like, comment, share
LAPORAN PRAKTIKUM
TEKNOLOGI DAN PRODUKSI BENIH (AGT
225)
ACARA V1
PERKECAMBAHAN
I. PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Perkecambahan
adalah munculnya plantula (tanaman kecil) dari dalam biji yang merupakan hasil
pertumbuhan dan perkembangan embrio. Pada perkembangan embrio saat berkecambah,
bagian plumula tumbuh dan berkembang menjadi batang, sedangkan radikula menjadi
akar. Proses perkecambahan benih merupakan suatu
rangkaian kompleks dari perubahan-perubahan morfologi, fisiologi dan biokimia. Perkecambahan
benih merupakan salah satu kriteria yang berkaitan dengan kualitas benih.
Perkecambahan benih juga merupakan salah satu tanda dari benih yang telah
mengalami proses penuaan. Secara
ideal semua benih harus memiliki kekuatan tumbuh yang tinggi, sehingga bila
ditanam pada kondisi lapangan yang beranekaragam akan tetap tumbuh sehat dan
kuat serta berproduksi tinggi dengan kualitas baik.
Tanaman
dengan tingkat vigor yang tinggi mungkin dapat dilihat dari performasi fenotif
kecambah atau bibitnya, yang selanjutnya mungkin dapat berfungsi sebagai
landasan pokok untuk ketahanannya terhadap berbagai unsur musibah yang menimpa.
Benih
adalah simbol dari suatu permulaan, ia merupakan inti dari kehidupan di alam
semesta dan yang paling penting adalah kegunaannya sebagai penyambung dari
kehidupan tanaman. Untuk itu sangat dibutuhkan benih-benih yang berkualitas.
Berbicara mengenai kualitas benih, istilah ini dapat ditafsirkan secara umum
bahwa kualitas benih harus mewakili penampilan kemampuan pada faktor-faktor
seperti kebenaran varietas, presentase perkecambahan, presentase biji
rerumputan, kekuatan tumbuh, bebas dari hama dan penyakit serta
kontaminan-kontaminan lainnya.
B.
Tujuan
Mengetahui proses perkecambahan benih
II.
TINJAUAN
PUSTAKA
Kualitas
benih yang terbaik adalah pada saat benih masak fisiologis karena pada saat
benih masak fisiologis maka berat kering benih, viabilitas dan vigornya
tertinggi. Setelah masak fisiologis kondisi benih cenderung menurun sampai pada
akhirnya benih tersebut kehilangan viabilitas dan vigornya. Kemuduran benih
didefinisikan sebagai menurunnya kualitas benih, baik secara fisik maupun
fisiologis yang mengakibatkan rendahnya viabilitas dan vigor benih sehingga
pertumbuhan dan hasil tanaman menurun. Laju kemunduran benih dipengaruhi oleh
dua faktor, yaitu:
1.
Merupakan Sifat Genetis Benih
Kemunduran benih karena sifat genetis
biasa disebut proses deteriorasi yang kronologis. Artinya, meskipun benih
ditangani dengan baik dan faktor lingkungannya pun mendukung namun proses ini
akan tetap berlangsung.
2.
Karena Faktor Lingkungan
Proses ini biasa disebut
proses deteriorasi fisiologis. Proses ini terjadi karena adanya faktor
lingkungan yang tidak sesuai dengan persyaratan penyimpanan benih, atau terjadi
proses penyimpangan selama pembentukan dan prosesing benih (Harjadi,
1979).
Perkecambahan dimulai saat air masuk ke dalam biji (imbibisi)
dan berakhir dengan diawali elongasi/perpanjangan sumbu embrionik, biasanya
radikula. Perkecambahan diikuti oleh banyak peristiwa yaitu hidrasi protein,
perubahan struktur subseluler, respirasi, makromolekul sintesis, dan
pemanjangan/elongasi sel. Pada perkecambahan, tumbuhan meneruskan pertumbuhan
dan perkembangan yang terjadi saat embrio tidak aktif. Beberapa biji akan
segera berkecambah pada lingkungan yang sesuai (Bewley et al., 1994).
Perkecambahan
biji adalah suatu proses pada biji yang terjadi sesudah panen dengan kata lain
biji tersebut masak. Walau dari sebuah penelitian yang mendalam diperoleh bahwa
biji bisa berkecambah jauh sebelum tercapai kemasakan fisiologis atau sebelum
tercapai berat kering maksimum,akan tetapi bibit tanaman yang berasal dari biji
yang sangat muda bersifat sangat lemah, karena berat kering biji rendah, secara
fisiologi belum masak dan jaringan penunjang tidak tumbuh dengan baik (Kamil,
1979).
Hasil penelitian Steinbauer (1958) menerangkan bahwa terdapat hubungan
yang erat antar kecepatan berkecambah dengan vigor tanamannya, bahwa benih yang
kecepatannya tinggi, tanaman yang akan dihasilkan akan lebih tahan terhadap keadaan
lingkungan yang kurang menguntungkan. Dengan demikian jelas bahwa kecepatan
berkecambah benih merupakan aspek penting dari vigornya, serta memberikan
indeks vigor dari setiap kelompok benih. Karena itu perlu pula dilakukan
pengujian tentang kecepatan berkecambah benih (Rineka cipta, 1992).
III. METODE PRAKTIKUM
A.
Alat
dan Bahan
Alat-alat yang digunakan
pada praktikum kali ini yaitu Petridis, kertas filter sebagai medium, dan
pinset. Bahan-bahan yang digunakan adalah benih padi A (benih baru) dan benih
padi B (benih lama).
B.
Prosedur
Kerja
1.
Benih padi A dan
benih padi B masing-masing sebanyak 20 butir dikecambahkan di atas kertas
filler sebagai medium yang telah diletakkan pada petridish.
2.
Petridish yang
berisi benih padi tersebut kemudian disemprot dengan air.
3.
Dilakukan pengamatan
setiap hari selama 8 hari dan kertas filler jangan sampai kering.
4.
Dihitung benih
yang berkecambah (diambil). Sebagai kriteria berkecambah adalah setelah keluar
akar sepanjang 5 mm.
5.
Dibandingkan
perkecambahan antara benih A dan benih B
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A.
Hasil
Pengamatan
Benih A (Baru)
Jumlah benih berkecambah = 16
Jumlah
benih yang dikecambahkan = 20
Benih B (Lama)
Jumlah
benih berkecambah = 4
Jumlah
benih yang dikecambahkan = 20
B.
Pembahasan
Vigor benih merupakan kemampuan benih untuk tumbuh
normal pada keadaan lingkungan yang sub optimal. (Sutopo, 1984). indeks vigor
benih diperoleh dari panjang akar seminal ditambah panjang tunas lalu dikalikan
persentase perkecambahan (Ballo dkk,
2012). Menurut L.O Copeland (1977) telah mengemukakan rumus mencari
indeks vigor perkeambahan benih adalah sebagai berikut :
Indeks vigor =
Dimana: I.V = Indeks vigor
G = jumlah benih yang berkecambah pada hari
tertentu
D = waktu yang bersesuaian dengan jumlah
tersebut
n =
jumlah hari pada perhitungan akhir
Dalam penyimpanan
benih perlu diperhatikan faktor lingkungan seperti kelembaban, suhu, cahaya dan
lain-lain. Faktor-faktor ini akan sangat mempengaruhi kualitas benih.
Kelembaban yang terlalu tinggi akan menyebabkan benih berkecambah. Oleh karena
itu faktor lingkungan harus dikontrol sedemikian rupa agar benih tidak
berkecambah atau mengalami degradasi kualitas benih. Pada umumnya semakin lama
benih disimpan maka viabilitasnya akan semakin menurun. Mundurnya viabilitas
benih merupakan proses yang berjalan bertingkat dan kumulatif akibat perubahan
yang terjadi didalam benih. Semakin lama disimpan, daya kecambah benih akan
semakin menurun (Lesilolo, 2012).
Tidak
semua benih yang dikecambahkan dapat tumbuh
atau berkecambah 100%. Hal ini terjadi karena adanya faktor penghambat
perkecambahan baik faktor dari dalam benih itu sendiri maupun faktor dari luar
benih.
1. Faktor Dalam
Faktor dalam yang mempengaruhi perkecambahan benih antara
lain :
a. Tingkat kemasakan benih
Benih yang dipanen sebelum tingkat
kemasakan fisiologisnya tercapai tidak mempunyai viabilitas yang tinggi karena
belum memiliki cadangan makanan yang cukup serta pembentukan embrio belum
sempurna (Sutopo, 2002). Pada umumnya sewaktu kadar air biji menurun dengan
cepat sekitar 20 persen, maka benih tersebut juga telah mencapai masak
fisiologos atau masak fungsional dan pada saat itu benih mencapat berat kering
maksimum, daya tumbuh maksimum (vigor) dan daya kecambah maksimum (viabilitas)
atau dengan kata lain benih mempunyai mutu tertinggi (Kamil, 1979)
b. Ukuran benih
Benih yang berukuran besar dan berat
mengandung cadangan makanan yang lebih banyak dibandingkan dengan yang kecil
pada jenis yang sama. Cadangan makanan yang terkandung dalam jaringan penyimpan
digunakan sebagai sumber energi bagi embrio pada saat perkecambahan (Sutopo,
2002). Berat benih berpengaruh terhadap kecepatan pertumbuhan dan produksi
karena berat benih menentukan besarnya kecambah pada saat permulaan dan berat
tanaman pada saat dipanen (Blackman, dalam Sutopo, 2002).
c. Dormansi
Benih dikatakan dormansi apabila
benih tersebut sebenarnya hidup tetapi tidak berkecambah walaupun diletakkan
pada keadaan yang secara umum dianggap telah memenuhi persyaratan bagi suatu
perkecambahan atau juga dapat dikatakan dormansi benih menunjukkan suatu keadaan
dimana benih-benih sehat (viabel) namun gagal berkecambah ketika berada dalam
kondisi yang secara normal baik untuk berkecambah, seperti kelembaban yang
cukup, suhu dan cahaya yang sesuai (Lambers 1992, Schmidt 2002).
d.
Penghambat perkecambahan
Menurut Kuswanto (1996), penghambat perkecambahan benih dapat
berupa kehadiran inhibitor baik dalam benih maupun di permukaan benih, adanya
larutan dengan nilai osmotik yang tinggi serta bahan yang menghambat lintasan
metabolik atau menghambat laju respirasi.
2. Faktor Luar
Faktor
luar utama yang mempengaruhi perkecambahan diantaranya :
a.
Air
Penyerapan air oleh benih dipengaruhi oleh sifat benih itu sendiri terutama kulit pelindungnya dan jumlah air yang tersedia pada media di sekitarnya, sedangkan jumlah air yang diperlukan bervariasi tergantung kepada jenis benihnya, dan tingkat pengambilan air turut dipengaruhi oleh suhu (Sutopo, 2002). Perkembangan benih tidak akan dimulai bila air belum terserap masuk ke dalam benih hingga 80 sampai 90 persen dan umumnya dibutuhkan kadar air benih sekitar 30 sampai 55 persen (Kamil, 1979). Benih mempunyai kemampuan kecambah pada kisaran air tersedia. Pada kondisi media yang terlalu basah akan dapat menghambat aerasi dan merangsang timbulnya penyakit serta busuknya benih karena cendawan atau bakteri (Sutopo, 2002).
Penyerapan air oleh benih dipengaruhi oleh sifat benih itu sendiri terutama kulit pelindungnya dan jumlah air yang tersedia pada media di sekitarnya, sedangkan jumlah air yang diperlukan bervariasi tergantung kepada jenis benihnya, dan tingkat pengambilan air turut dipengaruhi oleh suhu (Sutopo, 2002). Perkembangan benih tidak akan dimulai bila air belum terserap masuk ke dalam benih hingga 80 sampai 90 persen dan umumnya dibutuhkan kadar air benih sekitar 30 sampai 55 persen (Kamil, 1979). Benih mempunyai kemampuan kecambah pada kisaran air tersedia. Pada kondisi media yang terlalu basah akan dapat menghambat aerasi dan merangsang timbulnya penyakit serta busuknya benih karena cendawan atau bakteri (Sutopo, 2002).
b.
Suhu
Suhu optimal adalah yang paling menguntungkan berlangsungnya perkecambahan benih dimana presentase perkembangan tertinggi dapat dicapai yaitu pada kisaran suhu antara 26.5 sd 35°C (Sutopo, 2002). Suhu juga mempengaruhi kecepatan proses permulaan perkecambahan dan ditentukan oleh berbagai sifat lain yaitu sifat dormansi benih, cahaya dan zat tumbuh gibberallin.
Suhu optimal adalah yang paling menguntungkan berlangsungnya perkecambahan benih dimana presentase perkembangan tertinggi dapat dicapai yaitu pada kisaran suhu antara 26.5 sd 35°C (Sutopo, 2002). Suhu juga mempengaruhi kecepatan proses permulaan perkecambahan dan ditentukan oleh berbagai sifat lain yaitu sifat dormansi benih, cahaya dan zat tumbuh gibberallin.
c.
Oksigen
Saat berlangsungnya perkecambahan, proses respirasi akan meningkat disertai dengan meningkatnya pengambilan oksigen dan pelepasan CO2, air dan energi panas. Terbatasnya oksigen yang dapat dipakai akan menghambat proses perkecambahan benih (Sutopo, 2002). Kebutuhan oksigen sebanding dengan laju respirasi dan dipengaruhi oleh suhu, mikro-organisme yang terdapat dalam benih (Kuswanto. 1996). Menurut Kamil (1979) umumnya benih akan berkecambah dalam udara yang mengandung 29 persen oksigen dan 0.03 persen CO2. Namun untuk benih yang dorman, perkecambahannya akan terjadi jika oksigen yang masuk ke dalam benih ditingkatkan sampai 80 persen, karena biasanya oksigen yang masuk ke embrio kurang dari 3 persen.
Saat berlangsungnya perkecambahan, proses respirasi akan meningkat disertai dengan meningkatnya pengambilan oksigen dan pelepasan CO2, air dan energi panas. Terbatasnya oksigen yang dapat dipakai akan menghambat proses perkecambahan benih (Sutopo, 2002). Kebutuhan oksigen sebanding dengan laju respirasi dan dipengaruhi oleh suhu, mikro-organisme yang terdapat dalam benih (Kuswanto. 1996). Menurut Kamil (1979) umumnya benih akan berkecambah dalam udara yang mengandung 29 persen oksigen dan 0.03 persen CO2. Namun untuk benih yang dorman, perkecambahannya akan terjadi jika oksigen yang masuk ke dalam benih ditingkatkan sampai 80 persen, karena biasanya oksigen yang masuk ke embrio kurang dari 3 persen.
d.
Cahaya
Kebutuhan benih akan cahaya untuk perkecambahannya berfariasi tergantung pada jenis tanaman (Sutopo, 2002). Adapun besar pengaruh cahanya terhadap perkecambahan tergantung pada intensitas cahaya, kualitas cahaya, lamanya penyinaran (Kamil, 1979). Menurut Adriance and Brison dalam Sutopo (2002) pengaruh cahaya terhadap perkecambahan benih dapat dibagi atas 4 golongan yaitu golongan yang memerlukan cahaya mutlak, golongan yang memerlukan cahaya untuk mempercepat perkecambahan, golongan dimana cahaya dapat menghambat perkecambahan, serta golongan dimana benih dapat berkecambah baik pada tempat gelap maupun ada cahaya.
Kebutuhan benih akan cahaya untuk perkecambahannya berfariasi tergantung pada jenis tanaman (Sutopo, 2002). Adapun besar pengaruh cahanya terhadap perkecambahan tergantung pada intensitas cahaya, kualitas cahaya, lamanya penyinaran (Kamil, 1979). Menurut Adriance and Brison dalam Sutopo (2002) pengaruh cahaya terhadap perkecambahan benih dapat dibagi atas 4 golongan yaitu golongan yang memerlukan cahaya mutlak, golongan yang memerlukan cahaya untuk mempercepat perkecambahan, golongan dimana cahaya dapat menghambat perkecambahan, serta golongan dimana benih dapat berkecambah baik pada tempat gelap maupun ada cahaya.
e.
Medium
Medium yang baik untuk perkecambahan haruslah memiliki sifat fisik yang baik, gembur, mempunyai kemampuan menyerap air dan bebas dari organisme penyebab penyakit terutama cendawan (Sutopo, 2002). Pengujian viabilitas benih dapat digunakan media antara lain substrat kertas, pasir dan tanah.
Medium yang baik untuk perkecambahan haruslah memiliki sifat fisik yang baik, gembur, mempunyai kemampuan menyerap air dan bebas dari organisme penyebab penyakit terutama cendawan (Sutopo, 2002). Pengujian viabilitas benih dapat digunakan media antara lain substrat kertas, pasir dan tanah.
Berdasarkan
praktikum yang telah dilakukan dihitung persentase perkecambahan benih A (benih
baru) dan benih B (benih lama). Total benih yang dikecambahkan pada
masing-masing jenis beni adalah 20 benih. Persentase perkecambahan pada benih A
diperoleh sebesar 80%, sedangkan pada benih B diperoleh persentase
perkecambahan sebesar 20% saja. Benih lama disini merupakan benih yang telah
mengalami penyimpanan terlebih dahulu. Dengan demikian bahwa benih baru (benih
A) memiliki daya kecambah yang lebih tinggi dibandingkan dengan benih lama
(benih B). Hal ini karena benih lama telah megalami penyimpanan dimana menurut Lesilolo (2012) semakin lama disimpan, daya kecambah
benih akan semakin menurun. Sehingga otomatis persentase perkecambahan benih
akan menurun atau rendah. Kualitas benih yang
baik memiliki daya tumbuh dan indeks vigor yang tinggi. Perkecambahan dan
pertumbuhan embrio merupakan proses penting pada tanaman untuk pertanian dan
ekosistem alami (Morla et al.,2011).
Berikut ini merupakan gambar pengamatan hari pertama dan hari kedelapan
perkecambahan padi A dan padi B :
Gambar
7. Perkecambahan hari ke1 dan hari ke 8 benih padi A dan padi B
V.
KESIMPULAN
DAN SARAN
A.
Kesimpulan
Berdasarkan
praktikum yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa benih yang
mempunyai daya kecambah lebih tinggi adalah benih yang baru (benih A),
sedangkan benih lama (benih B) mempunyai daya kecambah yang rendah akibat
adanya penyimpanan pada benih
B.
Saran
Dalam
pelaksanaan praktikum, praktikan harus melaksanakannya dengan sungguh – sungguh
dan rajin dalam melakukan pengamatan terutama dalam menyemprot benih agar
kertas filler tidak kering.
DAFTAR PUSTAKA
Ballo,
Maria dkk. 2012. Respons Morfologis Beberapa Varietas Padi terhadap Kekeringan
pada Fase Perkecambahan. Jurnal Bioslogos.
Vol 2 No. 2. Agustus 2012.
Bewley, J. Derek and Michael Black. 1994. Seed Physicology of Development and
Germination. Plenum Press, New York
Copeland, L.O.,. 1977. Principles of Seed
Sciences and Technology, Burgess Publ. Comp., Minneapolis, Minnesota, USA.
Harjadi,
S.S., 1979. Pengantar Agronomi.
Garmedia. Jakarta.
Kamil, Jurnalis. 1979. Teknologi Benih 1. Bandung:
Angkasa Anggota IKAPI.
Kuswanto,
H., 1997. Analisis Benih. ANDI,
Yogyakarta
Lesilolo,
M. K. dkk. 2012. Penggunaan Desikan Abu dan Lama Simpan Terhadap Kualitas Benih
Jagung pada Penyimpanan Ruang Terbuka. Jurnal
Agrologia. Vol. 1 No. 1 : 51-59
Morla,S.,C.S.V.Ramachandra Rao,R.Chakrapani.2011.Factors
affecting seed germination and seedling growth of tomato plants cultured in
vitro conditions.Journal of
Chemical,Biological and Physical Sciences 1: 328-334
Redaksi Rineka
Cipta. 1992. Teknologi Benih (Pengolahan
Benih dan Tuntunan Praktikum). Jakarta: Rineka Cipta
Schmidt, L. 2002. Pedoman Penanganan Benih Tanaman Hutan
Tropis dan Sub Tropis. Terjemahan. Kerjasama Direktorat Jenderal
Rehabiltasi Lahan dan Perhutanan Sosial dengan Indonesia Forest Seed Project.
Jakarta.
Sutopo,
Lita. 1984. Teknologi Benih.
PT RajaGrafindo Persada. Jakarta.
________ .
2002. Teknologi Benih. PT Raja
Grafindo Persada. Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar