like, comment, share . . .
LAPORAN PRAKTIKUM
TEKNOLOGI DAN PRODUKSI BENIH (AGT
225)
ACARA V
PENGUJIAN DAYA TUMBUH BENIH DAN
TIPE PRKECAMBAHAN
I.
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Pembentukan dan
pemasakan benih dimulai sejak selesainya pembuahan sampai panen. Beberapa
masalah yang sering dijumpai pada pemasakan benih seperti beberapa varietas
kedelai, polong cepat merekah saat masak, sehingga biji terlempar keluar dan
mengakibatkan banyak biji yang hilang karena jatuh ke permukaan tanah,
sebailiknya terlalu cepat dipanen dengan memakai mesin pemanenan dapat
mengakibatkan banyak biji yang rusak oleh mesin, karena biji masih terlalu
lunak. Tidak sentralnya waktu masak biji atau buah ini menimbulkan kesulitan
petani untuk menetapkan waktu panen. Pertumbuhan tanaman
dipengaruhi oleh berbagai faktor, diantaranya adalah faktor lingkungan. Faktor
lingkungan yang paling primer tersangkut dalam pertumbuhan tanaman ialah tanah,
cahaya matahari, dan udara. Tanah
merupakan komponen hidup dari lingkungan yang memiliki peranan yang sangat
penting yang dapat dimanipulasi untuk mempengaruhi penampilan tanaman.
Viabilitas benih atau daya hidup benih
yang dicerminkan oleh dua informasi masing-masing daya kecambah dan kekuatan
tumbuh dapat ditunjukkan melalui gejala metabolisme benih dan/atau gejala
pertumbuhan. Uji viabilitas benih dapat dilakukan secara tak langsung, misalnya
dengan mengukur gejala-gejala metabolisme ataupun secara lengsung dengan mengamati
dan membandingkan unsur-unsur tumbuh penting dari benih dalam suatu periode
tumbuh tertentu, Pengujian daya tumbuh benih seperti halnya pengujian kadar air
dan pengujian kemurnian benih, merupakan pengujian rutin pada pengujian benih
di laboratorium. Persentase daya
tumbuh benih dalah persentase dari benih yang membentuk bibit/tanaman normal
pada lingkungan yang sesuai dalam jangka waktu tertentu, dari benih yang baik
akan muncul kecambah yang normal, sebaliknya benih yang rusak, rendah
kualitasnya menghasilkan kecambah/bibit
abnormal
B.
Tujuan
Menguji
daya tumbuh berbagai benih tanaman, mengidentifikasi kecambah/ bibit normal dan
abnormal.
II.
TINJAUAN
PUSTAKA
Pertumbuhan didefinisikan
sebagai pertambahan bobot (massa), volume, jumlah sel, jumlah protoplasma dan
tingkat kerumitan.Biasanya, fase awal perkembangan awal kecambah meliputi
produksi sejumlah sel baru melalui mitosis (pembelahan inti), dilanjutkan dengan
sitokinesis (pembelahan sel). Pertumbuhan pada tumbuhan berlangsung terbatas
pada beberapa bagian tertentu , yang terdiri dari sejumlah sel yang baru saja
dihasilkan melalui proses pembelahan sel di meristem (Salisbury & Ross
1995). Perkecambahan adalah proses yang kompleks dimana benih harus segera
pulih secara fisik dari akibat proses pengeringan (Nonogaki et al., 2010).
Bibit yang baik dan
seragam sangat tergantung pada kecepatan berkecambah dan persentase berkecambah
benih yang digunakan, yang dipengaruhi pula oleh kondisi fisiologis benih, umur
benih dalam simpanan, dan kesehatan pathogenisnya. Kekuatan tumbuh benih juga
dipengaruhi oleh genetik dan lingkungan pada saat proses pembentukan biji dan
penyimpanan hingga kondisi saat perkecambahan (Santoso dkk, 2007).
Kecambah sendiri
didefinisikan sebagai tumbuhan kecil yang baru muncul dari biji dan hidupnya
masih tergantung pada persediaan makanan yang terdapat dalam biji
(Tjitrosoepomo, 1999). Kecambah tersebut akan tumbuh dan berkembang menjadi
semai/anakan/ seedling, yang pada tahap selanjutnya akan tumbuh menjadi
tumbuhan dewasa (Mudiana, 2006).
Daya kecambah benih
memberikan informasi kepada pemakai benih akan kemampuan benih tumbuh normal
menjadi tanaman yang berproduksi wajar dalam keadaan biofisik lapang yang serba
optimum (Sutopo, 2010).
Parameter yang dugunakan
adalah berupa persentase kecambah normal berdasarkan penilaian terhadap
struktur tumbuh embrio yang diamati secara langsung atau secara tidak langsun
dengan hanya melihat gejala metabolisme benih yang berkaitan dengan kehidupan
benih. Persentasi perkecambahan adalah persentasi kecambah normal yang dapat
dihasilkanm oleh benih murni pada kondisi yang menguntungkan dalam jangka waktu
yang sudah ditetepkan (Sutopo, 2010).
Terdapat
beberapa metode pengujian yang dapat dipakai untuk menguji daya tumbuh benih
yaitu:
1.
UDK (Uji di Atas Kertas)
Pada
metode pengujian ini benih diletakkan di atas kertas substrat yang telah
dibasahi.
2.
UAK (Uji Antar Kertas)
Pada
metode pengujian ini benih diletakkan di antara kertas substrat.
3.
UKDD (Uji Kertas Digulung Didirikan)
Pada
metode pengujian ini benih diletakkan di antara kertas substrat yang digulung
dan didirikan.
4.
UKD dp d (Uji Kertas Digulung diberi
plastik didirikan)
Metode
ini merupakan modifikasi metode UKDd, dilakukan dengan tujuan untuk memperkuat
kertas substrat agar tidak ditembus oleh akar yang dapat mengakibatkan kertas
substrat menjadi rusak sehingga pengamatan dapat jadi sulit untuk dilakukan.
5.
Uji TZT (Tetra Zolim Test)
Dalam
metode ini benih tidak dikecambahkan tetapi hanya direndam dalam larutan tetra
zolium selama 1 jam dan kemudian dinilai embrionya.
6.
Uji dengan memakai Sinar X
Dengan
sinar X kita bisa melihat kondisi embryo dalam benih, apakah embryonya cacat
atau tidak, tapi metode ini juga dapat mendeteksi apakah benih dapat
berkecambah atau tidak.
7.
Uji Pasir
Untuk pengujian
viabilitas bisa dipakai pasir sebagai media perkecambahannya. Pada metode ini
yang perlu diperhatikan adalah besarnya butiran pasir dan kadar air media,
karena pasir memiliki WHC yang rendah.
(Kuswanto,
1996)
III. METODE PRAKTIKUM
A.
Alat
dan Bahan
Alat-alat yang digunakan pada
praktikum kali ini yaitu kertas label, polibag, dan alat tulis. Bahan-bahan
yang digunakan yaitu benih jagung, benih kedelai, dan pasir
B.
Prosedur
Kerja
1.
Sampel benih diambil
2.
Kemudian 10 sampel dikecambahkan pada
polibag dengan media pasir dengan kedalaman 0 cm.
3.
10 sampel lainnya dikecambahkan pada
polibag berisi pasir denga kedalaman 2 cm
4.
Diamati benih normal dan yang tidak
normal, bentuknya dibandingkan dan digambar
5.
Benih-benih yang berpenyakit dibuang dari
perkecambahan agar tidak menular benih yang lain
6.
Pada akhir pengamatan, tanaman dicabut dan
digambar tanaman yang paling baik pertumbuhannya
7.
Lakukan cara kerja yang samaseperti yang
diatas pada penanaman benih kedelai
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A.
Hasil
Pengamatan
Gambar Perkecambahan benih kedelai
terlampir
Persen perkecambahan kedelai 0 cm
%
Perkecambahan =
x
100%
=
x
100%
=
0 %
Persen perkecambahan kedelai 2 cm
%
Perkecambahan =
x
100%
=
x
100%
= 0 %
Kesimpulan :
Deskripsi akar tidak dapat diketahui
karena benih yang ditanam baik pada kedalaman 0 cm maupun 2 cm mati karena
jamur
Deskripsi vigor : benih kedelai yang
ditanam pada kedalaman 0 cm ataupun kedalaman 2 cm mati karena jamur
Gambar Perkecambahan benih jagung
terlampir
Persen perkecambahan Jagung 0 cm
%
Perkecambahan =
x
100%
=
x
100%
= 90 %
Persen perkecambahan Jagung 2 cm
%
Perkecambahan =
x
100%
=
x
100%
= 100 %
Kesimpulan :
Deskripsi akar benih jagung dikedalaman 0
cm terlihat lebih pendek dan memiliki serabut lebih sedikit dibanding dengan
jagung yang ditanam pada kedalaman 2 cm
Deskripsi vigor : Benih jagung yang
ditanam dikedalaman 2 cm memiliki vigor lebih tinggi dan pertumbuhan yang lebih
cepat pula dibandingkan dengan jagung yang ditanam di kedalaman 0 cm.
B.
Pembahasan
Tipe perkecambahan
benih ada dua yaitu perkecambahan epigeal dan perkecambahan hypogeal.
1.
Epigeal
Menurut
Sutopo (2002) tipe perkecambahan epigeal adalah dimana munculnya radikel
diikuti dengan memanjangnya hipokotil secara keseluruhan dan membawa serta
kotiledon dan plumula ke atas permukaan tanah. Contoh tanaman yang melakuakan
perkecambahan secara epigela menurut Sutopo (2010) yaitu chery, kacang merah, kedelai,
jarak, kubis, kapas, selada, bawang merah, lombok, pinus, bayam, bunga matahari
dan tomat.
2.
Hipogeal
Hipogeal
adalah apabila terjadi pembentangan ruas batang teratas (epikotil) sehingga
daun lembaga ikut tertarik ke atas tanah, tetapi kotiledon tetap di bawah
tanah. Misalnya pada biji kacang kapri (Pisum sativum), (Pratiwi. 2006). Contoh
lainnya yaitu : peach, ercis, palem dan jagung (Sutopo, 2010).
Kemampuan benih tumbuh secara normal,
yaitu dimana perkecambahan benih tersebut menunjukan kemampuan untuk tumbuh dan
berkembang menjadi bibit tanaman dan tanaman yang baik dan normal (Rineka
Cipta, 1992). Daya tumbuh benih atau viabilitas
adalah kemampuan benih berkecambah dan menghasilkan kecambah normal dalam
kondisi lingkungan yang optimum. Benih dapat bersifat viable dan nonviable
tergantung pada kemampuannya berkecambah dan menghasilkan kecambah yang normal.
Tingkat hidup benih, aktif secara metabolik yang diperlukan untuk perkecambahan
dan pertumbuhan kecambah (Kartasapoetra, 2003). Proses pengujian daya
kecambah benih diawali dengan menentukan contoh kerja/sampel untuk uji daya kecambah. Contoh kerja yang dibutuhkan
untuk uji daya kecambah memiliki ketentuan tertentu
untuk meminimalisirkan error pada hasil pengujian. Ketentuan contoh kerja
tersebut antara lain berasal dari fraksi benih murni,
berjumlah
400 butir, terdiri dari 4 ulangan, dengan masing – masing ulangan
100 butir (Pratiwi,
2006).
Kecambah normal merupakan kecambah yang
menunjukan potensi untuk berkembang lebih lanjut hingga menjadi tanaman normal.
Sedangkan kecambah tidak normal atau abnormal tidak menunjukan adanya potensi
untuk berkembang lebih lanjut. Daya kecambah benih memberikan informasi kepada
pemakai benih akan kemampuan benih tumbuh normal menjadi tanaman yang
berproduksi wajar dalam lingkungan yang optimum. Kriteria kecambah normal
diantaranya adalah a. benih berkecambah memiliki perkembangan sistem perakaran
yang baik, terutama akar primer dan akar seminal paling sedikit dua. b.
perkembangan hipokotil baik dan sempurna tanpa ada kerusakan pada jaringan. c.
pertumbuhan plumula sempurna dengan daun hijau tumbuh baik. Epikotil
tumbuh sempurna dengan kuncup normal. d. memiliki satu kotiledon untuk kecambah
dari monokotil dan dua bagi dikotil. (Mader,S.S. 2004).
Sedangkan kecambah abnormal memiliki criteria
a.kecambah rusak tanpa kotiledon, embrio pecah, dan akar primer pendek. b.
bentuk kecambah cacat, perkembangan bagian-bagian penting lemah dan kurang
seimbang. Plumula terputar, hipokotil, epikotil, kotiledon membengkok,
akar pendek, kecambah kerdil. c. kecambah tidak membentuk klorofil. d.
kecambah lunak. (Mader,S.S. 2004).
Pada praktikum kali ini melakukan penanaman benih kedelai
dan jagung dengan kedalaman 0 cm dan 2cm. Benih kedelai dan benih jagung
masing- masing mendapatkan perlakuan yang sama. Benih yang ditanam dengan
kedalaman 0 cm sebanyak 10 buah untuk jagung dan kedelai sama jumlahnya.
Sedangkan 10 benih lainnya ditanam dengan kedalaman 2 cm untuk jagung dan
kedelai sama jumlahnya. Kemudian diamati perkecambahannya dan pada akhir
pengamatan digambar salah satu biji yang telah berkecambah pada kedalaman 0 cm
dan 2 cm baik pada jagung maupun kedelai. Selain itu juga dihitung persentase
perkecambahannya. Dari hasil pengamatan diketahui besar persentase
perkecambahan kedelai dengan kedalaman 0 cm maupun pada kedalaman 2 cm yaitu
sama 0%. Sedangkan untuk besar persentase perkecambahan benih jagung pada
kedalaman 0 cm sebesar 90% dan yang pada kedalaman 2 cm sebesar 100%.
Dari hasil praktikum yang telah dilakukan persentase
perkecambahan kedelai baik yang ditanam pada kedalaman 0 cm maupun yang ditanam
pada kedalaman 2 cm yaitu 0% karena benih yang ditanam semuanya mati akibat
terkena jamur sehingga tidak dapat diamati benih dengan perlakuan mana yang
berkecambah lebih baik serta tipe perkecambahan jenis apa untuk benih kedelai.
Menurut Pratiwi (2006) bahwa kedelai termasuk dalam tipe perkecambahan epigeal
dimana munculnya radikel diikuti dengan memanjangnya hipokotil secara
keseluruhan dan membawa serta kotiledon dan plumula ke atas permukaan tanah.
Sementara untuk jagung, perkecambahan yang paling tinggi yaitu pada penanaman
dengan kedalaman 2 cm sebesar 100, untuk jagung yang ditanam pada kedalaman 0
cm persentase perkecambahannya sebesar 90%. Dari besarnya persentase
perkecambahan ini, dapat dilihat tipe perkecambahan pada jagung adalah tipe
hipogela dimana seperti yang dikemukakan oleh Pratiwi (2006) bahwa tipe
perkecambahan hypogeal apabila terjadi pembentangan ruas batang teratas
(epikotil) sehingga daun lembaga ikut tertarik ke atas tanah, tetapi kotiledon
tetap di bawah tanah. Berikut ini gambar benih yang ditanam pada kedalaman 0 cm
dan 2 cm.
Gambar
6. Pengamatan benih jagung pada kedalaman 0 cm dan 2 cm
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil
praktikum yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa benih jagung
merupakan benih dengan tipe perkecambahan hypogeal, sedangkan benih kedelai
merupakan benih dengan tipe perkecambahan epigeal.
B.
Saran
Sebaiknya
praktikan lebih berhati-hati dalam melakukan penanaman agar tanaman terhindar
dari jamur, sehingga dapat tumbuh dengan baik
DAFTAR PUSTAKA
Kartasapoetra,
A. G. 2003. Teknologio Benih, Pengolahan Benih dan Tuntunan Praktikum. CV
Bina Aksara: Jakarta.
Kuswanto,
H. 1996. Dasar – Dasar Teknologi,
Produksi dan Sertifikasi Benih. ANDI. Yogyakarta.
Mader,
S.S. 2004. Biology. Boston:
McGraw-Hill.
Mudiana,
Deden. 2006. Perkecambahan Syzygium
cumini (L.) Skeels. Jurnal
Biodiversitas. Vol. 8 No. 1:39-42
Nonogaki,
H., Baseel G.W., Bewley J.D. 2010. Germination- Still a mystery. J. Plant Sci. 1(1): 1-8.
Pratiwi. 2006. Biologi. Jakarta. Erlangga.
Rineka Cipta. 1992. Teknologi
Benih (Pengolahan Benih dan Tuntunan Praktikum). Jakarta: Rineka Cipta
Salisbury,
F.B. dan Ross, C.W. 1995. Fisiologi
Tumbuhan. Institut Teknologi Bandung. Bandung.
Santoso,
Bambang B, dkk. 2007. Tinjauan Agro-Morfologi Perkecambahan Biji Jarak Pagar (Jatropha curcas L.). Jurnal Sains dan
Teknologi. Vol.2 No.12:69-76.
Sutopo,
L. 2002. Teknologi Benih. PT.
Raja Grafindo Persada. Jakarta.
________.
2010. Teknologi Benih. PT. Raja
Grafindo Persada. Jakarta.
Tjitrosoepomo, G. 1999. Morfologi
Tumbuhan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar