iklan banner

Kamis, 16 November 2017

PERLAKUAN PEMBENAH TANAH PADA LAHAN MARGINAL




LIKE, COMMENT, SHARE . . .
 LAPORAN RAKTIKUM BUDIDAYA TANAMAN DI LAHAN MARGINAL
ACARA 1
PERLAKUAN PEMBENAH TANAH PADA LAHAN MARGINAL
I.              PENDAHULUAN
A.           Latar Belakang
Pemberian bahan organik sebagai pembenah tanah merupakan salah satu cara untuk memperbaiki kualitas lahan, meskipun kandungan hara dari bahan organik umumnya jauh lebih rendah dibanding pupuk kimia. Bahan pembenah tanah dapat berbeda dalam hal sumber, sifat, dan karakteristiknya. Beberapa pembenah organik seperti pupuk hijau dan pupuk kandang segar bersifat mudah terdekomposisi dan cenderung melepaskan kandungan hara secara cepat. Sebaliknya pembenah organik seperti jerami dan pupuk kandang yang sudah mengalami pengomposan bersifat lebih stabil dan melepaskan hara secara lambat. Pembenah organik di lahan kering biasanya diperoleh dari lingkungan petani seperti pupuk kandang, sisa tanaman dan pupuk hijau.
Tanaman yang subur ditandai dengan kemampuannya untuk menyempurnakan siklus hidup yakni pertumbuhan, perkembangan dan regenerasi. Tanah hanyalah hancuran batu dalam perjalanannya bermuara ke laut. Tanah yang baik adalah tanah yang subur, karena dari tanah lah tanaman mengambil sebagian besar hara esensial penyusun tubuhnya.
Lahan marginal dapat diartikan sebagai lahan yang memiliki mutu rendah karena memiliki beberapa faktor pembatas jika digunakan untuk suatu keperluan tertentu. Sebenarnya faktor pembatas tersebut dapat diatasi dengan masukan, atau biaya yang harus dibelanjakan. Tanpa masukan yang berarti budidaya pertanian di lahan marginal tidak akan memberikan keuntungan.
B.            Tujuan
Praktikum acara 1 Budidaya Tanaman pada Lahan Marginal bertujuan:
1.      Mempelajari cara pemberian pembenah tanah pada lahan marginal
2.      Mengetahui pengaruh pemberian pembenah tanah pada tanah pasir pantai terhadap pertumbuhan tanaman.


II.           TINJAUAN PUSTAKA
Tanah dengan daya lulus air sangat tinggi dan bertekstur pasir mempunyai potensi produksi pertanian rendah. Hal ini disebabkan kehilangan air dan unsur hara yang sangat tinggi dari zona perakaran efektif selama musim hujan atau di bawah irigasi yang berat (Mathan dan Natesan, 1993). Keadaan tanah pasir pantai yang didominasi fraksi pasir dengan kandungan bahan organik sagat rendah menyebabkan ketersediaan unsur hara bagi tanaman rendah sedangkkan penambahan unsur hara melalui pemupukan mudah hilang karena pelindian oleh air hujan atau irigasi.
Pembatas produksi tanaman yang utama pada tanah pasir pantai adalah laju infiltrasi yang tinggi, daya simpan air yang rendah, kehilangan unsur hara yang tinggi akibat pelindian, dan status kesuburan tanah yang sangat rendah sehingga usaha perbaikan kondisi tanah tersebut dapat membantu meningkatkan produksi (Laxminarayana dan Subbaiah, 1995). Perbaikan kondisi tanah pasir pantai dapat dilakukan dengan menambahkan ke dalam tanah tersebut pupuk kandang sebagai bahan pembenah tanah.
Teknologi pembenah tangan telah digunakan oleh petani lahan pasir pantai, yaitu dengan menggunakan bahan tanah lempung sebagai pembenah tanah anorganik dan pupuk kandang sebagai bahan pembenah tanah organik. Sumber bahan organik yang penting bagi tanaman antara lain adalah pupuk kandang, kompos, pupuk hijau, dan berbagai kotoran binatang (FAO, 1984). Bahan organik tanah atau humus meliputi total senyawa organik di dalam tanah selain jaringan tanaman dan hewan yang belum busuk, hasil sebagian peruraiannya, dan biomassa tanah (Stevenson 1982 cit Spark, 1995). Bahan organik tanah memiliki beberapa fungsi penting, antara lain adalah membentuk agregat tanah sehingga dapat memelihara kehilangan tanah, memperbaiki aerasi dan perkolasi tanah, meningkatkan daya memegang air dan unsur hara sehingga dapat mencegah kehilangan hara akibat pelindian, meningkatkan kapasitas air tersedia bagi tanah pasir, memasok sejumlah hara mikro dan senyawa pemacu pertumbuhan (FAO, 1984).
Pembenah anorganik diantaranya adalah zeolit yang merupakan bahan alumino-silikat hanya mengandung sedikit unsur hara, dan mempunyai kapasitas tukar kation (KTK) yang tinggi, mampu menyerap dan melepaskan unsur hara/air tanpa merubah sifat zeolit itu sendiri. Kemampuan tersebut disebabkan oleh mineral-mineral yang porous namun mempunyai struktur kimia yang stabil. Zeolit meningkatkan manfaat pupuk dengan membuatnya tahan terhadap pencucian, imobilisasi dan hilang dalam bentuk gas (Suryatini, 2015).
Beberapa pembenah tanah telah diuji efektivitasnya pada tanaman kacang tanah varietas Kancil. Bahan pembenah tersebut adalah zeolit, pupuk kandang sapi, dan dua pembenah formulasi Balitkabi yaitu Formula-1 dan Formula-2. Masing-masing pembenah diberikan dengan takaran 1% berat tanah per pot. Sebagai media tanam digunakan tanah Alfisol dari lahan kering Malang Selatan yang merupakan lahan marginal dengan pH 7,50 (agak alkalis), kadar C-organik 1,06% dan N total 0,18% (rendah), kadar P 3,29 ppm (sangat rendah), sedangkan kadar K 0,52 me/100 g (sedang) (Suryatini, 2015).
Sumber daya lahan merupakan salah satu faktor yang sangat menentukan keberhasilan suatu sistem usaha pertanian, karena hampir semua usaha pertanian berbasis pada sumber daya lahan. Lahan marginal dapat diartikan sebagai lahan yang memiliki mutu rendah karena memiliki beberapa faktor pembatas jika digunakan untuk suatu keperluan tertentu. Sebenarnya faktor pembatas tersebut dapat diatasi dengan masukan, atau biaya yang harus dibelanjakan. Tanpa masukan yang berarti budidaya pertanian di lahan marginal tidak akan memberikan keuntungan. Ketertinggalan pembangunan pertanian di daerah marginal hampir dijumpai di semua sektor, baik biofisik, infrastruktur, kelembagaan usahatani maupun akses informasi untuk petani miskin yang kurang mendapat perhatian (Yuwono, 2009).
Untuk mengetahui apakah suatu lahan termasuk marginal jika digunakan untuk buidaya pertanian dapat dilakukan evaluasi kesesuaian lahan. Semakin banyak sifat tanah yang memiliki harkat tidak sesuai, menunjukkan lahan tersebut marginal. Teknologi dan masukan yang diterapkan pada suatu lahan dapat mengubah sifat tanah sehingga harkatnya menjadi lebih sesuai untuk pertanian (Yuwono, 2009).
Lahan pasir pantai di Indonesia dengan luas ± 1.060.000 ha (Kertonegoro, 2009) merupakan salah satu potensi penting untuk pengembangan pertanian, dan diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai pengganti penyusutan lahan akibat alih fungsi menjadi non-pertanian. Lahan tersebut merupakan lahan marginal dengan produktivitas yang rendah, dicirikan oleh bahan penyusun tanah yang dominan terdiri dari pasir, sehingga daya menahan air sangat rendah. Pemanfaatan lahan pasir pantai untuk budidaya tanaman secara produktif masih terbuka luas (Kastono, 2007). Budidaya wijen akan berpotensi meningkatkan produktivitas lahan ini jika dipilih varietas yang cocok dengan kondisi lingkungan (Budi, 2007). Macam varietas yang digunakan perlu disesuaikan dengan tujuan pertanaman, kondisi iklim (ketersediaan air) dan tanah.
Lahan pasir pantai merupakan lahan marjinal dengan ciri-ciri antara lain: tekstur pasiran, struktur lepas-lepas, kandungan hara rendah, kemampuan menukar kation rendah, daya menyimpan air rendah, suhu tanah di siang hari sangat tinggi, kecepatan angin dan laju evaporasi sangat tinggi. Upaya perbaikan sifat-sifat tanah dan lingkungan mikro sangat diperlukan, antara lain misalnya dengan penyiraman yang teratur, penggunaan mulsa penutup tanah, penggunaan pemecah angin (wind breaker), penggunaan bahan pembenah tanah (marling), penggunaan lapisan kedap, dan pemberian pupuk (baik organik maupun anorganik) (Siradz dan Kabirun, 2007). Hasil penelitian Partoyo (2005) menunjukkan bahwa berdasarkan nilai indeks kualitas tanah, perlakuan penambahan tanah lempung dan pupuk kandang dapat memperbaiki kualitas tanah.
Pemanfaatan lahan marginal di sebagian besar wilayah Indonesia memiliki masalah tersendiri dalam hal pencapaian produktivitas pertanian yang optimal. Lahan marginal umumnya merupakan tanah yang telah mengalami proses pelapukan lanjut. Ultisol merupakan salah satu tanah marginal yang dapat direkayasa sebagai lahan budidaya pertanian. Luas Ultisol mencapai 45,9 juta ha atau 24,3 % dari daratan Indonesia yang tersebar di Kalimantan, Sumatera, Maluku dan Papua, Sulawesi, Jawa dan Nusa Tenggara. Tanah ini dapat dijumpai pada berbagai relief, mulai dari datar hingga bergunung (Prasetyo & Suriadikarta, 2006).
Upaya untuk mengatasi permasalahan tersebut di atas telah dilakukan pencarian alternatif oleh peneliti sebelumnya dengan penggunaan biochar (Lehmann & Joseph, 2009). Biochar adalah produk pirolisis, yaitu pembakaran biomasa pada kondisi rendah oksigen atau tanpa oksigen. Biochar merupakan 3 senyawa karbon yang relatif stabil, lebih stabil dari bahan organik, disamping itu, biochar memiliki afinitas yang tinggi terhadap kation. Karakteristik khas ini yang menyebabkan biochar akan sangat bermanfaat untuk mengurangi laju degradasi tanah. Hasil penelitian sebelumnya telah dibuktikan bahwa biochar meningkatkan ketersediaan hara dalam jangka panjang (Glaser et al., 2002; Lehmann, 2007; Lehmann & Joseph, 2009; Major et al., 2009).

III.        METODE PAKTIKUM
A.           Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan adalah tanah pasir pantai, bokashi, bahan pupuk (Urea, KCl, TSP), bibit/benih tanaman (kangkung), pestisida (fungisida dan insektisida), dan air siraman. Alat yang dipergunakan dalam praktikum perlakuan pembenah tanah pada lahan marginal antara lain: screen house, polybag, timbangan, ember, dan alat pengamatan (seperti: penggaris, timbangan elektrik, alat tulis, dll.).

B.            Prosedur Kerja
1.    Tanah pasir pantai disiapkan dan ditimbang sebanyak 5 kg per polybag.
2.    Polybag disusun dan diberi label dengan perlakuan siacak kelompok (RAKL), dengan 3 kali ulangan.
3.    Pada perlakuan P1 dan P2 diberi bokashi, kemudian diaduk hingga homogen. (P1= 32 gr, P2= 64 gr).
4.    Masing-masing polybag disiram hingga kapasitas lapang.
5.    Kemudian, benih kangkung ditanam 5 benih per polybag.
6.    Benih diamati dan dipelihara. Pengamatan dilakukan 2 hari sekali, sedangkan pemeliharaan dilakukan setiap hari selama 26 hari.

IV.        HASIL DAN PEMBAHASAN
A.      Hasil
(terlampir)
B.       Pembahasan
Beberapa kelebihan lahan pasir pantai untuk lahan pertanian yakni: luas, datar, jarang banjir, sinar matahari melimpah, dan kedalaman air tanahnya dangkal (Yuwono, 2009). Namun, rendahnya kandungan bahan organik mempengaruhi kondisi agregat tanah sehingga struktur tanah lepas-lepas. Pemberian bahan organik (pupuk kandang) merupakan salah satu cara dalam upaya meningkatkan kualitas lahan tersebut (Sanchez, 1992). Bahan organik dapat meningkatkan kesuburan tanah baik secara fisik, kimia dan biologi. Bahan organik merupakan sumber energi bagi mikroorganisme tanah sehingga populasi mikroorganisme meningkat, yang selanjutnya mampu meningkatkan ketersediaan unsur hara (Buckman & Brady, 1982; Widiana, 1994). Pemberian bahan organik berupa pupuk kandang memperbaiki struktur tanah, kemantapan agregat tanah, daya menahan air, permeabilitas, pengharaan, aerasi dan perkembangan akar (Rajiman, 2011). Pupuk kandang sapi merupakan sumber bahan organik yang mengandung nitrogen (N) 1,05%, fosfor (P) 0,5%, kalium (K) 0,73%, Mg 0,13%, Ca 0,11%, dan Fe 7569 ppm, pH 6,5 (Musofie, 2008). Dalam perombakan bahan organik akan dilepas mineralmineral hara tanaman N, P, K, Ca, Mg dan S, serta hara mikro dalam jumlah yang relatif kecil (Rosmarkam dan Yuwono, 2002).
Pembenahan tanah adalah bahan alami atau sintetik mineral atau organik untuk menanggulangi kerusakan atau degradasi tanah. Kegiatan rehabilitasi lahan salah satunya diarahkan untuk memperbaiki kualitas tanah (sifat fisik, kimia dan biologi tanah). Pemulihan sifat tanah dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai bahan amlioran (pembenah tanah), salah satunya adalah biochar atau arang (Maftuhah, 2009).
Pembenah tanah (soil conditioner) berfungsi menambahkan nutrisi, memperkaya tanah, dan memungkinkan tanaman untuk tumbuh lebih besar dan kuat. Pemebenah tanah dapat digunakan untuk meningkatkan retensi air pada tanah kering, tanah kasar yang tidak menahan air dengan baik, dan ditambahkan untuk menyesuaikan pH tanah agar memenuhi kebutuhan tanaman tertentu atau untuk  membuat tanah sangat asam atau alkali agar lebih bermanfaat. Beberapa contoh pembenah tanah meliputi bonemeal, gambut, kapur, bloodmeal, teh kompos, pupuk kimia, dan sphagnum humus. Banyak pembenah tanah datang dalam bentuk produk organik bersertifikat. Beberapa pembenah tanah bekerja masuk ke dalam tanah dan diserap akar tanaman (Smith, 2010).
Pembenah tanah yang dapat dimanfaatkan di lahan pasir pantai antara lain pupuk kandang, blontong, tanah grumusol, lumpur sungai dan limbah karbit. Tanah grumusol dan lumpur sungai merupakan tanah yang didominasi fraksi lempung lebih dari 40%. Pupuk kandang sapi adalah pupuk yang berasal dari sisa bahan makanan ternak yng bercampur dengan kotorannya, baik dalam bentuk vair atau padat. Ppuk kandang akan menghasilkan humus yang berperanan penting dalam menentukan penyediaan hara dan air bagi tanaman. Blotong merupakan salah satu limbah padat pabrik gula yang dihasilkan dari proses pengolahan tebu. Sifat blotong yang mendukung perbaikan sifat tanah antara lain daya menahan air tinggi, berat volume rendah, porous, KPK tinggi (Muhammad et al., 2003).
Konsep penggunaan bahan pembenah tanah adalah (Dariah, 2007):
a.         Pemantapan agregat tanah untuk mencegah erosi dan pencemaran.
b.        Mengubah sifat hidropobik atau hidrofilik sehingga mengubah kapasitas tanah menahan air (water holding capasity).
c.         Meningkatkan kapasitas tukar kation (KTK) tanah.
d.        Beberapa bahan pembenah tanah juga mampu menyuplai unsur hara tertentu meskipun jumlahnya relatif kecil dan seringkali tidak semua unsur hara terkandung dalam bahan pembenah tanah dan dapat segera digunakan untuk tanaman.
Kemampuan tanah dalam menyimpan air akan mempengaruhi kelembaban tanah untuk menjamin suplai nutrient untuk pertumbuhan tanaman. Kemampuan ini sangat krusial dalam efisiensi penggunaan air (Saleth dkk., 2009). Salah satu syarat pemilihan pembenah tanah adalah berdasarkan pada kemampuan menyimpan air (Amarshadi and Ismael, 2014). Ketersediaan air dalam tanah akan menjamin keadaan lingkungan yang lebih baik bagi akar, sehingga dapat mendukung pertumbuhan tanaman (Davies dkk., 2004).
EM Bokashi adalah pupuk kompos organik yang diproses secara teknologi terkini dari bahan-bahan pupuk kandang murni, dedak padi, arang sekam padi dan molase melalui fermentasi dengan menggunakan mikroorganisme bermanfaat dari teknologi EM, sehingga menghasilkan pupuk yang bermutu tinggi, tidak bau, tidak berbahaya dan ramah lingkungan (bukan racun dan obat-obatan kimia). Pupuk ini dapat menyehatkan tanaman/menyuburkan tanaman, menggemukkan tanah dan meningkatkan tersedianya unsur hara tanaman (Astirin & Sutiman, 2006).
Pupuk organik bokashi memiliki keunggulan dan mafaat, yaiu meningkatkan populasi, keragaman, dan aktivitas mikroorganisme yang menguntungkan, menekan perkembangan pathogen yang ada di dalam tanah, mengandung unsur hara makro (N, P, dan K) dan unsur mikro seperti: Ca, Mg, B, S, dan lain-lain, menetralkan pHtanah, menambah kandungan humus tanah, meningkatkan kesuburan dan produksi tanaman (Nasir, 2008). Menurut Nasir (2008) penggunaan bokashi EMsecara rinci berpengaruh terhadap: a. peningkatan ketersediaan nutrisi tanaman, b. aktivitas hama dan paenyakit dapat ditekan, c. peningkatan aktivitas mikroorganisme indogenus yang menguntungkan, d. fiksasi nitrogen, e. mengurangi kebutuhan pupuk dan pestisida kimia.
Menurut Dahlan dan Kaharuddin (2007) perlakuan bokashi memberikan pengaruh nyata terhadap tinggi tanaman, berat basah pipilan dan berat kering tanaman kangkung terhadap pasir pantai. Jumlah penggunaan pupuk bokashi cenderung memberikan hasil meningkat sesuai dengan peningkatan dosis yang digunakan. Ketersediaan struktur tanah, tata udara, dan hara dalam tanah yang baik sangat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan akar serta kemampuan akar tanaman dalam menyerap unsur hara.
Bokashi memiliki keunggulan dibandingkan produk sejenis, keunggulannya adalah kandungan unsur haranya relatif tinggi dan kompleks, mudah diserap perakaran tanaman dan proses pembuatannya lebih mudah dan lebih cepat. Kandungan senyawa organik bokashi berupa gula, alkohol, asam amino, protein, karbohidrat, dan senyawa lain (Wididana, 1999 dalam Anitasari, et al. 2015). Bokashi digunakan sebagai pupuk organik yang dapat menyuburkan tanah, meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman (Anitasari, et al. 2015).
Bokashi memiliki peranan penting bagi tanah karena dapat mempertahankan dan meningkatkan kesuburan tanah melalui perbaikan sifat kimia, fisik, dan biologis. Penambahan bokashi dalam tanah dapat memperbaiki struktur, tekstur, dan lapisan tanah sehingga akan memperbaiki keadaan aerasi dan drainase serta kemampuan daya serap tanah terhadap air. Pemupukan bokashi mengakibatkan tanah yang strukturnya ringan berpasir menjadi lebih baik, daya ikat air menjadi lebih tinggi dan tanah yang berat atau tanah liat menjadi lebih optimal dalam mengikat air. Bokashi juga dapat meningkatkan kapasitas tukar kation (KTK) tanah dan dapat meningkatkan penyerapan unsur hara dari pupuk mineral oleh tnaman (Murbandono, 2008).
Bahan organik berupa sisa tanaman, kotoran hewan, pupuk hijau dan kompos merupakan unsur utama pupuk organik yang dapat berbentuk padat atau cair. Bahan organik dapat bermanfaat untuk memperbaiki kesuburan secara fisik, kimia dan biologi tanah. Pemberian pupuk dalam bentuk dan jumlah yang tepat berperan penting untuk keberlanjutan sistem produksi kedelai (Marwoto, 2009). Pupuk organik memiliki fungsi yang penting yaitu menggemburkan topsoil, meningkatkan populasi dan aktifitas mikroorganisme, meningkatkan daya serap dan daya simpan air yang keseluruhannya dapat meningkatkan kesuburan tanah (Sutedjo, 2008). Menurut Sutedjo (2008) pemberian bahan organik akan menghasilkan anion dan kation yang akan mengurangi fiksasi sehingga unsur P menjadi tersedia bagi tanaman. Fosfor berfungsi dalam pembentukan bunga dan buah, serta meningkatkan produksi biji-bijian.
Bokashi sudah digunakan para petani dalam perbaikan tanah secara tradisional untuk meningkatkan keragaman mikroba dalam tanah dan meningkatkan persediaan unsur hara bagi tanaman. Keunggulan pengguanan teknologi EM4 adalah pupuk organic (kompos) dapat dihasilkan dalam waktu yang relative singkat dibandingkan dengan cara konvensional. EM4 mengandung Azotobacter sp., Lactobacillus sp., ragi bakteri foto sintetik dan jamur pengurai selulosa. Bahan untuk pembuatan bokashi dapat diperoleh dengan mudah disekitar lahan pertanian, seperti jerami, rumput, tanaman kacangan, sekam, pupuk kandang atau serbuk gergaji (Maruli, 2014).
Hasil penelitian Mustari (2004) menunjukkan bahwa kandungan hara pada pupuk bokashi dari limbah tanaman dapat dijadikan pupuk organic karena memiliki unsur hara tinggi, pupuk bokashi akan memberikan pengaruh yang baik pada pertumbuhan dan meningkatkan produktivitas tanaman jagung dan lainnya. Meningkatnya kandungan unsur hara dan semakin netral tanah, akan memperbaiki pertumbuhan dan peningkatan produktivitas tanaman. Hal ini menunjukkan bahwa pupuk bokashi dapat digunakan dalam usaha pengembangan usaha tani ramah lingkungan, karena selain tidak menyebabkan pencemaran, limbah tanaman juga dapat dimanfaatkan sebagai pupuk.
Berdasarkan praktikum dan hasil pengamatan tinggi tanaman kangkung pemberian pembenah tanah terhadap pasir pantai menunjukkan pengaruh yang signifikan dibandingkan dengan perlakuan tanpa pemberian pembenah tanah. Pemberian pembenah tanah dengan dosis 32 gram/ 5 kg pasir rata-rata pengukuran tinggi tanamannya adalah 20,09 cm (P1N0); 19,36 cm (P1N1); dan 17,86 cm (P1N2). Pemberian pembenah tanah dengan dosis 64 gram/ 5 kg pasir rata-rata pengukuran tinggi tanamannya adalah 25,03 cm (P2N0); 20,92 cm (P2N1); dan 13,57cm (P2N2). Sedangkan untuk hasil rata-rata tinggi tanaman tanpa pembenah tanah adalah 16,16 cm; 13,76 cm; dan 9,116 cm. hal ini sesuai dengan penelitian Dahlan dan Kaharuddin (2007) perlakuan bokashi memberikan pengaruh nyata terhadap tinggi tanaman. Dampak penggunaan pupuk bokashi secara ekonomi adalah dapat menghemat penggunaan biaya produksi pada usaha tani, memberikan nilai guna bagi limbah pertanian, dapat meningkatkan produktivitas tanaman yang semuanya bermuara untuk meningkatkan keuntungan (Marsudi, 2011).
  
V.           KESIMPULAN DAN SARAN
A.      Kesimpulan
Berdasarkan praktikum dan hasil pengamatan yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa:
1.        Bokashi sebagai pembenah tanah diberikan pada saat praktikum dengan cara mencampurkannya pada tanah pasir dalam setiap polybag berlabel P1 (32 gram) dan P2 (64 gram).
2.        Berdasarkan hasil analisis menyatakan penggunaan bokashi dengan dosis yang berbeda menunjukkan hasil tidak berbeda nyata sehingga tidak terdapat perlakuan terbaik. Perlakuan bokashi memberikan pengaruh nyata terhadap tinggi tanaman, berat basah pipilan dan berat kering tanaman kangkung terhadap pasir pantai.

B.       Saran
Praktikum harus dikerjakan dengan teliti dalam pengamatan dan perhitungan agar didapatkan hasil yang valid. Perlu adanya pengujian yang lebih lanjut untuk melihat pengaruh yang lebih baik.
 DAFTAR PUSTAKA
Almarshadi, M.H.S. dan Ismail, S.M (2014): improving Light Textured Soil Properties by water regime and soil amandements under Dry Land Conditions. Life Science Journal 2014: 11(4).
Anitasari, F. Rahayu Sawitri, & Agus Suprapto. 2015. Pengaruh Pupuk Organik dan Dolomit pada Lahan Pantai terhadap pertumbuhan dan Hasil Kedelai. The Second University Research Coloquium. Universitas Tidar.
Astirin, O. P. & Sutiman B. M., 2006. Polimorfisme Enzim Isositrat Dehidrogenase, Laktat Dehidrogenase dan α-Glicerofosfat Dehidrogenase pada Udang Windu (Penaeus monodon Fab.) Tahan Hidrogen Sulfida. Biodiversitas. Vol. 7(3): 203-207.
Buckman, H.O. dan Brady, 1982. Ilmu tanah. Penerjemah : Soegiman. Bharata Karya Aksara, Jakarta. hal. 131-191.
Budi, L.S., 2007. Pengaruh cara tanam dan penggunaan varietas terhadap produktivitas wijen. Buletin Agronomi 35(2): 135-141.
Davies, L.C., Novais, J.M., Martins-Dias, S. (2004): Detoxification of olive mill wastewater using superabsorbent polymers. Environmental Technology, 25, 89-100.
FAO. 1984. Fertilizer and Plant Nutrition Guide. United Nation. Rome.
Kastono, D. 2007. Aplikasi model rekayasa lahan terpadu guna meningkatkan peningkatan produksi hortikultura secara berkelanjutan di lahan pasir pantai. Jurnal Ilmu Pertanian vol: 3. Desember 2007. hal 112-116.
Kertonegoro, B.D. 2009. Peluang pengembangan agribisnis sayuran di lahan pasir pantai Kabupaten Kulonprogo Yogyakarta (Kasus Desa Bugel Kecamatan Panjatan).
Laxminarayana K., and G.V. Subbaiah. 1995. Effect of ixing of Sandy Soil with Clay Vertisol and Potassium on Yield and Nutriet Uptake by Groundnut. Ind. Soc. Soil. Sci. Journal 43(4): 694-696.
Lehmann, J. and S. Joseph., 2009. Biochar for Environmental Management Sciense and Technology. Earthscan in the UK and USA.
Maftuhah, I. 2009. Pengaruh berbagai bahan pembenah tanah terhadap sifat fisik tanah latosol untuk budidaya tanaman sayuran. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Marsudi, E. 2011. Analisis Keuntungan Usaha Pengolahan Pupuk Bokashi. Sains Riset. Vol. 1 No. 2.
Maruli, Tohodo Ary. 2014. Pengaruh Penambahan Dosis pupuk organic dan macam Varietas Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Jagung Semi (Zea mays L.). Skripsi. Program Studi Agroteknologi Fakultas Prtanian Universitas Jember. Jember.
Marwoto. 2009. Pedoman Umum PTT Kedelai. Departemen Pertanian. Jakarta.
Mathan, K.K. and R. Natesan. 1993. Effect of Compaction on Yield and Nutriet Uptake in Sandy Soils. Ind. Soc. Soil. Sci. Journal 4194): 765-767.
Muhammad, H. S. Sabiham, A. Rachim dan H. Adijuwana. 2003. Pengaruh Pemberian Sulfur dan Blotong terhadap Pertumbuhan dan Hasil Bawang Merah pada Tanah Inceptisol. J. Hort. 13 (2): 95-104.
Murbandono. 2008. Membuat Kompos. Penebar Swadaya. Jakarta.
Mustari, K. 2004. Pengunaan Pupuk Bokashi pada Tanaman Jagung dalam Rangka Mengembangkan Usaha Tani Ramah Lingkungan. J. Agrivigor 4 (1) : 74-81. Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian dan Kehutanan Universitas Hasanudin.
Nasir, 2008. Pengaruh Penggunaan Pupuk Bokashi pada Pertumbuhan dan Produksi Padi Palawijadan Sayuran. Dinas Pertanian dan Peternakan Pandeglang. Banten.
Partoyo (2005) Analisis Indeks Kualitas Tanah Pertanian di Lahan Pasir Pantai Samas Yogyakarta. Ilmu Pertanian. Vol. 12 No.2, 2005 : 140 – 151.
Prasetyo, B. H. dan D. A. Suriadikarta. 2006. Karakteristik, potensi, dan teknologi pengelolaan tanah ultisol untuk pengembangan pertanian lahan kering di Indonesia. J. Litbang Pertanian., 25 (2): 39 – 47.
Rajiman, 2010. Pemanfaatan bahan pembenah tanah lokal dalam upaya peningkatan produksi benih bawang merah di lahan pasir pantai Kulon Progo. Disertasi FP-UGM Yogyakarta.
Roesmarkam, A dan N. W. Yuwono. 2002. Ilmu kesuburan tanah. Kanisius. Yogyakarta.
Sanchez, P.A., 1992. Sifat dan Pengelolaan Tanah Tropika. Alih bahasa : Amir Hamzah. Institut Teknologi Bandung. Bandung. 397 hal.
Saleth, R.M., A.Inocencio. A. Noble dan S. Ruaysoongnern (2009). Economic games of improving soil fertility and water holding capacity with clay applications: The impact of soil remediation Research in north east Thailand. International water management Institute Columbia. Srilangka.
Siradz, SA. dan S. Kabirun (2007) Pengembangan Lahan Marginal Pesisir Pantai Dengan Bioteknologi Masukan Rendah. Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan Vol. 7 No. 2 (2007) : 83-92.
Suryatini, 2015. Efektivitas Beberapa Bahan Pembenah Tanah untuk Peningkatan Produktivitas Kacang Tanah di Lahan Marginal. Info Teknologi. BALITKABI. Litbang Pertanian.
Sutedjo, M. M. 2008. Pupuk dan Cara Pemupukan. Penerbit Rineka Cipta. Jakarta.
Tola F., Hamzah Dahlan., & Kaharuddin. 2007. Pengaruh penggunaan dosis pupuk bokashi kotoran sapi terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman jagung. Jurnal Agrisistem 3 (1): 1-8.
Yuwono, N. W. 2009. Membangun kesuburan tanah di lahan marginal. Jurnal Ilmu Tanah dan Lingk., 9 (2): 137 – 141.
Wididana, G. N. 1999. Materi Pelatihan Pertanian Terpadu dengan Teknologi EM4. Institut

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

HANTARAN HIDROLIK