TUGAS
TERSTRUKTUR
REKAYASA
TEKNOLOGI PRODUKSI TANAMAN
“Teknologi Pengeringan
Benih”

Oleh:
Qonita
A1L113059
KEMENTERIAN
RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS
JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS
PERTANIAN
PURWOKERTO
2016
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Benih
merupakan salah satu faktor produksi yang sangat penting bagi keberadaan
tanaman. Benih adalah bagian (organ hidup) tanaman yang digunakan untuk
menumbuhkan tanaman. Benih dapat berperan dalam menentukan dalam keberhasilan
suatu pertanaman. Penggunaan benih unggul bermutu merupakan salah satu syarat
utama untuk meningkatkan produksi tanaman termasuk tanaman jambu mete.
Penggunaan benih asalan akan menimbulkan berbagai kerugian diantaranya tenaga
dan biaya dalam pelaksanaannya.
Untuk
mengatasi permasalahan terjadinya kemunduran mutu benih baik yang diakibatkan
oleh faktor penyimpanan maupun diakibatkan oleh faktor kesalahan dalam
penanganan benih, dapat dilakukan dengan melakukan teknik “invigorasi”.
Invigorasi adalah suatu perlakuan fisik atau kimia untuk meningkatkan atau
memperbaiki vigor benih yang telah mengalami kemunduran mutu (Basu dan
Rudrapal, 1982).
Pentingnya
mutu dapat dijelaskan dari dua sudut yaitu dari sudut manajemen operasional dan
manajemen pemasaran. Dilihat dari sudut manajemen operasional, mutu produk
merupakan salah satu kebijaksanaan penting dalam meningkatkan daya saing produk
yang harus memberikan kepuasan kepada konsumen melebihi atau paling tidak sama
dengan mutu produk dari pesaing. Dilihat dari sudut manajemen pemasaran, mutu
produk merupakan salah satu unsur utama dalam bauran pemasaran yang dapat
meningkatkan volume penjualan dan memperluas pangsa pasar perusahaan (Nasution,
2010).
B. Tujuan
Pembuatan
makalah ini bertujuan untuk mengetahui teknologi dalam pengeringan benih.
II.
PEMBAHASAN
Benih
adalah beginning of life atau awal
kehidupan dari suatu budidaya tanaman. Artinya bahwa dengan benih,maka suatu
tanaman dapat meneruskan kehidupan dan menurunkan sifat-sifat yang dimilikinya.
Di dalam benih terdapat kandungan materi genetik dan kandungan kimiawi yang
merupakan komponen kritis dalam pertumbuhan dan perkembangan tanaman (Saragih,
2013). Benih terdiri dari embrio atau tanaman mini, endosperma dan cadangan
makanan lainnya serta pelindung yang terdiri dari kulit benih, dan pada
benihbenih tertentu terdapat juga struktur tambahan. Pada rerumputan, benih
atau buahnya disebut grain atau kariopsis, pada famili buck wheat dan bunga
matahari disebut achene, dan pada famili mentol disebut nutlet. Beberapa jenis
benih memiliki struktur tambahan, seperti gluma, braktea, spina dan rambut yan
membantu melindungi benih dari pelukaan burung atau tikus (Justice et al.,
2002).
Kualitas
benih yang terbaik tercapai pada saat benih masak fisiologis karena pada saat
benih masuk fisiologis maka berat kering benih, viabilitas dan vigornya
tertinggi. Perlu dicatat bahwa viabilitas dan vigor tertinggi yang dimaksud
tidak harus 100%. Setelah masak fisiologis kondisi benih cenderung menurun
sampai pada akhirnya benih tersebut kehilangan daya viabilitas dan vigornya
sehingga benih tersebut mati. Proses penurunan kondisi benih setelah masak
fisiologis itulah yang disebut sebagai peristiwa deteriorasi atau benih
mengalami proses menua. Proses penurunan kondisi benih tidak dapat dihentikan
tetapi dapat dihambat. Kemunduran benih dapat didefinisikan jatuhnya mutu benih
yang menimbulkan perubahan secara menyeluruh di dalam benih dan berakibat pada
berkurangnya viabilitas benih. Faktor-faktor yang mempengaruhi benih itu
sendiri antara lain adalah faktor internal benih mencakup kondisi fisik dan
keadaan fisiologinya, kelembaban nisbi dan temperature, kadar air benih, suhu,
genetik, mikroflora, kerusakan mekanik (akibat panen dan pengolahan), dan
tingkat kemasakan benih (Mungnisjah,2006).
Faktor yang mempengaruhi viabilitas dan vigoritas benih antara lain
sebagai berikut:
1.
Faktor
Genetik
Faktor yang mempengaruhi mutu benih antara lain
faktor genetik, lingkungan dan status benih (kondisi fisik dan
fisiologibenih). Genetik merupakan faktor bawaan yang berkaitan dengan
komposisi genetika benih. Setiap varietas memiliki identitas genetika yang
berbeda. Sebagai contoh, mutu daya simpan benih kedelai lebih rendah
dibandingkan dengan mutu daya simpan benih jagung, hal ini diakibatkan
perbedaan gen yang ada di dalam benih.Benih hibrida lebih vigor dibandingkan
dengan benih non hibrida. Contoh : Benih jagung hibrida menghasilkan tanaman
yang lebihvigor dibandingkan jagung non hibrida
2.
Kondisi
Lingkungan Tumbuh dan ruang simpan
Faktor
lingkungan yang berpengaruh terhadap mutu benih berkaitan dengan kondisi dan
perlakuan selama prapanen, pascapanen, maupun saat pemasaran benih. Lingkungan
tumbuh selama periode pembentukan dan perkembangan benih berpengaruh terhadap
kualitas benih yang dihasilkan. Ruang penyimpanan yang dilengkapi dengan
pendingin dan pengatur RH mampu mempertahankan kualitas benih. Suhu yang
terlalu dingin menyebabkan chilling
injury.
3.
Kematangan
Benih
Faktor
kondisi fisik dan fisiologi benih berkaitan dengan performa benih seperti
tingkat kemasakan, tingkat kerusakan mekanis, tingkat keusangan (hubungan
antara vigor awal dan lamanya disimpan), tingkat kesehatan, ukuran dan berat
jenis, komposisi kimia, struktur, tingkat kadar air dan dormansi benih (Wirawan
dan Sri, 2002). Kualitas maksimal suatu benih tercapai saat mencapai Matang
Fisiologis. Pada saat Matang Fisiologis akumulasi bahan kering (dry matter) dan
bahan kimia yang terlibat dalam perkecambahan sudah mencapai maksimal. Panen
sebelum atau sesudah matang fisologis kualitasnya lebih rendah dibandingkan
saat matang fisiologis.
4.
Kadar
air benih
Kadar
air merupakan faktor yang paling mempengaruhi kemunduran benih. Kemunduran
benih meningkat sejalan dengan meningkatnya kadar air benih. Kadar air benih
akan berpengaruh terhadap proses aktivasi enzim. Kadar air yang rendah dapat
meminimalisir proses aktibvasi enzim (perombakan cadanganmakanan). Bagi benih
ortodok kadar air terlalu rendah menyebabkan cracking (retak) sedangkan bagi
benih rekalsitran kadar air terlalu rendah menyebabkan gangguan
fisiologis.Kadar air optimum setiap jenis benih berbeda-beda
5.
Proses
Pengolahan Benih
6.
Pengolahan
yang baik tidak menyebabkan kerusakan pada benih. Pengolahan yang tidak baik
menyebabkan benih memar, cracking atau pecah, case hardening (pengerasan kulit
benih). Perontokan dan pengeringan merupakan tahap pengolahan yang paling
berpengaruh terhadap kualitas benih
7.
Jenis
Kemasan
Jenis
kemasan yang baik dapat mempertahankan kadar air dan vigor benih, selain
itu kemasan yang baik juga dapat menghindari benih dari benturan, serangan hama
dan penyakit. Contoh kemasan yang baik antara lain : kaleng, aluminium
foil,plastik tebal, kertas semen dilapisi aspal dll.
Kemunduran benih dapat didefinisikan
sebagai jatuhnya mutu benih yang menimbulkan perubahan secara menyeluruh di
dalam benih dan berakibat pada berkurangnya viabilitas benih. Faktor-faktor
yang mempengaruhi benih itu sendiri antara lain adalah faktor internal benih
mencakup kondisi fisik dan keadaan fisiologinya, kelembapan nisbi dan
temperatur, kadar air benih, suhu, genetik, mikroflora, kerusakan mekanik
(akibat panen dan pengolahan), dan tingkat kemasakan benih. Kemunduran benih
yang menyebabkan menurunnya vigor dan viabilitas benih merupakan awal kegagalan
dalam kegiatan pertanian sehingga harus dicegah agar tidak mempengaruhi
produktivitas tanaman. Vigor benih adalah kemampuan benih menumbuhkan tanaman
normal pada kondisi suboptimum di lapang, atau sesudah disimpan dalam kondisi
simpan yang suboptimum dan ditanam dalam kondisi lapang yang optimum.
Viabilitas benih merupakan daya hidup benih yang dapat ditunjukkan dalam
fenomena pertumbuhannya, gejala metabolisme, kinerja kromosom atau garis
viabilitas, sedangkan viabilitas potensial adalah parameter viabilitas dari
suatu lot benih yang menunjukkan kemampuan benih menumbuhkan tanaman normal
yang berproduksi normal pada kondisi lapang yang optitum.
Kemunduran
benih (Deteriorasi) merupakan proses penurunan mutu secara berangsur-angsur dan
kumulatif serta tidak dapat balik (irreversible) akibat perubahan fisisologis
yang disebabkan oleh faktor dalam. Kemunduran benih beragam, baik antarjenis,
antarvarietas, antarlot, bahkan antarindividu dalam suatu lot benih. Kemunduran
benih dapat menimbulkan perubahan secara menyeluruh di dalam benih dan
berakibat pada berkurangnya viabilitas benih (kemampuan benih berkecambah pada
keadaan yang optimum) atau penurunan daya kecambah. Proses penuaan atau
mundurnya vigor secara fisiologis ditandai dengan penurunan daya berkecambah,
peningkatan jumlah kecambah abnormal, penurunan pemunculan kecambah di lapangan
(field emergence), terhambatnya pertumbuhan dan perkembangan tanaman,
meningkatnya kepekaan terhadap lingkungan yang ekstrim yang akhirnya dapat
menurunkan produksi tanaman (Copeland dan Donald, 1985). Kemunduran benih
adalah mundurnya mutu fisiologis benih yang dapat menimbulkan perubahan
menyeluruh di dalam benih, baik fisik, fisiologi maupun kimiawi yang
mengakibatkan menurunnya viabilitas benih (Sadjad, 1994). Laju kemunduran benih
adalah berapa besarnya penyimpangan terhadap keadaan optimum untuk mencapai
maksimum. Laju kemunduran benih dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu:
a.
Faktor genetis benih
Kemunduran benih karena
sifat genetis biasa disebut proses deteriorasi yang kronologis. Artinya,
meskipun benih ditangani dengan baik dan faktor lingkungannya pun mendukung
namun proses ini akan tetap berlangsung.
b.
Faktor lingkungan
Proses ini biasa disebut
proses deteriorasi fisiologis. Proses ini terjadi karena adanya faktor
lingkungan yang tidak sesuai dengan persyaratan penyimpanan benih, atau terjadi
proses penyimpangan selama pembentukan dan prosesing benih.
Faktor-Faktor
Yang Mempengaruhi Kemunduran Benih Ditempat Penyimpanan
a.
Kadar air benih sebelum
disimpan
Kadar air benih yang
tinggi dapat meningkatkan laju kemunduran benih dalam tempat penyimpanan. Laju
kemunduran benih dapat diperlambat, dengan cara kadar air benih harus dikurangi
sampai kadar air benih optimum. Kadar air benih optimal, yaitu kadar air tertentu
dimana benih tersebut disimpan lama tanpa mengalami penurunan mutu benih. Kadar
air optimum dalam penyimpanan bagi sebagian besar benih adalah antara 30-40%
(untuk benih kakao), 10-12% untuk benih kacang-kacangan (kadar air untuk benih
kedelai, harus dibawah 11% , kadar air untuk kacang panjang 12%), kadar air
untuk benih serealia (padi, gandum, jagung dll), sebaiknya dibawah 14%.
b.
Suhu tempat penyimpanan
Suhu
optimum untuk penyimpanan benih jangka panjang terletak antara
18-200C.
c.
Kelembapan tempat penyimpanan
Kelembapan lingkungan
selama penyimpanan juga sangat mempengaruhi viabilitas benih, hal ini
disebabkan karena sifat benih yang higroskopis yaitu selalu menyesuaikan diri
dengan kelembapan udara disekitarnya. Kelembapan ruang simpan harus diatur sehingga
sedemikian rupa sehingga kadar air benih pada keadaan yang menguntungkan untuk
jangka waktu simpan yang panjang. Pada kebanyakan jenis benih, kelembapan
nisbih ruang penyimpanan antara 50-60%, dan suhu 0-100C adalah cukup baik untuk
mempertahankan viabilitas benih, paling tidak untuk jangka waktu penyimpanan
selama 1 tahun.
d.
Tempat pengemasan
Tujuan pengemasan adalah
untuk mempertahankan kualitas benih selama dalam penyimpanan dan atau
pemasaran, sehingga benih tetap terjamin daya tumbuh dan daya kecambahnya
secara normal.
Benih
yang mengalami proses deteriorasi akan menyebabkan turunnya kualitas dan
sifat benih jika dibandingkan pada saat benih tersebut mencapai masa
fisiologinya. Turunnya kualitas benih dapat mengakibatkan viabilitas dan vigor
benih menjadi rendah yang pada akhirnya akan mengakibatkan tanaman menjadi
buruk. Ciri-ciri ini dapat dilihat pada tanaman di lahan yang memiliki
viabilitas yang tinggi dan hasil panen yang menjadi jelek. Selain itu,
kemunduran benih ini dapat dilihat dari berkurangnya laju respirasi dan
peningkatan kandungan asam lemak dalam benih.
Tanda-tanda
kemunduran benih terdiri dari 3 gejala, yaitu gejala fisiologis, gejala kinerja
benih dan pemudaran warna sebagai berikut :
a.
Gejala fisiologis
1) Aktivitas
enzim menurun : dehidrogenesis, glutamate, dekarboksilase, katalase,
peroksidase, fenolase, amylase, sitokromoksidase.
2) Respirasi
menurun : konsumsi O2 rendah produksi CO2 rendah.
3) Bocoran
metabolit meningkat (nilai daya hantar listrik meningkat dan gula terlarut
meningkat).
4) Kandungan
asam lemak bebas meningkat (Lipid = asam lemak + gliserol). Contoh pada benih
kapas kandungan asam lemak bebas ≥1% sudah tidak dapat berkecambah.
b.
Gejala kinerja benih
1) Kinerja
perkecambahan rendah.
2) Kemampuan
menyesuaikan diri terhadap lingkungan rendah.
3) Daya
tumbuh di lapang rendah.
4) Tidak
tahan terhadap ancaman lingkungan.
5) Pemudaran
warna
6) Pemudaran
waran benih ini, biasanya akibat penuaan atau umur benih yang sudah lama,
cirinya warna berubah menjadi coklat pada embrio atau pada kulit benih.
Pengendalian Kemunduran
Benih
Dalam
kegiatan pertanian, terjadinya kemunduran benih merupakan salah satu faktor
penyebab menurunnya produktivitas tanaman sehingga hal ini harus dihindari.
Hasil-hasil penelitian menunjukkan dengan memberikan perlakuan pada benih yang
memperlihatkan gejala kemunduran, dapat memperbaiki kondisi benih. Murray dan
Wilson (1987) melaporkan kemunduran benih dapat dikendalikan dengan cara
"invigorasi" melalui proses hidrasi-dehidrasi. Sadjad (1994)
mendefinisikan invigorasi sebagai proses bertambahnya vigor benih. Dengan
demikian perlakuan invigorasi adalah peningkatan vigor benih dengan memberikan
perlakuan pada benih. Menurut Khan (1992) perlakuan pada benih adalah untuk
memobilisasi sumber-sumber energi yang ada dalam benih untuk bekerja sama
dengan sumber-sumber energi yang ada di luar atau dilingkungan tumbuh untuk
menghasilkan pertanaman dan hasil yang maksimal.
Perlakuan
benih yang telah dikenal antara
lain presoaking dan conditioning. Menurut Khan
(1992) presoaking adalah perendaman benih dalam sejumlah air pada
suhu rendah sampai sedang, sedangkan conditioning adalah peningkatan
mutu fisiologi dan biokimia (berhubungan dengan kecepatan dan perkecambahan,
perbaikan serta peningkatan potensial perkecambahan) dalam benih oleh media
imbibisi potensial air yang rendah (larutan atau media padatan lembap) dengan
mengatur hidrasi dan penghentian perkecambahan. Benih menyerap air sampai
potensial air dalam benih dan media pengimbibisi sama (dicapai keseimbangan
potensial air). Presoaking dalam periode singkat menghasilkan efek
yang cukup baik terhadap peningkatan perkecambahan dan pertumbuhan kecambah.
Pengeringan tidak mengurangi pengaruh positif dari presoaking (Kidd
and West dalam Khan, 1992). Perlakuan presoaking berpengaruh baik
pada benih yang bervigor sedang.
Perlakuan presoaking atau conditioning secara nyata efektif
meningkatkan viabilitas dan vigor benih sebelum penyimpanan, dapat meningkatkan
daya berkecambah potensi tumbuh, keserempakan tumbuh, dan bobot kering kecambah
normal.
Untuk mengatasi permasalahan
terjadinya kemunduran mutu benih baik yang diakibatkan oleh faktor penyimpanan
maupun diakibatkan oleh faktor kesalahan dalam penanganan benih, dapat
dilakukan dengan melakukan teknik “invigorasi”. Invigorasi adalah suatu
perlakuan fisik atau kimia untuk meningkatkan atau memperbaiki vigor benih yang
telah mengalami kemunduran mutu.
Secara
umum benih berdasarkan ketahanannya terhadap pengeringan terbagi atas tiga
kelompok, yaitu benih ortodoks, intermediate, dan benih rekalsitran. Benih
jambu mete tergolong pada ortodoks yaitu benih yang toleran terhadap
pengeringan sampai kadar air 5 % dan dapat disimpan dalam waktu yang cukup
lama. Aerasi akan menurunkan suhu, dan pemberian aerasi yang tepat dapat
mencegah kerusakan benih akibat berpindahnya kelembapan. Benih yang dipanen
dengan kadar air di atas 15−16% perlu dikeringkan. Pengeringan perlu dilakukan
segera setelah benih dipanen, karena makin lama penundaan pengeringan, kualitas
benih yang dihasilkan makin menurun (Hasanah 1987). Untuk benih ortodoks
seperti benih terung KB, pengeringan dilakukan dengan cara membuang lendirnya
terlebih dahulu. Selanjutnya benih yang telah bersih dikeringkan di bawah sinar
matahari selama 3 hari.
Hidrasi-dehidrasi
merupakan suatu perlakuan pelembaban benih dalam suatu periode tertentu yang
diikuti dengan pengeringan benih sampai kembali pada berat semula (Basu dan
Rudrapal, 1982). Metode pelembaban benih dilakukan dengan berbagai cara,
seperti merendam benih, mencelup benih, menyemprot benih dan meletakkan benih
pada udara yang jenuh dengan uap air. Sedangkan proses pengembalian kadar air
benih seperti semula dapat dilakukan dengan mengeringkan benih dengan cahaya
matahari langsung, dengan oven suhu 30°C atau dengan mengangin-anginkan benih
sampai tercapai berat awal.
Meurut
Satoto et al. (2008), benih terdiri dari: (a.) Benih Dasar (BD), ditandai
dengan label putih, dimiliki dan diproduksi oleh Balai Benih Induk (BBI),
penangkar benih yang mendapat rekomendasi dari Balai Pengawasan dan Sertifikasi
Benih (BPSB), produsen benih swasta atau BUMN; (b.) Benih Pokok (BP), ditandai
dengan label ungu, dimiliki dan diproduksi oleh Balai Benih Utama (BBU),
penangkar benih yang mendapat rekomendasi dari BPSB, produsen benih swasta atau
BUMN; (c.) Benih Sebar (BR), ditandai dengan label biru, dimiliki dan
diproduksi oleh BBU, penangkar benih atau produsen benih swasta atau BUMN.
TEKNOLOGI PENGERINGAN JAGUNG UNTUK MEMPERBAIKI MUTU
BIJI JAGUNG
Pengeringan
tongkol jagung dengan laju penjemuran 0,50%/jam atau laju pengeringan mesin
pengering 2,07%/jam dan kemudian dipipil pada kadar air biji berkisar 15-17%,
bisa disimpan selama 3 bulan di dalam kantong plastik pada suhu kamar berkisar
25ºC dengan tingkat infeksi cendawan berkisar 9-10% (Tabel 2) (Firmansyah et.
al. 2006 ; Firmansyah et.al. 2007 ; Talanca et.al. 2008). Jika tidak segera
dikeringkan seperti dipangkas daunnya dan dipotong batang 10 cm diatas tongkol
jagung yang terbuka kelobotnya serta dijemur dipohon selama 7 hari setelah umur
panen (P1), maka tingkat infeksi 18%. Hal ini menunjukkan bahwa pengeringan
tongkol jagung dengan cara panen tongkol jagung dan kemudian segera dijemur
(P5) dengan laju penjemuran 0,50%/jam dapat menekan tingkat infeksi Aspergillus
flavus pada musim kemarau. Pengeringan tongkol jagung dengan mesin pengering
dianjurkan khusus pada musim hujan, karena proses pengeringan lebih cepat,
yaitu 20 jam atau laju pengeringannya dapat menekan infeksi cendawan
Aspergillus flavus. Selain itu proses pemipilan jagung setelah kadar air biji
jagungnya berkisar 15-20% Untuk pengeringan jagung pipilan dengan mesin
pengering, walau paling cepat mengeringkan jagung dan paling rendah menekan
infeksi Aspergillus flavus, yaitu masing-masing berturut-turut 7 jam dan 9%,
tetapi tidak dianjurkan karena tongkol jagung dipipil pada kadar air biji >
20% sebelum dikeringkan. Menurut Thahir et.al. 1988 pemipilan jagung tongkol
sebaiknya pada kadar air bijinya adalah 18% atau menurut Yamin et. al. 2005 ;
Firmansyah et. al. 2006 berkisar 15-20% pada putaran poros silinder perontok
540-598 RPM.
MESIN
PENGERING DENGAN ALAT TUKAR PANAS (HEAT EXCHANGER) UNTUK MEMPERBAIKI WARNA BIJI
JAGUNG AGAR TIDAK KUSAM AKIBAT ASAP PEMBAKARAN KAYU/JANGGEL.
Mesin
pengering biji-bijian tipe flat dryer dan kapasitas 3-4 ton sekali proses yang
telah dimodifikasi, yaitu dari sumber panas pembakaran minyak tanah menjadi
pembakaran kayu di dalam tungku yang ada di Kabupaten Tanah Laut, agar dibuat
alat tukar panas (heat exchanger). Warna biji jagung hasil pengeringan dengan
mesin pengering tersebut kusam, akibat asap pembakaran kayu masuk ke dalam bak
pengering. Apabila tungku dilengkapi alat tukar panas (heat exchanger), warna
biji jagung yang dikeringkan akan cerah, karena asap pembakaran terpisah oleh
alat tukar panas. Mesin pengering telah dirancang dengan alat tukar panas
antara lain : 1) model PTP-4K- Balitsereal yang telah disempurnakan, 2) mesin
pengering sumber panas dari kolektor sinar matahari dan atau pembakaran limbah
kayu atau janggel tongkol. Selain itu diperlukan penambahan unit pengering
jagung di Kabupaten Tanah Laut, Provinsi Kalimantan Selatan, agar tidak terjadi
penumpukan jagung bertongkol dengan kadar air tinggi (25-35%) selama penantian
giliran pengeringan jagung selama 2- 10 hari pada saat puncak panen jagung di
musim hujan (Firmansyah et. al. 2006).Usaha jasa pengeringan oleh pedagang
pengumpul tingkat desa, di Kecamatan Pleihari di Kabupaten Tanah Laut, Provinsi
Kalimantan Selatan tersebut layak ekonomi dengan nilai B/C = 1,40, NPV = Rp
9.010.100, dan IRR = 30,10% pada asumsi-asumsi yang berlaku pada tahun 2006.
MESIN
PENGERING JAGUNG TIPE COUNTINOUS FLOW MODEL PTP-4KBALITSEREAL.
Penggunaan
mesin pengering jagung untuk benih mutlak diperlukan terutama jika kondisi
matahari tidak memungkinkan. Pada pengeringan benih jagung diperlukan
pengaturan suhu udara pengering yang dapat diatur, yaitu suhu udara pengering
maksimum 38º C, jika kadar air benih jagung yang sedang dikeringkan > 20 %.
Kemudian benih jagung dalam bentuk tongkol diangin-anginkan dulu dan kemudian
dilakukan pemipilan pada saat kadar air benih jagung telah mencapai kisaran
15-17%. Benih jagung dalam bentuk jagung pipilan dikeringkan lagi, sampai kadar
air benih aman untuk disimpan, yaitu berkisar 9-11% (bergantung pada beberapa
lama benih akan disimpan). Mesin pengering model PTP-4K-Balisereal dengan
kapasitas 2 ton jagung bertongkol sekali proses (Gambar 1) dapat menghemat
tenaga sebesar 45 HOK dan biaya pengeringan Rp 125.000 per ton pada tahun 2008
(Aqil et.al. 2008).
Untuk
benih jahe, pengeringan rimpang dilakukan sampai kulit rimpang mengering tetapi
bagian dalamnya masih tetap segar. Pada benih jahe yang cukup tua (10 bulan),
pengeringan dapat dilakukan dengan penjemuran pada pagi hari (pukul
07.00–10.00) dengan suhu 25−32º C selama 3−4 hari. Bila rimpang jahe dipanen
pada umur 8 bulan, pengeringan cukup dilakukan selama 1−2 hari. Sebelum
disimpan, rimpang dibersihkan lalu dikeringanginkan selama 2–3 hari tergantung
lokasi tanam dan kondisi tanah pada saat panen. Di Bengkulu, rimpang perlu
dijemur 3−4 hari, sedangkan di Sukabumi, jika panen dilakukan pada saat kondisi
tanah kering, rimpang cukup dikeringanginkan (Hasanah et al. 2004a).
III.
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan di atas dapat di simpulkan
bahwa teknik pengeringan benih bertujuan untuk menghasilkan daya simpan benih
yang lebih lama. Teknik pengeringan dapat dilakukan dengan pengovenan atau
menggunakan mesin khusus pengeringan produk pertanian. Factor kemunduran benih
dapat datang dari factor internal maupun eksternal benih itu sendiri.
B. Saran
Perlu
dilakukannya pengujian secara langsung mengenai teknik pengeringan, sehingga
diperoleh teknik pengeringan yang lebih tepat.
DAFTAR
PUSTAKA
Aqil, M., Firmansyah, I.U., Suarni, J.
Tandiabang, O. Komalasari, A. Nadjamuddin, Suwardi, O. Komalasari. 2008. Proses
pascapanen untuk menunjang perbaikan kualitas produk biji jagung berskala
industry dan ekspor. Laporan Akhir. Balai Penelitian Tanaman Serealia, Pusat
Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Badan Penelitian dan Pengembangan
Pertanian. Depatemen Pertanian. 74 hal.
_______., 2015.Kemunduran Benih. Balai
Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan Ambon.
Basu, R.N. and A.B. Rudrapal, 1982. Post
harvest seed physiology and seed invigoration treatments. Proccedings of the
Indian Statistical Institute Golden Jubilee International Conference on
Frontiers of Research in Agriculture. Calcuta. India.
Copeland. L.O dan M.B.Mc. Donald. 1985.
Principle of Seed Science and Technology. Burgess Publishing Company. New
York.369 p.
Firmansyah, IU., Y. Sinuseng, dan A.H.
Talanca. 2006. Penanganan Pengeringan dan Pemipilan Jagung. Prosiding Seminar
Nasional. Pengembangan Usaha Agribisnis Industrial Pedesaan. dalam A. Muis,
Sarasutha, IGP., E. jamal, M. D. Mario, Maskar, S. Bakhri, D. Bulo, C.
Khairani, dan A. Subaedi.(Eds). p.100-106. Palu, 5-6 Desember 2006. P.100-106.
ISBN : 978-979-985-77-1-2.
Hasanah, M. 1987. Faktor–faktor prapanen
dan pascapanen yang mempengaruhi mutu benih. Buletin Penelitian Tanaman Rempah
dan Obat II(2): 9−14.
Khan, A.A., J.D. Maguire, G.S. Abawi and
S. Ilyas. 1992. Matriconditioning of vegetable seeds to improve stand
establishmeny in early field plantings. J. Amer. Soc. Hort. Sci. 117(1): 41-47.
Mungnisyah W.Q. dan Asep S., 2006. Produksi Benih. Bumi Aksara. Jakarta.
Murray, A.G. and D.O. Wilson Jr, (1987):
Priming on Seed for Improved Vigor. Bull. Agric. Exp. Station. University of
Idaho : 677 : 55_77.
Sadjad, S. 1994. Kuantifikasi metabolism
benih.PT Widia Sarana Indonesia, Jakarta.
Thahir, R., Sudaryono, Soemardi dan
Soeharmadi. 1988. Teknologi Pasca panen Jagung dalam Subandi, M.Syam dan Adi
Widjono (Eds). Jagung. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Badan
Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor
Tidak ada komentar:
Posting Komentar