LAPORAN PRAKTIKUM
TEKNOLOGI DAN PRODUKSI BENIH
ACARA IV
PERKECAMBAHAN PADA LINGKUNGAN
SUBOPTIMAL
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Benih
merupakan salah satu komponen penting dalam teknologi kimiawi – biologis yang
pada setiap musim tanam masih menjadi masalah khususnya untuk komoditas tanaman
pangan karena produksi benih bermutu masih belum dapat mencukupi permintaan
petani. Benih dari segi teknologi diartikan sebgai organisme hidup yang dalam
keadaan istirahat atau dorman yang tersimpan dalam wahana tertentu yang
digunakan sebagai penerus generasi.
Salah satu ciri benih
berkualitas tinggi adalah mempunyai viabilitas dan vigor yang tinggi. Secara
ideal semua benih harus memiliki kekuatan tumbuh yang tinggi sehingga bila
ditanam pada kondisi lapangan yang beraneka ragam akan tetap tumbuh sehat dan
kuat serta berproduksi tinggi dengan kaulitas baik. Vigor benih dicerminkan
oleh dua informasi tentang viabilitas masing-masing yaitu kekuatan tumbuh dan
daya simpan benih. Secara umum vigor diartikan sebagai kemampuan benih untuk
tumbuh normal pada keadaan lingkungan yang sub optimal.
Idealnya suatu benih yang akan diproduksi sebagai
bibit suatu tanaman harus memiliki kekuatan tubuh (vigor) yang tinggi, sehingga
bila ditanam pada kondisi lapangan yang beraneka ragam akan tumbuh sehat dan
kuat serta berproduksi tinggi dengan kualitas baik. Informasi tentang daya
kecambah benih yang ditentukan di laboratorium adalah pada kondisi yang
optimum, padahal kondisi lapangan yang sebenarnya jarang didapati berada pada
keadaan yang optimum. Keadaan suboptimum yang tidak menguntungkan dilapangan dapat
menambah segi kelemahan benih dan mengakibatkan turunnya persentase
perkecambahan serta lemahnya pertumbuhan selanjutnya.
B. Tujuan
Mempelajari pengaruh
garam pada medium terhadap perkecambahan dan serapan air oleh benih
II.
TINJAUAN
PUSTAKA
Kondisi dormansi dapat
dibawa sejak benih masak secara fisiologis ketika masih berada pada tanaman induknya atau mungkin setelah
benih tersebut terlepas dari tanaman induknya. Dormansi pada benih dapat
disebabkan oleh keadaan fisik dari kulit biji dan keadaan fisiologis dari
embrio atau bahkan kombinasi dari kedua keadaan tersebut. Benih dapat mengalami dormansi yang ditandai oleh beberapa hal, seperti rendahnya / tidak adanya proses imbibisi air, proses respirasi tertekan / terhambat, rendahnya proses mobilisasi cadangan makanan, dan rendahnya proses metabolisme cadangan makanan (Sutopo, 2010).
Perkecambahan akan terjadi dengan baik jika ditunjang
dengan kondisi lingkungan yang baik seperti ketersediaan air, suhu yang cukup,
kelembaban yang baik, udara dan cahaya yang baik pula sehingga ini mendukung
terjadinya suatu perkecambahan. Beberapa hal yang terjadi adalah terdapat
zat-zat penghambat dalam proses perkecambahan benih, seperti:
1.
Larutan
dengan tingkat osmotic tinggi, missal larutan mannitol, larutan NaCl.
2.
Bahan-bahan
yang mengganggu lintasan metabolism, umumnya menghambat respirasi, seperti:
sianida, dinitrofenol, azide, fluoride, hydroxylamine.
3.
Herbisida
4.
Coumarin
5.
Auxin
6.
Bahan-bahan yang terkandung dalam buah,
musal: cairan yang melapisi biji tomat dan mentimun (Sutopo, 2010).
Vigor benih merupakan
kemampuan benih untuk mampu tumbuh normal pada kondisi suboptimum. Sadjad
(1999) mengkategorikan vigor benih menjadi dua yaitu vigor kekuatan tumbuh dan
vigor daya simpan. Keduanya merupakan parameter viabilitas yang dapat
mencerminkan kondisi vigor benih. Menurut Copeland dan Mc Donald (2001)
faktor-faktor yang mempengaruhi vigor benih adalah kondisi lingkungan selama
perkembangan benih, kondisi genetik benih, dan lingkungan penyimpanan. Faktor
genetik meliputi tingkat kekerasan benih, vigor tanaman induk, daya tahan
terhadap kerusakan mekanik, dan komposisi kimia benih. Faktor lingkungan
perkembangan benih meliputi kelembaban, kesuburan tanah, dan pemanenan benih.
Faktor penyimpanan benih meliputi waktu penyimpanan, dan lingkungan penyimpanan
(suhu, kelembaban, dan persediaan oksigen).
Fungsi
air pada perkecambahan biji adalah sebagai berikut (Kamil, 1979):
1.
Air yang diserap oleh benih berguna untuk
melunakkan kulit biji dan menyebabkan pengembangan embrio dan endosperm. Hal
ini mengakibatkan pecah atau robeknya kulit biji.
2.
Air memberikan fasilitas bagi masuknya
oksigen ke dalam biji. Apabila dinding sel kulit biji dan embrio menyerap air,
maka suplai oksigen meningkat sehingga memungkinkan lebih aktifnya pernafasan.
Sebaliknya, CO2 yang dihasilkan oleh pernafasan lebih mudah keluar.
3.
Air berguna untuk mengencerkan
protoplasma, sehingga dapat mengaktifkan bermacam-macam fungsinya.
4.
Air berguna sebagai alat transport larutan
makanan dari endosperm atau kotiledon kepada titik tumbuh pada embryonic axis.
Biji
yang dikecambahkan dalam kondisi kekurangan air dan kelembaban yang tidak
sesuai menyebabkan munculnya kecambah jelek dan tidak serempak, yang akan
berpengaruh terhadap keseragaman densitas tanaman dan berdampak negatif pada
hasil tanaman ( Mavi, K., and I. Demir. 2005)
III. METODE PRAKTIKUM
A.
Alat
dan Bahan
Alat-alat
yang digunakan pada praktikum kali ini yaitu kertas merang, cawan petri dan
pinset. Bahan-bahan yang digunakan adalah benih padi, aquades, dan garam
NaCl.
B.
Prosedur
Kerja
1. Disiapkan
larutan garam dengan konsentrasi 0 ppm, 2500 ppm dan 5000 ppm.
2. Disiapkan
petridish dengan diberi alas kertas merang.
3. Dikecambahkan
benih padi sesuai dengan perlakuan yang telah ditentukan.
4. Dilakukan
pengamatan 2 hari sekali selama 8 hari..
5. Selama
pengamatan dilakukan penyemprotan secara merata pada benih sesuai dengan perlakuan
yang telah ditentukan (jangan sampai tergenang).
6. Dihitung
persentase perkecambahan dan indeks vigor benih
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A.
Hasil
Pengamatan
Persen perkecambahan
1.
0 ppm
% Perkecambahan =
x
100%
=
x
100%
= 0%
2.
2500 ppm
% Perkecambahan =
x
100%
=
x
100%
=
0%
3.
5000 ppm
% Perkecambahan =
x
100%
=
x
100%
= 0%
Kesimpulan
: % perkecambahan yang paling tinggi ialah pada konsentrasi 0 ppm yaitu 80%,
selanjutnya pada konsentrasi 2500 ppm yaitu 30% dan persen perkecambahan paling
kecil pada konsentrasi 5000 ppm
Indeks
vigor
1. 0
ppm
N =
+
=
+
=
=
=
5,44
2. 2500
ppm
N =
+
=
+
=
=
=
2,08
3. 5000
ppm
N =
+
=
+
=
=
=
1,25
Kesimpulan
: Indeks vigor tertinggi ialah pada konsentrasi 0 ppm yaitu 5,44 selanjutnya
pada konsentrasi 2500 ppm yaitu 2,08 dan indeks vigor terkecil pada konsentrasi
5000 ppm yaitu 1,25
B.
Pembahasan
Lingkungan
sub optimal yaitu suatu lingkungan yang akan menghambat atau bahkan menyebabkan
tidak terjadi suatu perkecambahan benih. Contoh lingkungan suboptimal yaitu
pada lahan salin, lahan gambut danlain sebagainya. Lahan gambut termasuk pada
lingkunga sub optimal karena lahan ini tidak memungkinkan benih untuk
berkecambah. Menurut Agus dan Subiksa (2008) secara alamiah lahan gambut
memiliki tingkat kesuburan rendah karena kandungan unsur haranya rendah dan
mengandung beragam asam-asam organik Lahan gambut umumnya mempunyai tingkat
kemasaman yang relatif tinggi dengan kisaran pH 3 – 5 yang sebagian bersifat
racun bagi tanaman. Selain lahan gambut, lahan salin juga termasuk kedalam
lingkungan suboptimal dimana lahan salin ini mempunyai kadar garam (NaCl)
netral yang larut dalam air sehingga dapat mengganggu pertumbuhan kebanyakan
tanaman. Kurang dari 15% dari kapasitas tukar kation (KTK) tanah ditempati oleh
natrium dan biasanya nilai pH kurang dari 8,5( Soepardi, 2003)
Pengujian vigor
benih yang telah diterima dan distandarisai oleh ISTA (2007) (International
Seed Testing Association) masih terbatas pada benih yang berukuran relatif
besar yaitu Pengujian Accelerated Ageing Test atau metode pengusangan dipercepat
pada kedelai dan Conductivity Test pada kacang kapri. Uji vigor benih yang
termasuk dalam metode pengusangan buatan adalah metode Accelerated Ageing Test
dan metode pengusangan cepat terkontrol (PCT). Metode PCT telah banyak
dikembangkan untuk mengevaluasi kualitas benih yang berukuran relatif kecil
seperti cabai, bawang, barley, dan benih kecil lainnya.
Metode
analisis vigor secara umum diklasifikasikan ke dalam beberapa kelompok
yaitu uji stres (uji cekaman), uji pertumbuhan dan evaluasi kecambah, dan uji
biokimia.Uji cekaman mencakup: Accelerated Ageing Test (AAT) atau metode
pengusangan dipercepat yang telah umum digunakan, Cold Test, dan
Controlled Deterioration (CD) atau metode pengusangan cepat terkontrol
(PCT) (Venter dalam Wafiroh, 2010). Metode PCT pada prinsipnya sama
dengan metode AAT.Hal yang membedakan adalah teknik yang digunakan selama
pelaksanaannya. Metode AAT menggunakan seperangkat alat pengusangan khusus,
sedangkan PCT menggunakan peralatan yang lebih sederhana dan kadar air benih diketahui
dengan jelas dan terkontrol selama penderaan (Filho, 1998).
Metode PCT menggambarkan proses kemunduran suatu lot benih dengan alat pengusang cepat. Kadar air benih yang sering digunakan dalam metode PCT adalah 20% dengan suhu 45 C dan periode penderaan 24 jam (Powell & Matthews, 2005). Metode uji vigor dengan pengusangan cepat terkontrol dapat digunakan untuk mengidentifikasi secara dini toleransi tanaman terhadap suatu cekaman.Hasil penelitian menyatakan bahwa penggunaan metode PCT dengan lama penderaan 36 hingga 48 jam dan suhu 45 C, dapat mengidentifikasi secara dini genotipe padi yang toleran terhadap salinitas setara dengan ketahanan pada konsentrasi NaCl 200 mM.
(Alam et al,2005).
dengan jelas dan terkontrol selama penderaan (Filho, 1998).
Metode PCT menggambarkan proses kemunduran suatu lot benih dengan alat pengusang cepat. Kadar air benih yang sering digunakan dalam metode PCT adalah 20% dengan suhu 45 C dan periode penderaan 24 jam (Powell & Matthews, 2005). Metode uji vigor dengan pengusangan cepat terkontrol dapat digunakan untuk mengidentifikasi secara dini toleransi tanaman terhadap suatu cekaman.Hasil penelitian menyatakan bahwa penggunaan metode PCT dengan lama penderaan 36 hingga 48 jam dan suhu 45 C, dapat mengidentifikasi secara dini genotipe padi yang toleran terhadap salinitas setara dengan ketahanan pada konsentrasi NaCl 200 mM.
(Alam et al,2005).
Salinitas
adalah salah satu cekaman abiotik yang sangat mempengaruhi produktivitas dan
kualitas tanaman (Sembiring,2000).
Salinitas menurut Syakir dkk (2008) secara sederhana dapat diartikan sebagai
suatu keadaan di-mana garam dapat larut dalam jumlah yang berlebihan dan
berakibat buruk bagi pertumbuhan tanaman. Beberapa jenis diantaranya garam
khlorida, sulfat dan bikarbinat dari natrium, kalsium dan magnesium,
masing-masing akan memberikan berbagai tingkat salinitas.
Cara
membuat larutan salin pada praktikum kali ini yaitu untuk larutan salin 2500
ppm, maka dibutuhkan garam sebanyak 2,5 gram untuk 1 Liter air. Hal ini
didapatkan melalui perhitungan sebagai berikut :
2500
ppm =
=
2,5 ×
gr/mL×1000 mL
= 2,5 gram
Larutan garam yang diberikan pada praktikum kali ini mengurangi
daya kecambah benih yang ditanam pada cawan petri yang terlihat dari persentase
perkecambahannya. Cekaman salinitas mempengaruhi perkecambahan dengan mencegah air dan juga
memasukan ion beracun ke dalam embrio atau bibit. Tingkat toleransi tanaman
terhadap cekaman garam jauh lebih besar selama perkecambahan tanaman (Suwarno
dan Solahudin, 1983). Menurut Ghoulam et al. dalam Mavi dan Demir (2005),
cekaman terhadap salinitas dapat mempengaruhi perkecambahan benih, menunda
perkecambahan, meningkatkan jumlah kecambah abnormal, dan mengurangi jumlah
benih yang dapat tumbuh.
Menurut Dobermann and Fairhurst (2000) menyimpulkan bahwa padi
relative lebih toleran terhadap salinitas saat perkecambahan, tapi tanaman bisa
dipengaruhi saat pindah tanam, bibit masih muda, dan pembungaan. Pengaruh lebih
jauh terhadap tanaman padi adalah: 1) berkurangnya kecepatan perkecambahan; 2)
berkurangnya tinggi tanaman dan jumlah anakan; 3) pertumbuhan akar jelek; 4)
sterilitas biji meningkat; 5) kurangnya bobot 1000 gabah dan kandungan protein
total dalam biji karena penyerapan Na yang berlebihan; dan 6) berkurangnya
penambatan N2 secara biologi dan lambatnya mineralisasi tanah. Menurut penelitian Sunarto
(2001) percobaan penyiraman larutan garam NaCl sebesar 0.2 % menunjukkan
penurunan pada semua peubah pengamatan seperti tinggi tanaman, luas daun, bobot
biji, bobot kering akar dan tajuk dan panjang akar pada tanaman kedelai.
Berdasarkan
praktikum yang telah dilakukan dengan mengamati persentaseperkecambahan dan
indeks vigor benih. Perlakuan diberikan pada benih dengan melakukan penyiraman
menggunakan air garam denga konsentrasi 2500 ppm, 5000 ppm, dan 0 ppm sebagai
control (dengan air biasa). Persentase perkecambahan yang paling besar dari
ketiga perlakuan itu adalah pada konsentrasi 0 ppm yaitu sebanyak 80%,
selanjutnya pada konsentrasi 2500 ppm sebanyak 30% dan konsentrasi 5000 ppm
sebanyak 20%. Berarti perlakuan larutan salin mempengaruhi perkecambahan benih
karena dengan adanya larutan salin maka akan mencegah air dan juga memasukan ion beracun ke dalam
embrio atau bibit (Suwarno dan Solahudin, 1983). Sedangkan untuk indeks
vigor dari perlakuan 0 ppm, 2500 ppm, dan 5000 ppm secara berurutan yaitu 5,44
; 2,08 ;1,25. Dengan demikian maka, indeks vigor tertinggi yaitu pada
konsentrasi 0 ppm diikuti oleh konsentrasi 2500 ppm, dan yang paling rendah
adalah konsentrasi 5000 ppm. Berdasarkan hasil tersebut, berarti perlakuan
penyiraman dengan larutan salin mempengaruhi perkecambahan dan indeks vigor
benih. Menurut penelitian Sunarto (2001) percobaan penyiraman
larutan garam NaCl sebesar 0.2 % menunjukkan penurunan pada semua peubah
pengamatan seperti tinggi tanaman, luas daun, bobot biji, bobot kering akar dan
tajuk dan panjang akar pada tanaman kedelai. Berikut gambar hari pertama dan
hari terakhir pengmatan yaitu hari ke delapan perkecambahan benih padi pada
lingkungan salin.
Gambar 5. Pengamatan hari pertama dan hari kedelapan
perlakuan salin
V.
KESIMPULAN
DAN SARAN
A.
Kesimpulan
Berdasarkan
praktikum yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa persentase
perkecambahan dan indeks vigor yang
paling tinggi dari perlakuan salinitas yang diberikan yaitu pada konsentrasi 0 ppm selanjutnya 2500 ppm, dan yang paling
kecil adalah 5000 ppm. Semakin tinggi kadar garam yang dikandung suatu media
tanam, maka daya kecambah atau vigor benih yang ditanam pada media tersebut
akan semakin menurun.
B.
Saran
Sebaiknya
dalam melakukan penyemprotan secara teratur agar benih tidak mengalami kekeringan.
DAFTAR PUSTAKA
Agus,
F. dan I.G. M. Subiksa. 2008. Lahan
Gambut: Potensi untuk Pertanian dan Aspek Lingkungan. Balai Penelitian
Tanah dan World Agroforestry Centre (ICRAF), Bogor.
Alam
et al. 2005. Pemuliaan Tanaman. IKIP
Semarang Press : Semarang
Copeland,
L.O. and M.B. McDonald. 2001. Principle
of Seed Science and Technology. 4th ed. Kluwer Academic Publisher.
Massachusetts. 467p.
Filho.1998.
Pengantar Produksi Benih. Rajawali
Press, Jakarta.
ISTA.
2007. International Rules for Seed Testing.
Edition 2007. International Seed Testing Association. Zurich. Switzerland.
Kamil,
Jurnalis. 1979. Teknologi Benih 1.
Bandung: Angkasa Anggota IKAPI.
Mavi,
K., and I. Demir. 2005. Controlled deterioration for vigour assessment and predicting seedling growth of winter squash
(Cucurbita maxima) seed lots under salt
stress. New. Zeal. J. Crop. Hort.
Sci. 33:193-197.
Powell
& Matthews, 2005. 2004. Metode
Pengusangan Cepat. Jakarta : Rineka Cipta.
Sadjad,
S., E. Murniati, dan S. Ilyas. 1999. Parameter
Pengujian Vigor Benih: Dari Komparatiif ke Simulatif. Grasindo. Jakarta.
Soepardi,
G. 1983. Sifat dan Ciri Tanah.
Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Sutopo,
L. 2010. Teknologi Benih. PT.
Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Suwarno
dan S. Solahudin. 1983. Toleransi varietas padi terhadap salinitas pada fase
perkecambahan. Buletin Agronomi. XIV
(3) : 1-1.
Syakir,
dkk. 2008. Pengaruh Salinitas Terhadap Pertumbuhan, Produksi dan Mutu
Sambiloto. Bul Littro. Vol. XIX. No.2
: 129-137.
Venter
dalam Wafiroh, 2010. Dari Benih kepada
Benih. Jakarta : PT Gramedia Widiasarana Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar