N =   +
=   +
=
=  = 5,44
2.       2500 ppm
N  =   +
=   +
=
=  = 2,08
3.       5000 ppm
N  =   +
=    +
=
=  = 1,25
Kesimpulan : Indeks vigor tertinggi ialah pada konsentrasi 0 ppm yaitu 5,44 selanjutnya pada konsentrasi 2500 ppm yaitu 2,08 dan indeks vigor terkecil pada konsentrasi 5000 ppm yaitu 1,25

B.     Pembahasan
Lingkungan sub optimal yaitu suatu lingkungan yang akan menghambat atau bahkan menyebabkan tidak terjadi suatu perkecambahan benih. Contoh lingkungan suboptimal yaitu pada lahan salin, lahan gambut danlain sebagainya. Lahan gambut termasuk pada lingkunga sub optimal karena lahan ini tidak memungkinkan benih untuk berkecambah. Menurut Agus dan Subiksa (2008) secara alamiah lahan gambut memiliki tingkat kesuburan rendah karena kandungan unsur haranya rendah dan mengandung beragam asam-asam organik Lahan gambut umumnya mempunyai tingkat kemasaman yang relatif tinggi dengan kisaran pH 3 – 5 yang sebagian bersifat racun bagi tanaman. Selain lahan gambut, lahan salin juga termasuk kedalam lingkungan suboptimal dimana lahan salin ini mempunyai kadar garam (NaCl) netral yang larut dalam air sehingga dapat mengganggu pertumbuhan kebanyakan tanaman. Kurang dari 15% dari kapasitas tukar kation (KTK) tanah ditempati oleh natrium dan biasanya nilai pH kurang dari 8,5( Soepardi, 2003)
Pengujian vigor benih yang telah diterima dan distandarisai oleh ISTA (2007) (International Seed Testing Association) masih terbatas pada benih yang berukuran relatif besar yaitu Pengujian Accelerated Ageing Test atau metode pengusangan dipercepat pada kedelai dan Conductivity Test pada kacang kapri. Uji vigor benih yang termasuk dalam metode pengusangan buatan adalah metode Accelerated Ageing Test dan metode pengusangan cepat terkontrol (PCT). Metode PCT telah banyak dikembangkan untuk mengevaluasi kualitas benih yang berukuran relatif kecil seperti cabai, bawang, barley, dan benih kecil lainnya.
Metode analisis vigor secara umum diklasifikasikan ke dalam beberapa kelompok yaitu uji stres (uji cekaman), uji pertumbuhan dan evaluasi kecambah, dan uji biokimia.Uji cekaman mencakup: Accelerated Ageing Test (AAT) atau  metode pengusangan dipercepat yang telah umum digunakan, Cold Test, dan  Controlled Deterioration (CD) atau metode pengusangan cepat terkontrol (PCT)  (Venter dalam Wafiroh, 2010). Metode PCT pada prinsipnya sama dengan metode AAT.Hal yang membedakan adalah teknik yang digunakan selama pelaksanaannya. Metode AAT menggunakan seperangkat alat pengusangan khusus, sedangkan PCT menggunakan peralatan yang lebih sederhana dan kadar air benih diketahui
dengan jelas dan terkontrol selama penderaan (Filho, 1998).
Metode PCT menggambarkan proses kemunduran suatu lot benih dengan alat pengusang cepat. Kadar air benih yang sering digunakan dalam metode PCT adalah 20% dengan suhu 45 C dan periode penderaan 24 jam (Powell & Matthews, 2005). Metode uji vigor dengan pengusangan cepat terkontrol dapat digunakan untuk mengidentifikasi secara dini toleransi tanaman terhadap suatu cekaman.Hasil penelitian menyatakan bahwa penggunaan metode PCT dengan lama penderaan 36 hingga 48 jam dan suhu 45 C, dapat mengidentifikasi secara dini genotipe padi yang toleran terhadap salinitas setara dengan ketahanan pada konsentrasi NaCl 200 mM.
(Alam et al,2005).
Salinitas adalah salah satu cekaman abiotik yang sangat mempengaruhi produktivitas dan kualitas tanaman (Sembiring,2000). Salinitas menurut Syakir dkk (2008) secara sederhana dapat diartikan sebagai suatu keadaan di-mana garam dapat larut dalam jumlah yang berlebihan dan berakibat buruk bagi pertumbuhan tanaman. Beberapa jenis diantaranya garam khlorida, sulfat dan bikarbinat dari natrium, kalsium dan magnesium, masing-masing akan memberikan berbagai tingkat salinitas.
Cara membuat larutan salin pada praktikum kali ini yaitu untuk larutan salin 2500 ppm, maka dibutuhkan garam sebanyak 2,5 gram untuk 1 Liter air. Hal ini didapatkan melalui perhitungan sebagai berikut :
2500 ppm =
= 2,5 ×  gr/mL×1000 mL
= 2,5 gram
Larutan garam yang diberikan pada praktikum kali ini mengurangi daya kecambah benih yang ditanam pada cawan petri yang terlihat dari persentase perkecambahannya. Cekaman salinitas mempengaruhi perkecambahan dengan mencegah air dan juga memasukan ion beracun ke dalam embrio atau bibit. Tingkat toleransi tanaman terhadap cekaman garam jauh lebih besar selama perkecambahan tanaman (Suwarno dan Solahudin, 1983). Menurut Ghoulam et al. dalam Mavi dan Demir (2005), cekaman terhadap salinitas dapat mempengaruhi perkecambahan benih, menunda perkecambahan, meningkatkan jumlah kecambah abnormal, dan mengurangi jumlah benih yang dapat tumbuh.
Menurut Dobermann and Fairhurst (2000) menyimpulkan bahwa padi relative lebih toleran terhadap salinitas saat perkecambahan, tapi tanaman bisa dipengaruhi saat pindah tanam, bibit masih muda, dan pembungaan. Pengaruh lebih jauh terhadap tanaman padi adalah: 1) berkurangnya kecepatan perkecambahan; 2) berkurangnya tinggi tanaman dan jumlah anakan; 3) pertumbuhan akar jelek; 4) sterilitas biji meningkat; 5) kurangnya bobot 1000 gabah dan kandungan protein total dalam biji karena penyerapan Na yang berlebihan; dan 6) berkurangnya penambatan N2 secara biologi dan lambatnya mineralisasi tanah. Menurut penelitian Sunarto (2001) percobaan penyiraman larutan garam NaCl sebesar 0.2 % menunjukkan penurunan pada semua peubah pengamatan seperti tinggi tanaman, luas daun, bobot biji, bobot kering akar dan tajuk dan panjang akar pada tanaman kedelai.
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dengan mengamati persentaseperkecambahan dan indeks vigor benih. Perlakuan diberikan pada benih dengan melakukan penyiraman menggunakan air garam denga konsentrasi 2500 ppm, 5000 ppm, dan 0 ppm sebagai control (dengan air biasa). Persentase perkecambahan yang paling besar dari ketiga perlakuan itu adalah pada konsentrasi 0 ppm yaitu sebanyak 80%, selanjutnya pada konsentrasi 2500 ppm sebanyak 30% dan konsentrasi 5000 ppm sebanyak 20%. Berarti perlakuan larutan salin mempengaruhi perkecambahan benih karena dengan adanya larutan salin maka akan mencegah air dan juga memasukan ion beracun ke dalam embrio atau bibit (Suwarno dan Solahudin, 1983). Sedangkan untuk indeks vigor dari perlakuan 0 ppm, 2500 ppm, dan 5000 ppm secara berurutan yaitu 5,44 ; 2,08 ;1,25. Dengan demikian maka, indeks vigor tertinggi yaitu pada konsentrasi 0 ppm diikuti oleh konsentrasi 2500 ppm, dan yang paling rendah adalah konsentrasi 5000 ppm. Berdasarkan hasil tersebut, berarti perlakuan penyiraman dengan larutan salin mempengaruhi perkecambahan dan indeks vigor benih. Menurut penelitian Sunarto (2001) percobaan penyiraman larutan garam NaCl sebesar 0.2 % menunjukkan penurunan pada semua peubah pengamatan seperti tinggi tanaman, luas daun, bobot biji, bobot kering akar dan tajuk dan panjang akar pada tanaman kedelai. Berikut gambar hari pertama dan hari terakhir pengmatan yaitu hari ke delapan perkecambahan benih padi pada lingkungan salin.
Gambar 5. Pengamatan hari pertama dan hari kedelapan perlakuan salin

V.          KESIMPULAN DAN SARAN
A.    Kesimpulan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa persentase perkecambahan dan indeks vigor  yang paling tinggi dari perlakuan salinitas yang diberikan yaitu pada konsentrasi  0 ppm selanjutnya 2500 ppm, dan yang paling kecil adalah 5000 ppm. Semakin tinggi kadar garam yang dikandung suatu media tanam, maka daya kecambah atau vigor benih yang ditanam pada media tersebut akan semakin menurun.

B.     Saran
Sebaiknya dalam melakukan penyemprotan secara teratur agar benih tidak mengalami kekeringan.

DAFTAR PUSTAKA
Agus, F. dan I.G. M. Subiksa. 2008. Lahan Gambut: Potensi untuk Pertanian dan Aspek Lingkungan. Balai Penelitian Tanah dan World Agroforestry Centre (ICRAF), Bogor.
Alam et al. 2005. Pemuliaan Tanaman. IKIP Semarang Press : Semarang
Copeland, L.O. and M.B. McDonald. 2001. Principle of Seed Science and Technology. 4th ed. Kluwer Academic Publisher. Massachusetts. 467p.
Filho.1998. Pengantar Produksi Benih. Rajawali Press, Jakarta.
ISTA. 2007. International Rules for Seed Testing. Edition 2007. International Seed Testing Association. Zurich. Switzerland.
Kamil, Jurnalis. 1979. Teknologi Benih 1. Bandung: Angkasa Anggota IKAPI.
Mavi, K., and I. Demir. 2005. Controlled deterioration for vigour assessment and  predicting seedling growth of winter squash (Cucurbita maxima) seed lots  under salt stress. New. Zeal. J. Crop. Hort. Sci. 33:193-197.
Powell & Matthews, 2005. 2004. Metode Pengusangan Cepat. Jakarta : Rineka Cipta.
Sadjad, S., E. Murniati, dan S. Ilyas. 1999. Parameter Pengujian Vigor Benih: Dari Komparatiif ke Simulatif. Grasindo. Jakarta.
Soepardi, G. 1983. Sifat dan Ciri Tanah. Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Sutopo, L. 2010. Teknologi Benih. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Suwarno dan S. Solahudin. 1983. Toleransi varietas padi terhadap salinitas pada fase perkecambahan. Buletin Agronomi. XIV (3) : 1-1.
Syakir, dkk. 2008. Pengaruh Salinitas Terhadap Pertumbuhan, Produksi dan Mutu Sambiloto. Bul Littro. Vol. XIX. No.2 : 129-137.
Venter dalam Wafiroh, 2010. Dari Benih kepada Benih. Jakarta : PT Gramedia Widiasarana Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

HANTARAN HIDROLIK